Episode 5

Semalaman tidak bisa tidur dan baru pagi ini aku terlelap sebentar karena mata yang terpejam tidak ingin mengatup. Tidak percaya dengan yang terjadi pada diriku. Aku membuka ponsel dan terdapat panggilan dari Papa yang tidak terjawab.

Apa yang harus aku jelaskan kepadanya, saat ini bukan waktu yang tepat. Jika aku sudah siap akan kujelaskan semuanya. Aku hanya ingin melanjutkan hidup dan berusaha untuk melupakan Shesa dari hati ini.

Mungkin aku harus mengambil cuti untuk berlibur. Tetapi itu bukan gayaku, aku tidak terbiasa untuk menghindari masalah. Aku tidak yakin bisa, tapi aku harus bisa. Gadis tadi malam yang ada ditempat hiburan itu selalu terbayang diingatanku. Aku tidak bisa melupakannya, apa yang menimpanya sangat menyedihkan.

Aku bergegas ke kantor karena sudah terlambat, pasti jalanan macet. Dari kejauhan aku melihat keributan didepan sebuah kedai kopi.

Aku melihat seseorang yang pernah kutemui sebelumnya, setelah kutegaskan mata ini, ternyata gadis tadi malam yang berurusan dengan seorang wanita tua.

Kenapa gadis itu selalu mendapat masalah, pikirku.

Secara spontan aku memarkirkan mobilku dibahu jalan dan berjalan kearahnya. Gadis itu jatuh kejalanan dan wanita itu mencoba melempar sesuatu ditangannya. Sebuah gelas yang berisi sesuatu didalamnya.

“Bruurr”

“Panas, panas, panas!”

Gadis itu membuka matanya dan berlari entah kemana dan mengguyurku dengan ember berisi air dingin yang langsung membuatku basah kuyub.

“Apa yang kau lakukan?”

“Aku berusaha agar kau tidak terbakar,”

Lalu wanita itu lari ketakutan tanpa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Semua orang hanya menonton dan mengabadikan dengan video mereka. Aku melihat lengannya yang melepuh dan ruam kemerahan, tetapi dia tidak menyadarinya. Aku menariknya untuk mengikutiku dan kubawa kerumah sakit.

 Gadis ini terbuat dari apa, kenapa tangannya yang melepuh tidak merasa kesakitan sedikitpun. Gadis yang aneh, bahkan memikirkan untuk mengguyurku dengan air.

Setelah dokter memeriksa dadaku yang terkena siraman kopi panas ternyata tidak parah hanya dioleskan salep juga beberapa hari akan sembuh. Sedangkan gadis itu cukup parah karena melepuh dan harus diberikan salep dan obat yang diminum.

Gadis ini ingin diantar kembali ke kedai untuk mengambil tasnya dan menjelaskan tentang tuduhan yang tidak benar. Gadis itu tidak mau diantar pulang. Tetapi, ada perasaan yang tidak ingin meninggalkannya seorang diri. Aku hanya akan menunggunya sebentar lagi.

Setelah beberapa menit, gadis itu keluar dengan ekspresi sedih. Aku yakin ada sesuatu yang telah terjadi. Aku keluar dari mobil dan menatapnya dikejauhan. Seakan mengatakan, aku disini menunggumu. Gadis itu melihatku yang hampir menitikkan airmata, tetapi seakan bersinar melihatku berdiri mendekat.

“Aku mengajaknya untuk pulang.”

Aku akan mengantar gadis ini pulang. Paling tidak aku harus tahu dimana tempat tinggalnya. Setelah penolakan yang sudah kuduga sebelumnya, namun kali ini strategiku berhasil, gadis ini akhirnya mau diantar pulang.

Aku masuk kedalam gang sempit dan kumuh. Kos-an yang kecil hanya cukup untuk tempat tidur itu dan kamar mandi yang digunakan bersama-sama. Aku tidak bisa membayangkan kehidupan gadis ini.

Aku meninggalkannya setelah memberikan kartu nama kepadanya. Aku berharap gadis ini segera menghubungiku. Entah kenapa ada perasaan berat meninggalkannya begitu saja. Setelah melewati gang sempit ini aku melihat ponselnya yang tertinggal dijok. Ada alasan untuk kembali kepadanya.

Aku telusuri jalanan gang ini dan memperhatikan landasan yang berlumut, tembok\-tembok yang habis terendam lumpur.  Tendengar seseorang berteriak dan aku berlari mempercepat langkahku.

Menaiki anak tangga yang curam dan licin, aku melihatnya didepan pintu yang tergembok dan sedang menundukkan kepalanya diantara kedua tangannya, memandangi kedua kakinya yang hanya beralaskan sepatu hitam menipis itu.

Tas besar dan dua kardus berisi barang\-barang miliknya. Aku yakin itu miliknya.

“Dimana aku harus tidur malam ini?” ucapannya yang terdalam.

Aku mengambil tas besar dan sebuah kardus dari sisinya menyandar, berencana membawanya kedalam mobil. Gadis itu butuh tempat tinggal untuk malam ini.

“Siapa? Apa yang kau lakukan?” sahutnya terkejut.

“Aku akan mencarikanmu tempat tinggal, ikutlah denganku.” sembari membawa barang\-barang yang berat ini

“Tunggu, aku akan kerumah temanku, kau tidak perlu kuatir.” tukasnya menolak.

“Heem. Baiklah, aku akan antar kau kerumah temanmu,”

‘Gadis itu hanya diam saja, seakan kebohongannya terbongkar’

“Sudah kuduga. Ayo ikut denganku.” pungkasku memaksanya.

‘Paling tidak dia tidak pandai berbohong’ pikirku.

 

***

 

Aku dibawa kesebuah rumah yang menurutku sangat bagus dan nyaman. Rumah berlantai dua, meskipun modern tetapi terkesan hangat. Rumahnya tidak terlalu besar, aku menyukainya, suatu saat aku ingin memiliki rumah seperti ini dan tinggal bersama seseorang yang kucintai.

“Ayo, kita sudah sampai.” ucapnya.

“Tunggu. Apa istrimu tidak keberatan mengajak seorang wanita kerumah?”

“Haha. Apa aku sudah setua itu ... Masuklah!” sahutnya menawarkan.

Aku tidak mengerti maksud dari tawanya.

Memasuki rumahnya dan semua yang tertata rapih, mungkin istrinya seseorang yang sangat mengutamakan kebersihan. Semuanya terlihat sangat tertata dan indah.

Aku bingung menaruh barangku yang berupa kardus dan tas besar kain berbau apek ini. Aku merasa tidak nyaman dirumah sebagus ini, apalagi barang-barangku yang apabila disandingkan dengan lantai marmer ini mungkin akan menjerit.

“Silakan duduk aku ambilkan minum,”

“Ah ... tidak usah repot-repot aku ambil sendiri saja, aku sudah biasa....” sahutku yang mengikutinya ke dapur.

“Ini ponselmu ketinggalan dimobil, aku ganti pakaian dulu,” menaruhnya diatas meja makan.

Aku hanya menganggukkan kepala.

Menuangkan air mineral kedalam gelas bening ini lalu duduk dibangku meja makan.

 

Pria itu melihatku dari arah belakang dan duduk disampingku yang dihadapannya sudah kuletakkan sebuah gelas yang berisi air juga.

Aku merasa tidak enak untuk menatapnya langsung, tetapi aku sangat penasaran untuk menanyakannya.

“Oya namaku Basundara, biasanya dipanggil Dara,” meminum seteguk air.

“Aku tahu,”

“Apa, kau tahu darimana?”

“Mungkin kau lupa kalau kita pernah bertemu kemarin malam didepan tempat karaoke itu,”

“Oh Tuhan kau ... kau pria yang menolongku waktu itu dan hari ini juga, maaf aku tidak mengenali karena malam itu sangat gelap.” jemariku menunjuk kearahnya seakan teringat semuanya.

“Tidak apa-apa, ini hanya kebetulan saja.”

“Oiya ... apa istrimu belum pulang bekerja?”

“Aku belum menikah.”

“Bagaimana dengan orangtuamu?”

“Sudah sejak lima tahun yang lalu aku membeli rumah ini dan tinggal mandiri.”

“Kalau begitu kau sendirian disini?”

Dirumah yang cukup besar dan luas ini. Tinggal sendirian, apa yang kurang darinya. Melihat sekeliling interior yang modern.

“Ya,”

“Lalu, aku akan menginap disini, dirumahmu?”

“Ya, jika kau tidak keberatan,”

“Aku keberatan, hanya saja mungkin ini jalan satu-satunya daripada harus tidur ditaman kota.” 

“Kau pernah tidur ditaman?”

“Iya, aku pernah dan hampir digelandang ke kantor polisi karena dikira mengemis.”

Aku menguap karena sangat mengantuk. Tubuhnya sudah sangat lelah.

“Hmm, baiklah kamarmu dibawah dan kamarku diatas. Selamat istirahat.” sahutnya yang melihatku lelah.

“Ya.” segera kulangkahkan kaki ini kekamar yang ditunjuknya, setelah dirinya naik melalui tangga itu.

Kamar yang sangat bersih, kasur besar yang empuk. Ini seperti hotel, meskipun aku belum pernah menginap dihotel.

“Tok..tok”

"Ada apa?" sembari membuka pintu.

“Ini selimut tambahan dan bisa kan memasang spreinya sendiri?” tanyanya.

“B-bisa, aku bisa.”

“Baiklah, selamat tidur,”

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala.

Keesokan paginya, aku hanya membawa tas ranselku dan beberapa baju saja. Aku meninggalkan barang-barang itu dikamar rumahnya. Aku berharap pria yang bernama

Raka itu tidak keberatan jika aku menitipkan barang-barang rongsokan itu disana.  

Aku menuliskan sebuah catatan untuknya, jika aku sangat berterima kasih telah membantuku dan memberikan tempat tinggal. Namun, aku harus kembali ke kampung karena peruntunganku dikota sudah habis.

Berjalan menuju halte bis terdekat, cukup jauh aku berjalan ditengah udara dingin yang masih pagi ini. Lampu-lampu rumah yang masih menyala dan hanya suara langkahku yang menderap perlahan memecah kesunyian.

Aku cukup senang masih bisa berjalan dimuka bumi ini, meskipun tanpa harga diri. Mungkin kehidupan di kota memang tidak cocok untuk orang kampung sepertiku.

Sesampainya dihalte bis masih sepi. Bis akan tiba sejam kemudian, mungkin aku bisa memejamkan mata sambil menunggu kedatangannya. Ketika hangatnya mentari mulai menyinari wajahku yang masih mengantuk ini.

Terdengar lirih seseorang disampingku tertawa geli. Mereka adalah sepasang anak sekolah berseragam yang sedang melihat ponselnya. Kemudian beralih dengan gambar selanjutnya yang mengubah ekspresi mereka menjadi takut dan marah.

Aku mendekati dan mencoba melihat gambar pada ponsel itu. Ternyata sebuah unggahan video yang memperlihatkan kejadian kemarin pagi dimana aku dilabrak oleh seorang wanita dan disebut sebagai perayu suaminya.

Spontan kututupi wajahku dengan masker yang kuambil dari kantong ransel.

Ponselku berdering, Ibu meneleponku seperti ada hal yang genting.

“Dara! Apa yang kamu lakukan. Bikin malu Ibu saja, dasar anak durhaka. Ibu menyuruhmu bekerja untuk membiaya adikmu yang masih sekolah bukan merayu suami orang,”

Oh Tuhan, apalagi ini.

“Dara jawab. Mau taruh dimana muka Ibu ini Dara!” Ibu yang emosional hingga menangis.

Aku hanya bisa menggantungkan sambungan itu.

“Apa Ibu tidak tahu jika aku juga terluka?”

“Apa yang kau katakan?”

Airmata ini berdentang jatuh diatas lenganku yang masih terbalut perban. Aku merasa sendirian didunia yang luas ini. Bagaimana aku bisa berlari sampai ke ujungnya dengan berjalan tegak.

Jika melangkah saja kesulitan, Ibu bolehkah aku pulang kepelukanmu. Aku hanya ingin pulang Ibu. Airmata ini jatuh berkali\-kali meskipun sekuat tenaga menahannya.

“Ibu bolehkah aku pulang kekampung? Aku lelah Ibu. Aku ingin pulang.”

“Untuk apa kau pulang, lebih baik kau disana mencari uang, yah?”

“Jika kau pulang, kau hanya akan diarak keliling kampung. Sebaiknya kau....”

Sambungan itu pun terputus.

Ibu kenapa hanya aku yang harus membanting tulang demi keluarga kita, kenapa mas Aria tidak kau tuntut juga.

Tersungkur dalam ratapan kesedihan, merangkak dibalik tiang halte yang menutupi pandangan. Aku tidak ingin orang lain melihatnya. Seorang yang sedang meratapi hidupnya yang tidak bisa keluar dari kesialannya.

pencet like, vote, rate 5, tambahkan ke favorit kalian dan komen yg banyak ya😊👍

 

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

agak bingung bacanya...

klu cerita dr sudut pandang seseorang biasanya di atas ada keterangannya..

pov dara..
atau
pov si a..
atau
pov si b..

jd g bikin bingung yg bc thor..
maaf ya sedikit masukan...

2020-09-27

0

Tri Ani

Tri Ani

hai aq mampir, feedback ya

2020-08-04

0

Sugianti Bisri

Sugianti Bisri

lanjut Thor 💪💪💪💪

2020-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!