Episode 9

Setelah orangtua Raka pulang, aku membereskan semuanya. Ketika aku mencuci piring, Raka mencoba membantuku memasukkan kue keju yang dibawa oleh Mamanya.

Aku melihat Raka menyendok sesuap besar kedalam mulutnya dan membuat krim keju itu menempel disekitarnya.

“Hihihi .…” aku geli melihatnya.

“Kenapa?” dengan krim keju diseluruh mulutnya.

Mengambil tisu dan mengelap sisi bibirnya yang terdapat krim keju. Raka memandangku dan sedikit terkejut aku melakukannya. Aku tidak sadar sudah melanggar batas.

“Ah, maafkan aku. Tidak sengaja, sungguh,” sahutku merasa canggung.

“Eh, kau tidak suka kue keju?” balasnya mencoba mengalihkan.

“Aku? Baru kali ini aku memakan kue keju seenak itu, tapi itu bukan favoritku,”

“Kenapa?”

“Karena keju adalah makanan mahal bagiku,”

“Oh begitu yah.”

Raka memasukkan kue keju itu kedalam sebuah wadah kedap udara.

“Kenapa memasukkan kue itu kedalam wadah, kan sudah ada tempatnya?”

“Karena aku tidak suka kulkasku menjadi bau,”

“Oh begitu ....”

“Jadi semua makanan sisa harus dimasukkan kedalam wadah, oke?”

Mengatakan itu seolah-olah aku akan lama berada dirumah ini.

“Seharusnya ... sisa ayam goreng semalam juga dimasukkan, hehe ....” tersipu malu menyadari kesalahan.

“Anak pintar,” sembari mengunyeng kepalaku.

 ***

Setelah sampai dirumah, mereka berbincang tentang Raka dan Dara.

“Pah....” sembari membersihkan noda makeup diwajahnya.

“Apa istriku tercinta ....” sambil membalik halaman buku yang sedang dibacanya.

“Papa tadi kenapa tidak marah Raka serumah dengan seorang perempuan?”

“Loh?” yang segera melepas kacamata bacanya.

“Koq loh?” yang berbalik kearah Papa dan saling memandang.

“Papa kan menunggu respon Mama, ternyata baik-baik saja yauda Papa ikutin,” dengan santai menjawab pertanyaan itu.

“Koq Papa manut saja dengan sikap Mama?” dengan nada sedikit kesal.

“Papa harus bagaimana? Bingung juga dengan situasinya?” tetap santai meneruskan bacaannya.

“Situasi bagaimana yang Papa maksud? .... ” dengan ekspresi penasaran.

“Yah … disatu sisi Raka sudah besar, sudah tahu mana yang boleh dan tidak boleh.  Mungkin Dara hanya sementara tinggal disana.” sudah mulai tidak bisa konsentrasi dengan bacaannya.

“Kenapa sementara Pah? Mama maunya mereka segera menikah saja” dengan tegas mengutarakan keinginannya.

“Hahhaha, Mama ini lucu ... tadi disuruh marah karena dirumahnya ada perempuan, tapi kelihatannya Mama senang karena kejadian ini."

"Papa terserah Raka saja deh!” sembari menutup buku itu.

“Tuh Papa begitu, sekali-kali bertindak dong Pah … action!” yang segera melompat ke sebelahnya.

“Mama sajalah, Papa dukung,”

“Papa curang!” berbalik membelakanginya.

Sunyi sesaat.

“Terus terang Mama sedikit lega ada perempuan dirumah itu karena … Papa tahu kan kekhawatiran Mama?” yang memeluk guling dengan erat.

“Hmm … Raka sudah dewasa, kita harus percaya dengannya,”

“Apa kita ajak Dara tinggal dirumah kita saja yah?” membalik badan kearahnya lagi.

“Sebaiknya Mama bicarakan saja dengan Raka, jangan anggap dia kaya anak kecil begitu.”

“Papa enggak asyik.” kembali membelakangi lagi.

“Selamat tidur sayang ... muah.” yang segera mematikan lampu dan menaruh bukunya

 disebuah portable kayu.

 

Sedangkan Mama masih memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan, hingga lelah mengantarnya tidur.

 ***

 

Senin pagi aku diantar kesebuah restoran milik sahabat baik Raka. Aku diberi kesempatan wawancara untuk bisa bekerja disana sebagai kasir. Latar belakangku yang sebelumnya juga kasir memudahkanku untuk menjawab berbagai pertanyaain seputar Jobdesk.

Pemilik restoran itu bernama Eza Lee, pria berwajah oriental berdarah campuran Indonesia. Semua berjalan lancar, kabar baiknya mulai besok aku akan bekerja disana karena kasir sebelumnya sedang cuti hamil. Aku harus siap bekerja dari pagi hingga restoran tutup, sampai rekan kasirku mulai datang bekerja.

Aku katakan tidak masalah, aku siap bekerja dua shif. Raka mengkhawatirkan keputusanku yang sedikit memaksakan keadaan. Tetapi aku ingin bekerja untuk menghasilkan uang

dan melupakan masalah yang sedang kuhadapi. Akhirnya Raka harus mendukung keputusan itu.

Meninggalkan restoran itu dan berjalan menuju tempat parkir.

“Oiya mungkin setelah aku menerima gaji aku baru bisa mengganti setiap makanan yang kumakan dan sewa kamar dirumahmu. Setelah itu aku akan mencari kos-an yang lebih dekat dengan tempatku bekerja”

“Kau sudah memikirkan semuanya yah. Aku sedikit kecewa karena rasanya semua kebaikanku dinilai dengan uang”

Langkahku terhenti seketika mendengar ucapannya.

“Maaf,” sambil menarik lengannya.

“Kenapa minta maaf? Aku senang kau mulai bekerja lagi, bisa mandiri,”

“Tapi, ucapanmu sebelumnya. Apa ada kata-kataku yang menyinggungmu? Aku tidak biasa menerima pertolongan orang lain dengan cuma-cuma, karena pengalamanku selama ini tidak ada yang gratis.”

“Seperti apa?”

“Yah waktu awal aku ke kota dan belum mendapatkan pekerjaan apalagi tempat tinggal.

 Aku membersihkan tempat hiburan di pagi hari, setelah tutup aku tidur disana dengan membayar kepada penjaga dengan gajiku sebagai tukang bersih-bersih,”

“Penjaga disana yang akhirnya merekomendasikanku untuk menjadi pemandu karaoke karena tidak sengaja mendengar nyanyianku yang cukup merdu, setelah diterima aku harus memberinya persenan.”

“Penjaga itu sudah memanfaatkanmu ....”

“Tapi aku tidak keberatan karena dia juga perlu uang untuk tetap hidup, anak-anaknya yang tidak pernah mau mengenalnya dan istrinya sudah lama meninggalkannya.”

“Kau masih membelanya?”

“Usianya yang membuatnya kalah bersaing dengan keamanan lainnya, sewaktu muda Pak Boman terkenal didaerah itu sebagai keamanan kampung. Waktu tempat hiburan itu berdiri tenaganya dimanfaatkan untuk menjaga keamanan dan karena Pak Boman mengenal semua orang termasuk pihak berwajib.”

"Malam itu kenapa Pak Boman tidak menjagamu?"

"Tidak masuk, sedang sakit."

 

“Tenaganya yang habis dan tuntutan hidup membuatnya menjadi tua yang terlupakan. Aku tidak mau seperti itu, menjadi tua yang terlupakan,”

“Jadi apa impianmu?”

“Impian? Terlalu mahal untukku.” memilih duduk yang terlihat ditrotoar.

“Mimpi itu untuk semua orang dan gratis,” duduk serta disampingku.

“Hmm aku ingin kuliah ....”

“Wow, biasanya yang sudah pernah merasakan punya uang sendiri akan malas untuk sekolah,”

“Haha. Benarkah? Aku lelah bekerja, mungkin aku adalah orang yang paling menikmati masa-masa sekolah dengan rutinitas bangun pagi dan juga tugas-tugasnya.”

“Hahaha. Membosankan.”

“Hahaha. Iya membosankan, tapi aku suka.”

“Sudah malam. Ayo pulang,” berjalan menuju mobil yang terparkir.

Masih terpaku ditempat duduk ini, seakan ada pernyataan yang ragu untukku sampaikan.

“Hei, kenapa masih duduk disana?” berbalik melihatku.

Aku memandang langit dan berkata.

“Ternyata masih ada yang menginginkanku untuk pulang ....” ucapannya membuat perasaan ini hangat.

Wajahnya terkejut mendengarku mengutarakan hal itu. Lalu, kami masuk ke mobil untuk pulang.

“Sampai rumah langsung tidur, jangan sampai telat bangun. Besok jangan mengecewakanku Oke?”

“Siap Bos, tapi aku ingin makan mi instant dulu boleh?”

“Hahaha. Sepertinya aku harus menambah stok mi instan dirumah,”

“Nanti gajian aku ganti.”

“Huhu. Sombong sekali!” sambil mengunyeng kepalaku.

“Memangnya aku anak kecil,”

“Memang, wek ....” sembari menjulurkan lidahnya didepanku.

“Awas yah, kubalas kau!”

 ***

Hari Pertama Bekerja

Pagi itu terjadi kerusuhan. Kami sama-sama tidak mendengar alarm berbunyi dan tergesa-gesa bersiap-siap untuk bekerja. Hingga roti yang kusiapkan untuk kami harus dimakan dalam perjalanan. Tanganku bergantian untuk menyuapi diri sendiri dan menyuapinya yang sedang menyetir.

“Terima kasih sudah mengantarku ....” sambil berlari menuju restoran.

“Selamat bekerja!” sahutnya yang mengeluarkan kepalanya lewat jendela mobil.

Sebelum restoran dibuka pukul 07.00, aku harus membantu didapur, setelah itu dibagian kasir. Aku senang karena ternyata restoran ini memberikan sarapan pagi dan makan siang. Semua karyawannya saling bantu membantu, pekerjaan mereka sangat cepat. Aku kewalahan menjadi orang baru.

Restoran ini menyiapkan menu prasmanan sehingga cepat sekali habis dan berganti menu. Para koki didapur selalu sibuk dan tanpa henti menyiapkan sajian. Aku juga dibagian kasir menjadi tidak berhenti karena tamu

yang datang selalu ada apalagi di jam makan siang. Hari pertama yang melelahkan.

Setelah restoran tutup pukul 18.00, aku kelelahan. Tapi aku sangat senang karena memiliki pekerjaan itu melegakan ketimbang menjadi pengangguran. Aku saling pamit kepada karyawan lainnya. Ketika itu aku melihat dibawah tiang lampu ada sosok yang sedang menungguku. “Raka”

Aku langsung berlari kearahnya seperti bertemu dengan seseorang yang sangat dekat denganku. Entahlah aku sangat senang melihat kehadirannya menungguku.

“Halo,” ucapku gembira dihadapannya.

“Hahaha. Apa yang membuatmu segembira itu? Bukannya pemilik restoran ini sudah membuatmu kelelahan,”

“Tidak aku tidak lelah. Aku senang.”

“Bener?”

“Iya. Aku senang.”

Lalu, aku dibukakan pintu mobil olehnya dan masuk. Aku bertanya kepadanya sesuatu.

“Kenapa tidak ada ucapan ‘Ayo pulang’,” seruku menyindirnya.

“Hahaha, karena kita tidak akan pulang. Aku mau ke supermarket, beli mi instan kesukaanmu itu,”

“Tapi aku belum gajian.”

“Hahaha. Aku traktir deh,”

“Asyik!”

 ***

 

Jangan lupa berikan dukungan untuk penulis yah :) Kalau kamu suka ceritanya dukung aku di kompetisi penulis MangaToon.

 

Terpopuler

Comments

Agung Devi 07

Agung Devi 07

aku baca sampe sinii🌸

2020-06-14

1

Aldekha Depe

Aldekha Depe

aku tuh paling seneng kalau cewek cowok bercanda sambil ngunyeng kepala, lucu

2020-05-18

0

Pinkpinkky

Pinkpinkky

Udah mampir lanjut balik likenya kak, sisanya dicicil lagi😊 Semangat up 💪💪💪
Kalau sempat lanjut like balik diceritaku
Separuh Cinderella.

Ditunggu feedbacknya 😄

2020-05-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!