Acara makan siang yang tidak berkesan, justru membuatku tidak nyaman. Hatiku menjadi kesal karena seseorang seperti Shinta yang tidak punya perasaan. 'Ya, hatinya terbuat dari es ... mungkin."
"Menyebalkan sekali sih Bu Shinta itu, orangnya senang sekali membuat seseorang bersedih," aku menggerutu didalam mobil setelah pertemuan itu.
“Lihat saja akan kubuat pesta pernikahan yang besar-besaran untuk membuatnya keki,”
Lebih baik memulai merencanakan pernikahan puteraku Raka yang membuat hati ini gembira.
Ketika suamiku pulang dari kantor.
“Mah, sedang sibuk apa sih, koq wajahnya ceria sekali?” tanyanya sambil mencium keningku.
“Ini loh Pah, Mama lagi lihat\-lihat gedung, katring dan baju-baju pengantin buat Raka dan Dara,”
“Loh koq Mama yang semangat, anaknya saja santai,”
“Makanya Mama yang rencanakan biar terlaksana sesuai keinginan Mama.”
“Mah, jangan begitu pelan-pelan saja. Lagipula kita belum bertemu dengan kedua orangtuanya,”
“Dara anak yatim Pah, Ibunya dikampung dengan adik dan kakaknya.”
“Koq Mama tahu banyak?”
“Mama kemarin sore bertemu dengan Dara ditempat bekerja,”
“Lalu Dara mau?”
“Dara cuma diam saja sih, tapi Mama yakin pasti mau.”
“Mama-mama, Papa peringatkan yah jangan terlalu memaksakan nanti kalau tidak sesuai ... Mama kecewa lalu jatuh sakit. Papa tidak mau seperti itu!”
“Iya Papaku sayang, Mama akan lebih sehat kalau Raka sudah menikah,”
“Terserah Mama saja baiknya.”
“Begitu dong Pah,”
“Papa mau mandi dulu.”
“Huhu … baru Mama mau tanya mana yang lebih bagus.”
***
Keesokan harinya,
Mendadak siang itu Bu Shinta mengajakku makan siang ditempat biasa. Padahal kemarin baru bertemu, sebenarnya jadwal pertemuan rutin kami hanya seminggu sekali. Baru kali ini Bu Shinta mengumpulkan kami secepat ini. Kali ini aku sedikit terlambat karena sebelumnya berkunjung kesebuah butik pakaian pengantin.
Aku meminta beberapa brosur dan membicarakan beberapa hal dengan desainernya untuk membuatkan beberapa pakaian yang harus sudah selesai bulan depan.
"Tentu saja dengan biaya khusus, karena biasanya untuk pakaian pesanan minimal tiga bulan sebelumnya."
Sesampainya di The Blue Orchid, aku melihat dari kejauhan tempat duduk biasanya kami memesan sudah ada empat orang disana. Aku terkejut siapa yang berada membelakangi sofa disebelah Bu Mika dan Bu Shinta. Ketika aku mulai mendekat, Bu Shinta melihat kedatanganku dan melayangkan tangannya seakan memanggil.
Aku tidak menyangka ternyata disana sudah ada wajah yang kukenali yaitu Shesa dan Ibunya, yaitu teman kenalanku diklub tenis.
“Bu Anggi dan Shesa, kalian disini,” sahutku berbasa-basi sambil menyalaminya.
“Iya, aku diajak kesini sama Bu Shinta,” membalas salamku.
Aku mencoba memandang Bu Mika bertanya apa yang terjadi, tetapi justru Bu Mika membalasku dengan memberikan gestur. “aku tidak tahu apa yang terjadi,”
“Bu Mesya koq telat sekali sih kami sudah menunggu dari tadi loh, katanya mampir ke Butik pakaian pengantin yah,” Bu Shinta yang selalu ingin memberikan informasi lebih dulu.
“Ah, tidak, tidak.” jawabku yang mencoba memberi kode.
“Jadi kapan tanggal pernikahannya Raka dengan Shesa? Bu Shinta yang langsung pada intinya.
“Apa?” seruku berbarengan dengan Bu Anggi.
“Shesa kamu masih berhubungan dengan Raka?” tukas Bu Anggi kepada anaknya.
‘Shesa hanya terdiam kebingungan’
Aku hanya menahan malu dan marah bersamaan. Bu Shinta sudah terlalu lancang membawa mereka kesini untuk urusan keluargaku.
“Jadi, Raka tidak menikah dengan Shesa?” Bu Shinta yang semakin menampakkan kebodohannya.
Aku dan Anggi hanya semakin terdiam tanpa kata-kata. Perasaan yang sangat canggung yang membuatku ingin melempar sesuatu. Padahal ini masalah kecil yang seharusnya tidak membuat hubunganku dengannya menjadi kusut.
Hubungan kami baik-baik saja sebelumnya, jika anak-anak kami tidak melanjutkan hubungan. Tetapi karena pertemuan ini membuatku menjadi tidak nyaman dan sedikit terluka.
Kalian tidak tahu rasanya berada diposisiku saat ini, kepala ini mulai berasap.
Akhirnya Bu Anggi berpamitan setelah makan siang yang cukup menegangkan. Sebelum Shesa meninggalkan tempat itu, dirinya meminta untuk berbicara denganku.
“Shesa, Mama tunggu dimobil ya,” sahut Bu Anggi padanya.
Shesa mengangguk tanda setuju.
Shesa berbicara sesuatu kepadaku dengan sikapnya yang sopan, seperti biasa Shesa anak yang baik. Aku menyayangkan mereka tidak melanjutkan hubungan yang serius.
“Tante, aku ingin minta maaf karena Raka dan aku.…” ucapannya kupotong.
“Tidak perlu minta maaf Shesa, tante yang harus meminta maaf padamu. Seharusnya tante tidak membohongimu dan mengatakan sejujurnya tentang Raka. Tetapi tante ingin melindunginya. Jadi, tante berterima kasih padamu selama tiga bulan kau dan Raka sudah membuatku sangat bahagia,”
Apa? Apa maksud tante soal melindunginya dan membohongiku?.
“B-baiklah tante, kalau begitu Shesa pulang dulu,”
‘Raka tidak memberitahu Mamanya jika aku sudah mempermainkan perasaannya’
Apa maksudnya soal kebohongan tentang Raka? Aku tidak mengerti.
Shesa berjalan dengan menunduk seakan banyak pertanyaan saat ini yang ada dikepalanya.
***
Aku kembali kepada sahabatku tercinta dengan emosiku yang masih menyala. Mereka sedang menikmati makanan pencuci mulut dengan saling berceloteh. Mereka seperti tidak menganggapku serius tentang hal ini. Apa mereka tidak tahu jika aku sangat tersinggung dengan kejutan yang dibuatnya.
“Baiklah Bu Shinta, ini terakhir kali aku akan datang kesini atas undangan makan siangmu ataupun mengatasnamakan persahabatan kita. Kau sudah sangat lancang mengurusi masalah keluargaku.
Mulai hari ini aku tidak akan mengenalmu lagi, mengerti.” seruku dengan amarah yang sudah tidak tertahan lagi dan berpaling.
“Bu Mesya, ini hanya masalah kecil, kita bisa selesaikan baik-baik,”
“Oiya satu lagi, Bu Mika sebaiknya jangan dengarkan nasehat buruk dari Bu Shinta soal Cinta dan Rangga yang tidak boleh menunda kehamilan. Biarkan mereka memilih jalan hidupnya sendiri,”
“Begitu juga denganmu Bu Jihan, kau masih muda masih banyak waktu untuk berusaha memiliki anak, jangan biarkan ucapan Bu Shinta mempengaruhimu,” sahutku yang mengeluarkan segala unek-unek dikepala.
Lalu aku meninggalkan mereka yang masih saja terkejut hingga aku benar-benar tidak terlihat.
***
Aku tidak yakin sejak kapan pertemanan ini menjadi begitu aneh dan mempengaruhi kehidupanku. Padahal sebelum ada pertemuan rutin ini kami baik-baik saja. Mika yang memiliki hobi merangkai bunga, Aku yang suka bermain tenis, Jihan yang senang dengan hobi shoping dan travelingnya. Entahlah dengan Shinta, mungkin memang hobinya 'kepo' dengan kehidupan orang lain.
Meski demikian, awalnya hubungan kami baik-baik saja. Kami selalu memaklumi sifat dan sikap masing-masing.
Tetapi kenapa akhir-akhirnya situasinya begitu membuat kepalaku ingin pecah. Aku tidak suka jika sesuatu yang tidak penting justru membuat keseharian menjadi terpengaruh. Hingga kesulitan tidur karena menahan kesal dan emosi.
Sebenarnya ini sangat kekanak-kanakan, hanya saja Shinta harus diberi pelajaran sesekali. Agar tidak mengulangi sikapnya yang suka melebihi batas. Aku hanya berusaha untuk tetap berprasangka baik padanya, mungkin saja niatnya baik untuk memberikan kejutan. Ternyata apa yang dilakukannya benar-benar membuatku terkejut.
"Apa Bu Shinta sangat ingin tahu dan untuk menghilangkan rasa penasarannya dia mengajak Shesa dan mamanya,"
Aku sungguh tidak habis pikir dengannya.
"Lihat saja jika Bu Shinta tidak meminta maaf padaku, aku tidak mau lagi berhubungan dengannya."
***
Berikan dukungan untuk penulis ya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Icy tel
tanks thor dah mampir yahhh
2020-06-23
0
Aldekha Depe
bungung mau komen apa, lanjut baca lagi aja ah
2020-05-18
0
Anggria Mawadati
Ibu ibu emang suka gitu. Paling heboh kalo anaknya mau nikah hihihi
2020-05-11
1