Episode 4

Aku kalut tidak ingin pulang malam ini, adakah tempat untuk sekedar menghilangkan

sakit ini untuk sementara. Benarkah kehidupan malam bisa menghilangkannya, apakah aku harus ke kafe yang penuh dengan orang-orang dan musik dari DJ.

Tetapi aku tidak terlalu suka tempat yang bising dan bau asap rokok. Sekali saja aku ingin merasakan merusak tubuhku dengan hal yang haram itu. Untuk meredakan sakit ini, sakit yang teramat pedih. Rasanya ingin kuhujamkan dada ini dengan sebilah belati dan mengeluarkan jantungku agar tidak berdetak lagi. Rasanya aku ingin mati.

Tidak sengaja berhenti didepan sebuah tempat hiburan malam, tempat karaoke. Mungkin aku bisa menyewa roomnya dan sekedar mencicipi minuman alkoholnya tanpa diganggu siapapun. Aku tidak perlu ditemani hanya butuh minuman itu yang bisa menghilangkan rasa sakitku.

 Dari kejauhan aku melihat seorang gadis dengan seragam rok mini. Aku yakin gadis itu bekerja ditempat itu. Aku melihatnya seperti ketakutan dan hampir menangis. Tubuhnya bergetar dan melepas lelah diatas anak tangga. Matanya menatap kosong dan kedua tangannya mulai menutupi wajahnya. Aku yakin saat ini gadis itu sedang menangis. Mengapa hatiku ikut menangis melihatnya.

Tubuhnya bergetar hebat. Hingga seseorang keluar dengan sikap yang marah kepadanya. Aku yakin dia pemilik tempat ini, apakah gadis itu telah melakukan kesalahan fatal. Apa yang terjadi sebenarnya.

 

Ketika itu muncul lagi seseorang dari dalam yang sempoyongan, mungkin akibat dari minuman yang ditenggaknya. Seketika itu pukulan dilayangkan kewajah gadis itu hingga terhempas ke jalan.

Aku terkejut.

Aku langsung keluar dari mobil. Melihat gadis itu yang hanya meringkuk dan menangis sambil menutupi wajahnya dengan kepalan dari lengannya. Aku berlari ketika laki\-laki mabuk itu akan menendang gadis itu.

Aku menahannya dengan kedua lenganku dan mendorongnya hingga terhempas. Kedua keamanan itu menolongnya agar tidak terjatuh dan membawanya kedalam.

Benar saja pemilik kafe itu hanya bisa menyalahkan gadis yang tidak berdaya ini dan memecatnya. Aku berusaha membangunkannya setelah melihatnya yang sedang mencoba bangkit. Gadis itu menolak tetapi mengucapkan terima kasih karena aku sudah menolongnya.

 Padahal gadis itulah yang sudah menolongku. Jika tidak ada kemalangan ini mungkin aku sudah menyewa room dan entah apa yang akan kulakukan disana.

Maaf jika aku bersyukur atas kemalangan yang gadis itu alami. Tetapi kaulah sesungguhnya penyelamatku. Aku berharap kita akan bertemu lagi suatu hari nanti. Akhirnya aku melaju dengan mobilku dan melihat gadis itu dibelakang berjalan lewat kaca spion. Aku tidak tega melihatnya hanya saja aku tidak bisa memaksanya karena dirinya menolak ajakanku.

Entah apa yang sudah menimpa gadis itu, aku hanya berharap gadis itu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

***

Keesokan paginya aku bekerja seperti biasa disebuah kedai kopi. Sebelum kedai dibuka aku membersihkan meja dan tempat duduk yang ditata rapih sebelum pelanggan datang.

 

Pukul 09.00 pagi waktunya aku membalik kata close menjadi open pada pintunya. Pelanggan diluar yang sudah mengantri sejak tadi akhirnya masuk untuk menikmati kopi sungguhan dari kedai. Aku melayani pembayaran seperti biasa.

Tiba-tiba datang seorang wanita setengah baya, dengan pakaian rapih dan terkesan awet muda untuk usianya. Memesan 2 hot americano tanpa gula tanpa dikocok.

Wanita itu memperhatikanku dari kepala hingga ujung kaki, aku merasakan tatapannya seperti sensor panas yang siap menembak tepat dijantungku.

“Semuanya 120 ribu.…”

“Kamu Dara kan?”

“Iya. Saya Dara,”

Seketika wanita ini membesarkan suaranya agar seisi kedai mendengarnya.

“Jadi kamu yang setiap malam merayu suamiku?”

“Apa?”

“Kamu pemandu karaoke itu kan, bekas lisptik dan parfum murahanmu yang masih menempel di kemeja suamiku, dasar murahan!”, Sembari menumpahkan satu gelas hot americano itu kearah wajahku.

Mengapa mulut ini tidak bisa bersuara, aku hanya diam dan ketakutan.

Namun, aku bisa mengelak dari panasnya kopi itu mengenai tangan dan bagian depan seragam saja. Sepertinya wanita itu tidak puas melakukan itu dan mengejarku hingga keluar.

Semua orang seakan menonton pertunjukan sinetron, sedangkan yang lainnya sibuk mengeluarkan ponselnya untuk merekam kejadian itu. Tidak ada satu orangpun yang mencoba menolongku darinya.

Aku merasakan tanganku melepuh.

“Dasar wanita murahan, cari laki-laki lain saja bukan suami orang. Rasakan ini!” sambil melempar satu gelas lagi hot americano kearahku.

Ada seseorang yang sedang berlari kearahku dan kopi panas itu mengenai seluruh kemejanya. Semua orang berkata “Oh Tuhan”, “Awas”, “Malangnya Pria itu”.

Sedangkan aku sudah terkujur ditrotoar yang menanti dengan pasrah perlakukannya. Kedua tanganku yang menutupi wajah akhirnya kubuka dan melihat apa yang sudah terjadi. Ternyata Pria ini telah menjadi korban. Aku melihatnya kepanasan dan mengaduh, mencoba menahan rasa sakitnya.

Aku berlari kedalam kedai dan mengambil sebuah ember yang berisi air dan mengguyurkan kearahnya.

“Apa yang kau lakukan?” sahutnya.

Semua sudah terlanjur Pria itu sudah basah kuyub.

“Maafkan aku tapi itu kulakukan agar kau tidak terbakar,”

“Baiklah, kau harus ikut aku dan mempertanggungjawabkannya.” sembari meraih tangannya untuk mengikutinya.

“Maafkan aku tapi bukan aku pelaku yang menyiramkan kopi panas itu,”

“Sudahlah ikut aku, jika tidak aku akan minta ganti rugi yang sangat banyak untuk biaya kemeja dan jas yang sangat mahal ini.”

 Aku hanya menurutinya.

Pria itu menyuruhku masuk ke mobilnya dan membawaku sebuah tempat. Ternyata kami berhenti disebuah rumah sakit dan pelayanan IGD.

“Apakah kau sangat terluka?”

“Sudah diam saja,”

“Apakah ini genting?”

Gawat aku tidak punya uang untuk membayar seluruh biaya rumah sakit. “Aku harus kabur jika ada kesempatan."

 

“Apa kamu bilang?”

“Tidak apa-apa, hehe....”

Pria itu menunjukkan sebuah kartu dan kami langsung dimana kesebuah ruang dokter yang diminta pria itu. Sambil menunggu dokter datang, Pria itu hanya melihat jam dilengannya dan berusaha tenang. Setelah beberapa saat dokter datang dan menyapa pria itu.

“Raka, apa kabar?”

“Baik Om.”

“Kenapa ini basah semua?”

“Om, tolong periksa lengan gadis itu sepertinya terbakar, terkena air kopi panas,”

Lalu suster dan dokter itu membawaku dan diberikan pertolongan pertama. Ternyata lenganku melepuh dan sudah mengeluarkan gelembung berisi cairan. Rasanya sangat

perih dan aku tidak menyadarinya. Sedangkan aku melihat pria itu yang berada diruangan sebelah sedang membuka bajunya dan diperiksa bagian dada dan perutnya yang terbakar.

Setelah dibalurkan sebuah salep dan lenganku dibalut perban khusus. Aku juga melihat dadanya yang diberi salep, tetapi sepertinya tidak begitu parah karena tidak diperban. Mungkin karena kemeja dan jas yang menutupinya, sedangkan lenganku langsung terkena air kopi panas itu.

“Tunggu disini.” pintanya.

Aku ingin pergi dari sini, karena aku tidak bisa membayarnya. Tetapi aku bukan orang yang kejam, yang meninggalkan seseorang yang terkena nasib sial karena berada didekatku. Pria itu kembali dan memasukkan sesuatu ke kantongnya, mungkin kartu yang tadi diberikan. “Sakti sekali kartu itu”, pikirku.

“Ayo kuantar kau pulang,”

“Ah, maaf. Aku ingin mengatakan sesuatu,” sambil menarik jasnya agar berhenti.

“Apa?”

“Aku tidak punya uang untuk membayar pengobatan ini, apakah aku bisa meminta nama

dan nomer teleponmu untuk sewaktu-waktu jika sudah punya uang, aku janji akan

membayarnya”

“Hem. Tidak perlu dipikirkan, anggap saja aku sedang sial. Oke.” pria itu berjalan meninggalkanku.

Pria sombong yang baik hati, pikirku.

Aku masuk kedalam mobilnya setelah pria itu memerintahku.

“Dimana rumahmu?”

“Ah, tidak usah. Aku turun dihalte bis saja disebelah sana,”

Namun, pria itu tetap melaju dan melewatkan halte yang kutunjukkan.

“Haltenya sudah kelewatan....”

“Jika kamu tidak memberikan alamat rumahmu, aku akan membawamu kerumahku”

“Tidak-tidak, baiklah, rumahku searah sana.”

 

***

 

Aku tidak ingin dirinya mengantarku pulang dan tahu keberadaanku karena ia sudah banyak membantuku.

“Aku ingin minta tolong antarkan aku kembali ke kedai karena tasku masih disana dan aku harus menjelaskan beberapa hal kepada pemilik kedai”

“Baiklah,” sambil mengambil jalan memutar.

Sesampainya dikedai sudah agak sepi keadaannya.

“Terima kasih atas pertolonganmu.”

“Tunggu. Apa yang akan kau lakukan?”

“Aku akan masuk dan ingin menjelaskan jika aku bukan seperti seseorang yang dituduhkan wanita itu, lalu kembali bekerja”

Pria itu hanya mengangguk-angguk.

Lalu aku masuk kekedai dan menarik napas panjang, aku berharap semuanya bisa dijelaskan. Pemilik kedai berada diruangannya dan aku mengetuk pintu itu.

Hampir semua rekan seperti memberikan tatapan aneh kepadaku. Mereka juga sangat terkejut setelah kejadian penyiraman tadi pagi.

Tetapi, pemilik kedai tidak mau menerima penjelasanku karena ia yakin bahwa peristiwa itu akan menjadi viral karena banyak orang yang menyaksikannya.

Ia ingin aku segera meninggalkan kedai ini dan mencari pekerjaan ditempat lain. Aku keluar sambil menatap lenganku yang masih terbungkus perban dan merasakan tatapan semua orang dibelakang.

Begini rasanya ditinggalkan sendirian.

Aku sangat sedih dan kesedihan ini hampir pecah tetapi Pria itu yang keluar dari mobilnya dan menatapku dari sisinya seakan menahanku untuk tidak menangis.

Entah apa yang membuatnya masih menungguku, padahal aku sudah mengatakan jangan menunggu.

Pria itu mendekati dan mengatakan akan mengantarku pulang. Benar, aku hanya ingin pulang.

 

***

Pria itu mengantarku sampai kesebuah kos-kosan yang sederhana. Aku merasa canggung dan bingung harus mengucapkan selamat tinggal atau apa.

Setelah menolongku dan bahkan membayari pengobatan bahkan menungguku didepan kedai seakan tahu apa yang akan terjadi padaku.

“Ah, terima kasih banyak. Sekali lagi terima kasih atas pertolongannya,”

Pria itu tidak menjawab apa-apa.

Aku keluar dari mobilnya dan mobil itu terus melaju dari gang sempit ini. Meninggalkan jejak ban yang jarang melewati jalan sempit ini. Ketika aku menaiki anak tangga dan melihat pintu kamar kos-ku.

Aku melihat sebuah tas besar dan dua kardus berisi barang-barang milikku. Pintu kos yang sudah tergembok dari luar dan sebuah surat yang berisi “Lunasi tunggakkan kamar kos selama 6 bulan”, tertanda Ibu Kos.

“Kejam sekali kau bu kos." aku menangis didepan pintu tergembok ini.

Aku berteriak mengeluarkan semua kelelahan.

“Berisiiikk!” seru penghuni kos lainnya.

Bingung mau tidur dimana malam ini. Apakah aku pulang ke kampung saja, tapi apa Ibu akan marah jika aku pulang tanpa membawa apa-apa. Aku akan dipukulnya jika tahu sudah tidak bekerja apalagi dipecat.

Pencet Like, Vote, Rate 5, tambahkan ke favorit dan komen yg banyak ya 😊

Terpopuler

Comments

enkan familla

enkan familla

tolong dong prolog oercakapan yg bener
jangan terlalu sering menggunakan aku dan nya
ceritanya bangus ni

2020-09-11

0

Sugianti Bisri

Sugianti Bisri

jangan coba-coba terjun ke kehidupan malam. bahaya🙈🙈🙈🙈

2020-08-03

0

Jesyca JejeFj

Jesyca JejeFj

Hai kak.. Aku mampir di sini...

2020-06-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!