Sesampainya dirumah aku langsung masuk kekamar, aku bingung harus mulai berpikir dari mana. Kenapa Raka begitu mudahnya mengatakan itu, ‘menikah dengannya’.
Padahal mencintaiku saja tidak, sebenarnya apa yang ada dipikirannya saat ini. Tetapi sebaiknya aku hanya memfokuskan diri pada pikiran dan hatiku saja. Sebab, aku harus memikirkannya sematang mungkin karena ini sekali seumur hidup.
Mengelana dalam pikiran terdalamku, menembus angan\-angan hingga impian. Membayangkan menjadi seorang istri dari Raka. Membuatku tersenyum sendirian diatas ranjang.
Aku tidak tahu kenapa aku tersenyum, apakah aku memiliki perasaan padanya. Perempuan mana yang tidak akan jatuh cinta jika sudah diselamatkan beberapa kali oleh seseorang yang baik sepertinya.
Aku bangkit dari lamunan, teringat ucapan Mamanya yang mengatakan kalau Raka menyukaiku. Menutup wajah dengan bantal dan berteriak senang tidak karuan. “Tidak mungkin, tidak mungkin Raka menyukaiku”. ‘Aku harus bagaimana?’.
Tetapi, ada sisiku yang lain merasa terpanggil, aku harus bisa membawanya kembali kejalan yang benar. “Aku harus bisa membuatnya merasakan pernikahan adalah sesuatu yang sakral atas dua orang yang saling mencintai”.
Membalikkan tubuh keatas meja dan terlihat tas belanjaan yang diberikan Raka untukku. Aku bangun dan memeriksanya. Baru kali ini ada yang memberikan aku hadiah. Dan aku sangat menyukainya.
Inikah rasanya memiliki seseorang yang menjagamu, seperti seseorang yang berharga. Bahkan Raka memperhatikan jaket yang tidak sengaja dirobeknya. Aku hanya terbiasa dengan pakaian seperti itu, jika belum terlalu parah akan tetap memakainya.
Mencoba kardigan berwarna cokelat muda yang pas ditubuhku. Aku terlihat lebih manis dan seperti orang berada. Wol nya terasa halus dan harum, seperti inikah bau harum baju baru dari butik.
Mencoba didepan cermin, memperlihatkan lekukan dari sisi kiri, lalu sisi kanan, aku sangat menyukainya. Lalu aku melepasnya dan menaruhnya digantungan baju untuk kupakai
kekantor besok pagi, sebagai luaran dari seragam kerjaku.
Kemudian, aku melihat sebuah kotak indah cukup besar dan aku membukanya. Ternyata sebuah gaun yang sangat berharga. Aku terpukau karena gaun itu seakan bersinar seketika terlihat. Aku tidak percaya Raka membelikanku pakaian seindah ini.
‘Aku tidak sanggup memakainya, akan kusimpan untuk nanti’
***
Keesokan paginya,
“Halo ... selamat pagi,” Raka menyapa.
Aku merasa canggung dan malu, aku rasa aku tidak bisa melihat wajahnya pagi ini. Entah kenapa aku menjadi berdebar tidak karuan setelah menerima hadiahnya. ‘Apakah aku semurahan itu menjadi jatuh cinta
setelah diberikan gaun’.
Pagi ini pikiranku kacau karena perasaan yang aneh ini. ‘Aku harus fokus’
“Hei Dara dari tadi melamun saja. Mukamu tuh aneh tadi mengernyit, tersenyum sekarang gusar. Kenapa sih?” dirinya yang melihatku agak aneh pagi ini.
'Sepertinya dia memang kurang peka terhadap perasaan wanita, apa dia tidak ingat sudah mengajakku menikah tadi malam'
“Ah, tidak. Sebaiknya aku melewatkan sarapan dan pergi dengan bis.”
“Et tunggu … tunggu!” Raka mencoba menghentikanku.
‘Jangan tatap wajahnya, jantungku akan melompat keluar’
“Jangan menghentikanku, aku butuh waktu berpikir,” ucapku malu.
“Baiklah, kali ini kau akan kuberikan ruang untuk berpikir,” balasnya sambil memberikanku jalan.
‘Aku berlari kecil meninggalkannya disana’
“Nanti pulang kerja aku jemput yaaa....” sembari berteriak.
Aku hanya semakin mempercepat lari dan hanya ingin menjauh. Jantung ini rasanya ingin melompat keluar saja sejak tadi. Hingga kesulitan bernapas, apa yang sudah merasukiku.
Bagaimana aku menghadapinya nanti.
***
Direstoran ternyata masih sepi aku berangkat terlalu pagi. Masih ada waktu untuk membersihkan meja\-meja dan juga mengatur kursi yang harus diturunkan dari atas meja. Sudah tercium harum masakan dari bagian dapur. Mungkin sebentar lagi sarapan akan segera siap, perutku terasa lebih lapar.
Padahal sebelum aku bekerja disini, aku sudah terbiasa hanya makan satu kali dalam sehari. Tetapi tubuhku berubah menjadi manja, sebentar-sebentar cepat lapar karena disini disediakan sarapan dan makan siang. Bahkan aku sedikit terlihat gemuk.
“Selamat pagi,” Pak Eza yang tiba\-tiba datang ke restoran.
“Sela\-selamat pagi Pak,” jawabku terkejut.
Tiba\-tiba ponselku berbunyi ada beberapa pesan masuk. Aku melihatnya ternyata dari Mama mertua. Mama mengirimkan beberapa foto hiasan buffet, warna-warna tirai, menu-menu makanan dan pakaian pengantin untukku.
Aku tidak sampai hati untuk menjawabnya ‘tidak’, karena baru kali ini ada seseorang yang sangat memperhatikanku. Terus terang aku sangat senang, bolehkah aku sebahagia ini dan merasa disayangi meskipun bukan orangtua kandungku.
Airmata ini berderai dari ujung mata hingga menetes deras pada permukaan meja yang sedang kuelap. Hapus lagi namun airmata ini tetap membasahinya. Aku tersedu bukan karena sedih tetapi karena bahagia. Seakan tak ingin melepas kebahagiaan hingga akhirnya menangis untuk merasakan.
Jika ini mimpi yang mustahil, aku akan menggapainya meskipun sesaat.
Ada sosok yang berdiri disana sedang memperhatikan, tadinya aku tidak menyadarinya hingga akhirnya tahu Pak Eza sudah berdiri disana.
Secepatnya aku menghapus airmata ini dari wajah dan segera membersihkan meja-meja lainnya. Aku tidak ingin mengecewakan seorang seperti Pak Eza yang sudah memberiku kesempatan bekerja disini.
Pagi ini kami sarapan bersama sebelum restoran dibuka. Biasanya kami diberikan nasi kotak tetapi dalam sebulan sekali Pak Eza akan datang untuk sarapan secara prasmanan bersama seluruh karyawan.
Bahkan kami mengobrol menu\-menu apa saja yang menjadi favorit pelanggan dan yang paling tidak disukai atau sering tersisa. Dan yang paling kusukai adalah membacakan tips dan keluhan pelanggan. Membuatku tertawa karena banyak keluhan yang lucu.
‘Kasirnya yang baru cantik’
‘Nasinya terlalu lembek seperti bubur’
‘Kokinya yang gemuk tolong kurusin badan, tidak enak dipandang’
'Salam ya buat Pak Eza, saya pelanggan tetap sejak kuliah'
Atau hanya sekedar tips yang umum saja. Aku baru tahu jika ada hari seperti ini disebuah restoran, karena ini sangat menyenangkan.
Tidak ada jarak antara pemilik dan karyawan, bahkan aku melihat beberapa karyawan mengeluhkan pekerjaannya dan ditanggapi langsung dengan baik oleh Pak Eza.
Terutama ketika ada usulan untuk acara piknik bersama, semuanya menjadi bersemangat. Setiap dua tahun sekali aku mendengar selalu ada acara liburan bersama, tahun ini akan diadakan lagi.
“Beruntung sekali Dara baru masuk sudah bisa ikut liburan bersama,” seru Pak Ndut.
‘Aku hanya tersenyum membalasnya’
Akhirnya kami kembali bekerja.
***
Setelah aku hampir menutup pembukuan, seorang karyawan melihat kearah luar dimana ada Pak Eza sedang asyik mengobrol dengan seseorang yang baru saja datang.
“Itu bukannya kekasihmu Dara?” Pak Ndut sembari melepaskan celemeknya.
‘Siapa pikirku?’
Aku melihat dari kejauhan Pak Eza yang sedang bicara dengan sosok seperti Raka.
“Kekasihku?” seruku pelan.
“Astaga, sama kekasih sendiri tidak ingat. Bukannya Pria tampan itu yang sering menjemputmu?”
Aku menegaskan lagi kalau benar itu Raka dan memang dirinya terlihat tampan dan menawan. Senyumnya sangat manis dengan pakaian kantoran membuat jantungku berdebar lagi. Sedangkan aku hanya berseragam yang masih menempel noda makanan atau bau yang kurang sedap dari jejak koin dan lembaran uang. Kuku-kukuku terlihat kotor dan tidak enak dipandang.
“Ya ampun,” ucap Pak Ndut tiba\-tiba, sambil menutupi wajahnya.
“Ada apa sih.…?” melihat keluar yang ikut penasaran.
Pak Eza memeluk Raka diluar sana membuatku sedikit bergeming. Pemandangan yang sedikit tidak biasa tetapi aku berusaha untuk tetap tenang.
“Ah, tidak usah kaget Pak Eza dan Raka, kekasihku sudah seperti saudara kandung. Mereka biasa seperti itu hehe....” pungkasku mencoba menjelaskan.
“Oh, begitu,” sahutnya memanggut.
“Baiklah aku pulang yah,” sembari meninggalkannya dengan rasa penasarannya.
Aku membuka pintu dan mereka berbalik kepadaku. Aku hanya tersenyum kepada Pak Eza dengan sedikit malu.
“Selamat ya Dara, akhirnya kamu berhasil mengambil Raka dariku,”
"Dia sedikit merepotkan, kamu harus sabar!" seru Pak Eza pelan.
“Apa?”
“Iih koq malu begitu,” serunya lagi
“Ah, tidak. Aku tidak.”
“Panggil saja aku Eza, yah,”
“Baik Pak, eh Eza.”
“Ok aku duluan yah,” sahutnya.
Eza melambaikan tangannya dan tersenyum melihat kepulangan kami.
Lalu, Raka tersenyum kecil padaku dan mengajakku pulang bersama. Kami berjalan menuju parkiran seperti biasa. Kali ini Raka seperti menungguku untuk berjalan bersama, padahal biasanya berjalan duluan atau aku yang berjalan duluan. Malam itu sangat aneh rasanya untukku, mungkin begitu juga dengannya.
Setelah itu dalam perjalanan aku hanya terdiam begitu juga dengannya. Kenapa dirinya tidak menanyakan sesuatu, bahkan jawaban atas lamarannya. Apa mungkin dia sudah tahu jawabannya. Kenapa dia sombong sekali
dan merasa paling tahu atas pikiranku.
Aku tidak akan memberikan jawabannya jika Raka tidak bertanya. ‘Sembari bersidekap meletakkan kedua tanganku terlipat diatas perut’
“Kroooaaak, bruutuutut,”
Suara lapar dari perutku yang berbunyi keras sekali. Aku membalikkan badan kearah kiri menghindari rasa malu dari bunyi tadi.
“Kau sudah lapar? Mau makan apa?”
“Tidak usah, aku masih punya sekardus mi instan dari Tante, ingat?”
“Apa perutmu tidak bermasalah karena makan mi instan terus?”
“Tidak. Aku baik\-baik saja dan selalu sehat. Lagipula jika kau mengajakku makan direstoran aku hanya makan malam sendirian, apa enaknya,”
Setelah aku mengucapkan itu Raka terdiam tanpa berucap apa\-apa. Mungkin aku sudah menyinggungnya dengan kebiasaannya yang melewatkan makan malam. Sampai dirumah Raka segera membuka pintu mobil dan masuk kedalam rumah.
‘Aku ditinggalkannya begitu saja, benarkah Raka tersinggung atas ucapan barusan’
Aku masuk kekamar dan langsung mandi. Rasanya perutku tidak merasa lapar lagi setelah membuat situasi menjadi tidak enak. ‘Apa aku harus meminta maaf padanya’. Mungkin setelah mandi aku akan minta maaf padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Komeng🔥
like, lanjut baca dulu
2020-05-27
1
Aldekha Depe
raka, kayak cewek aja pakek diet2 segala
2020-05-18
0