Ijab qobul

Nara menatap langit langit kamar nya dengan tatapan kosong. Fikiran nya terus di penuhi oleh Dion apakah mungkin Cowok itu hanya mempermainkan nya? Di tengah kesibukan nya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Ponsel Nara tiba-tiba saja berbunyi menandakan ada sebuah notifikasi masuk ke iPhone milik nya.

"Siapa sih malam malam gini? ganggu menuju pintu utama, namun mbil membuka IP nya.

Manusia iblis:/

“Keluar, gue di depan!”

Seketika Nara melompat dari tempat tidur nya dan berlari menuju jendela kamar nya.

"Lah buset dah itu Dion,ngapain lagi coba."Gadis itu menggerutu kesal sambil terus mengintip dari balik tirai seperti maling di rumah nya sendiri.

"Turun enggak yah,turun enggak yahh...??? Turun aja deh...” Nara hendak melangkah menuju pintu namun langkah nya kembali terhenti,”Eh jangan deh,gue kan lagi ngambek!!! Ahh bodo Turun aja dah udah nanggung." Celutuk Nara berbicara pada diri nya sendiri, lalu berlari menuju Lantai bawah dengan cepat dan gesit.

"Astagfirullah ada setannnn!” Sentak Nara, begitu pintu rumah sudah terbuka dan menampilkan wajah tampan Dion.

"Ikut gue,” Balas Dion acuh.

"Ngapain? Kemana?? Ogah ah udah ngantuk." Bantah Nara yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Dion.

"Mau gue gendong?"

"Ih ogah banget,sana pulang gue pengen tidur,” Nara merutuk malas dan hendak menutup pintu utama rumah besar nya.

Belum juga tertutup sempurna, pintu sudah terbuka kembali dan detik itu juga tubuh Nara terangkat di gendongan Dion, "oke gue gendong," putus nya.

Nara melirik arloji nya yang kini berwarna hitam yang menunjukan jam 10:47pm. Dion membawanya ke sebuah gerobak sate di pinggir jalan yang lumayan masih ramai.

"Makan." Perintah Dion sambil menyodorkan sepiring sate yang sial nya terlihat begitu mengguyurkan di matanya.

"Ga, ga laper!"

"Makan Nara.”

"Gama-.."

Belum lagi Nara selesai berbicara,sebuah dengungan di perut nya membuatnya malu setengah mati.

Perut sialan!

Al hasil,Dion malah tersenyum mengejek ke arah nya.

"Perut lo ga bisa bohong,"Dion terkekeh sambil memakan sate nya dengan santai, "Makan," perintah nya lagi.

Dengan perasaan kesal, Nara meraih setusuk sate dan menggigit nya kasar sambil mengumpat tidak jelas.

Lagi- lagi Dion terkekeh melihat Nara yang terus mengomel tidak jelas, tangan nya terangkat untuk mengusap pinggiran bibir gadis itu yang belepotan, “kalau makan, Pelan-pelan aja ini sampai belepotan." Ucapnya tersenyum manis ke Nara, ha yang membuat Nara langsung terdiam . Dion mengangguk sambil tersenyum, "Gue tau lo lagi laper,tapi. Pelan- pelan aja,yah.”

Byurrrr!!

Nara menyiram wajah menyebalkan Dion dengan air di gelas nya,Bisa-bisa nya cowok itu membuat nya terbang namun dengan gampang nya di jatuhkan begitu saja.

I

"Woy anjir muka gue,yaelah." Dion menggerutu mengambil tisu dan mengusap wajah nya yang basah akibat serangan mendongak gadis itu. “Lo dendam apa sama gue Ra? Kenapa jadi muka gue yang jadi sasaran.”

"Muka lo tuh yang ngeselin, berasa pengen nabok aja setiap ngelihat."Nara berucap santai memakan sate nya yang mulai terasa nikmat.

"Lo gatau berapa banyak cewek di luar sana yang ngagumin muka gue.”

"Ya terus kenapa lo gak dekati salah satunya aja? Napa harus gue?"

Dion terdiam, ia tidak punya jawaban untuk itu, ia sendiri juga tidak tau mengapa ia memilih Nara dari sekian banyak wanita di luar sana ,soal pernikahan itu ia pun hanya asal karena ia tidak suka penolakan.

Nara tersenyum miring, “Diam kan lo?" Ia terkekeh lalu meneguk air minum nya.

"Pernikahan bukan mainan, Yon, gue sama kayak cewek lain di luar sana yang pengen nikah sama orang yang mereka sayang. Menikah di umur yang menurut mereka pas untuk menjalin kehidupan baru,” ia melirik Dion yang terdiam, “sedangkan kita? Kita belum cukup seminggu saling kenal dan lo? Lo udah maksa gue nikah? Di saat gue masih kls 1 SMA?" Nara menggeleng tidak habis fikir, "saling sayang enggak, perjodohan juga enggak.” Nara terkekeh sinis.

“Kita gak punya alasan untuk menikah.”

Dion menghela nafas pelan lalu akhirnya berdiri menarik lengan Nara, "Ayok."

Nara jelas saja menjadi bingung, ia menatap Dion dengan aneh.

"Kemana?"

"Bikin alasan biar kita bisa nikah.”

Dahi Nara mengernyit, dalam hati ia sudah was-was sendiri, "Caranya?"

Dion tersenyum nakal, "Bikin anak.”

🍃

"Mamaaaaaaaaaa," Nara melompati dua anak tangga terakhir dan berlari memeluk mama nya, "Mama kok lama banget pulang nya,"ujar gadis itu cemberut.

"Mama ngurusin nikahan kamu sayang,"ucap Ana-mama Nara dengan intonasi yang begitu lembut.

"Maaa Nara itu gamau nikahhh, kan masih sekolah,” Rengek gadis itu.

Ana tersenyum lembut menatap anak semata wayang nya, “Nara gaboleh gitu, nolak niatan baik itu ga bagus. Keluarga calon suami kamu kan juga udah siapin semuanya.”

“Jadi kalau yang ngelamar Nara itu om-om duda yang punya 5 anak, mama gak bakalan nolak? Kan sama aja, sama-sama niat baik.” Kesal Nara yang di hadiahi jitakan kecil di kepalanya.

“Yaaa itu beda lagi ceritanya Nara.” Ana menggeleng-gelengkan kepalanya. Jelas itu hal yang sangat berbeda.

Nara menghentak-hentakkan kaki nya kesal, “Lagian kan, masih lama Mahh, kan bisa di Cancel aja atau aku di tuker aja sama cewek lain.

Ana terkekeh gemas, "lama apanya?orang nge rencana in nya lusa kok.”

Mata Nara melotot tidak percaya, "lusa?" Secepat itu?

Ana mengangguk mengiyakan, "Di percepat, kata calon mantu mama biar kamu gak lari katanya.”

Bahu Nara merosot lemas, ia terduduk di sofa ruang keluarga nya "Maaaaa!"

"Udah, soal sekolah kamu, kamu bakal tetap sekolah kok, kamu lupa? Sekolahan kamu atas nama keluarga nya siapa?"

Nara mendongak acuh, ia tidak peduli sekalipun itu sekolah milik emak nya. "Gatau,” Gumam nya malas.

"Keluarga nya Dion,Nak, katanya pernikahan kalian di rahasiain aja dulu sampai lulus.” Jelas nya sambil mengipas-ngipas kan tangan ke wajah nya. “Udah mama mau istirahat dulu," Ana melangkah menjauh menghiraukan wajah memelas Nara.

Selepas Mama nya pergi, Nara mendengus keras sambil mancak-mancak tidak jelas,“Sialan tuh manusia iblis. Awas aja yah klo ketemu gue.”

Ting-tonggg..

Suara bel yang berbunyi menghentikan rengekan Nara, ia dengan malas berjalan sempoyongan menuju pintu utama. Namun sebelum membuka pintu, ia menyempatkan diri untuk mengintip lebih dulu di jendela yang kebetulan terletak di samping pintu. Kebiasaan yang selalu Nara lakukan, jaga jaga kalau penjahat yang menunggunya di depan sana.

Senyum Nara mengembang sempurna, baru juga di bicarain udah datang juga. Matanya memicing melirik sekitar, mencari kiranya benda apa yang dapat ia gunakan sebagai alat perang nya. Tidak jauh dari tempat nya berdiri,matanya berbinar ketika menemukan target nya. Buru-buru ia meraih vas bunga di atas meja hias di samping nya, ia mengeluarkan bunga nya dan menyisakan air nya saja.

Nara berdiri di depan pintu, satu tangan nya menggenggam gagang pintu dan satunya lagi memegang vas berisi air, “Mampus lo," dengan sigap ia membuka pintu dan menyiram air itu ke arah depan, berharap air itu melayang mengenai target nya .

Krik krik, tidak ada suara apa-apa selain suara air yang menghantam lantai. Nara membuka matanya dan tidak mendapati seorang pun di depan nya, “Lahhh?"

"Napa lo?"

"Huaaaaaaaa!!!”

Bughhh!

"Awwwww!

Bokong Nara terhempas keras mengenai lantai, bagaimana tidak, Ia terkejut ketika melihat Dion berjongkok di depan nya sepertinya sedang mengikat tali sepatu milik nya. Sangat beruntung, ia menunduk di saat yang tepat.

Nara tergagap menyembunyikan vas bunga yang sudah kosong ke belakang nya, “Lo?"

Alis Dion terangkat bingung, ia berbalik dan detik itu ia mengerti. Nara mencoba menyirami nya air namun tidak berhasil karena Dion menunduk membenarkan tali sepatu nya.

Dion tertawa, "kasihan, percobaan balas dendam nya gagal." Dion melangkah masuk melawati Nara begitu saja sambil terus tertawa.

"Woyy! rumah gue mau ngapain lo!!!" Teriak Nara kesal.

"Meat And great sama calon mertua gue.”

"Bangs... astadjim mulut gue.”

***

Seorang gadis dengan balutan gaun putih tulang sebatas dada menatap pantulan dirinya di depan sebuah cermin full body di depan nya. Sangat cantik, sangat sempurna. Bahkan ia sendiri pun mengagumi dirinya sendiri, gaun itu begitu pas begitu melekat di tubuh nya.

Namun begitu ingat tujuan ia memakai gaun itu,senyumnya berlahan memudar di gantikan dengan raut wajah yang seolah tertekan. Ia suka gaun itu, tapi ia tidak suka alasannya memakai gaun itu.

Nara menghembuskan nafas nya lelah, ia mendudukkan dirinya di sebuah kursi di depan meja rias. Ia telah selesai di dandani beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba saja ingatan nya tertuju pada buku Novel yang baru saja ia baca tadi malam, novel yang menceritakan seorang gadis cantik yang dengan pintar nya berhasil melarikan diri di hari pernikahan nya.

Lagi-lagi ia menghela nafas, andai saja ia memiliki keberanian seperti tokoh wanita dalam novel itu. Sayangnya ia tidak se berani itu, melarikan diri di detik-detik terakhir seperti ini sama saja akan mempermalukan Mamanya juga keluarga Dion.

Di tengah-tengah lamunan Nara yang tidak masuk akal itu, suara pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ke arah nya.

Nara menoleh dan ikut tersenyum mendapati bunda Dion yang berjalan menuju dirinya.

“Bunda,” Sapa Nara sopan, se enggan apapun ia menjalankan pernikahan ini, ia tidak mungkin akan bertindak tidak sopan di depan wanita yang begitu baik padanya.

“Calon menantu bunda cantik banget!” Puji nya tulus. Benar saja, siapapun yang melihat gadis itu, pasti akan berfikiran yang sama.

Nara hanya membalasnya dengan senyuman. Mood nya sedang tidak bagus, ia tidak ingin merusak suasana jika saja ia angkat bicara.

Tatapan Bunda Dion yang tadinya berbinar kini berangsur-angsur menjadi teduh. Ia menarik satu tangan Nara dan menggenggamnya lembut.

“Maafin Dion yah, Nak.”

Mendengar itu, mata Nara tiba-tiba saja berkaca-kaca. “Nara gapapa kok bunda,” ucap nya berusaha memaksakan senyum.

“Bunda tau, Dion maksa kamu buat nikah sama dia. Maafin bunda yang gabisa Nahan dia.” Ucap wanita itu lirih.

Walaupun ucapan itu memang benar adanya, tapi Nara tidak ingin menyalahkan siapapun. Yah kecuali Dion.

“Bunda, Bunda gak salah kok. Hanya saja Nara sedikit takut.”

“Nara takut kenapa,hmm?”

“Nara takut kalau sebenarnya Dion hanya main-main buat nikahin Nara.”

Senyum wanita itu perlahan-lahan terbit. “Bunda tau Dion,Nak. Dia tidak pernah main-main dalam hal serius seperti ini.”

“Kalau boleh tau,kamu sayang sama dia?” Tanya wanita itu hati-hati. Dan sesuai dugaan nya, Nara menggeleng pelan.

“Maafin Nara.” Gumam nya merasa tidak enak atas jawaban nya.

“Tidak apa,Nak. Cinta datang karna terbiasa, dan cepat atau lambat kalian bakalan ngerasain perasaan itu.” Ungkap nya dengan senyum yang benar-benar tulus.

Suara pintu yang di buka dari luar kembali terdengar, membuat perhatian dua orang di dalam sana teralihkan.

Orang yang ternyata Ana itu tersenyum menatap kedua orang di depan nya. “Ayo, Nak. Acaranya sudah akan di mulai.”

***

Suara alunan musik akustik mengalun pelan di dalam ruangan berdekorasi mewah dan elegan itu.

Beberapa orang yang hadir terlihat tengah berbincang-bincang santai dan ada juga yang tengah menikmati beberapa kudapan yang di sediakan. Semua orang terlihat bahagia tentu saja, ya kecuali satu orang yang mengenakan gaun pengantin di atas altar.

Begitu tamu yang datang menyalami mereka turun dari altar. Nara menghembuskan nafas nya pelan, raut wajah nya yang tadi terlihat bahagia kini berubah menjadi murung tertekan. Ia lelah terus memaksakan senyum nya di hadapan para tamu yang hadir. Ijab qobul telah di laksanakan pagi tadi kini hanyalah resepsi kecil-kecilan dimana hanya keluarga yang di undang.

Dion yang tadinya memandang para tamu, kini menoleh menatap Nara yang menampilkan ekspresi tertekan.

“Muka tertekan lo terlalu kentara.” Gumam Dion.

Nara mendengus malas. “Nutupin fakta itu ga gabus.” Ketus nya memilih untuk menghempaskan tubuh nya ke singgasana pengantin mereka. “Hahhhh...” keluhnya. “Gue capek pengen mandi, terus tidur.” Mata gadis itu tertutup mencoba untuk menenangkan dirinya, ternyata urusan pernikahan itu benar-benar melelahkan.

“Yaudah yuk.” Ajak Dion memandang Nara penuh arti.

Mata gadis itu terbuka dan balik menatap Dion meneliti. “Kemana?”

“Ke kamar pengantin kita lah.”

Mata Nara memicing namun akhirnya tatapan gadis itu berubah tajam. “Jangan macam-macam lo sama gue.” Ancam nya.

Dion terkekeh pelan, “Lah? Emang gue ngapain?”

Nara memutar matanya malas. “Jangan fikir gue ga ngerti otak busuk dan fikiran mesum lo itu.” Gerutunya, “Satu hal yang gue mau perjelas di dalam pernikahan sialan ini.”

Dion mengernyitkan dahi nya menunggu lanjutkan kalimat gadis itu.

“Jangan sekali-kali lo nyentuh gue kalau itu berkaitan dengan muasin nafsu bejad lo itu.” Peringat Nara serius.

“Lah kenapa?”

“Haram.”

Mendengar kata haram yang di ucapkan oleh Nara membuat perut Dion terasa menggelitik, ia tertawa setelahnya. “Ya itu karna lo haram makanya gue halalin tadi pagi tolol.” Ledek Dion penuh rasa kemenangan.

“Lo fikir gue nikahin lo cuma buat jadiin lo babu gue?” Kekeh Dion. Yang tentu saja ia hanya bercanda.

Mata Nara melotot menatap Dion? “Lo!!! Enak aja gue di rumah di perlakuin kayak ratu sama mak gue. Enak aja lo mau ngambil gue buat di jadiin babu.” Sinis gadis itu tidak terima.

“Eh jangan salah, selain itu gue juga punya maksud lain.” Ucap Dion lagi di sertai dengan seringai tipis di wajah nya.

“Engghh?”

“Ngepuasin nafsu gue lah.” Jawab Dion santai dengan wajah puas.

Nara yang mendengar itu sontak memandang Dion dengan tampang horor, bulu kuduk nya meremang seketika. Bahkan bibirnya sudah berkedut menahan segala umpatan yang tertampung di ujung lidah nya. Andai ini tempat sepi, sudah sejak tadi ia melayangkan satu bogeman mentah pada wajah menjengkelkan pria yang baru satu jam yang lalu sah menjadi suami nya. Namun sayangnya niat jahatnya itu tidak dapat ia laksanakan jika ia tidak ingin menjadi pusat perhatian sebagai seorang istri yang menggepok suaminya di atas altar pernikahan.

Menyadari wajah kesal istri nya, Dion rasanya ingin tertawa besar saat itu juga. Ia tau bagaimana gadis itu menahan diri untuk tidak memberinya pelajaran.

Melihat bagaimana raut wajah puas Dion, ia tersadar kalau Dion tengah menggoda nya. Menyadari itu, ia mendengus kesal dengan wajah cemberut. “Lo ngeselin.” Rengek nya.

Tawa Dion susah tidak tertahan lagi, hingga beberapa tamu menoleh dan tersenyum begitu mendengar tawa pria itu. Di fikiran nya, Nara dan Dion adalah sepasang pasutri muda yang bahagia.

Merasakan kalau mereka tengah menjadi pusat perhatian, Nara menyenggol lengan Dion pelan hingga pria itu berdehem pelan mencoba untuk menghentikan tawa nya yang masih sangat ingin ia lanjutkan.

Dion melirik Nara yang mendelik kesal ke arah nya, dengan gerakan lamban pria itu mengangkat kedua jarinya membentuk tanda V. “Hehe, sorry kelepasan.” Gumam nya pelan.

***

Begitu selesai dengan urusan pernikahan yang rumit. Nara dan Dion kini sudah berada di depan apartemen yang akan mereka tempati mulai sekarang. Nara yang masih mengenakan gaun resepsi tadi terasa kesulitan begitu membawa satu koper besar milik nya. Sebenarnya ia sangat enggan untuk serumah dengan Dion namun apa daya nya? Ia kini adalah seorang istri, dimana itu artinya ia harus terus berada di bawah tanggung jawab Dion.

“Sini gue yang bawain.” Ucap nya begitu Nara yang kesusahan.

“Tadi kek!” Gerutu gadis itu dan dengan gerakan cepat melepas gagang kopernya dan berlalu begitu saja.

Melihat itu Dion hanya mampu untuk geleng-geleng kepala. “Dasar tidak tau terima kasih!.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!