Aku di sebuah minimarket. Ku beli minuman segar, dan ku bawa duduk di depan teras sendirian. Tak lupa, aku menyeduh Pop mie untuk sarapan.
"Menyebalkan. Kenapa belakangan ini, ada ada saja yang mengajakku berkelahi?"
Aku menggerutu, sembari memakan mie ku yang terasa sangat nikmat kali ini.
"Kok ngemie lagi?"
Aku mendongakkan kepala, dan menatap pria itu lagi.
"Kamu lagi..." ucapku, sembari menyingkirkan mi dan minumanku darinya.
"Yeeee, takut. Kamu kira, aku belum punya duit mau beli begituan? Nih, aku udah beli banyak." ledeknya padaku, sembari memperlihatkan isi kreseknya.
"Ngapain sih, ketemu terus? Bikin bete aja."
"Lah, mana ku tahu. Kan aku bilang, aku bakal dateng ketika ada orang mikirin aku. Mungkin, diem-diem kamu menyimpan perasaan sama aku." Ia mengedipkan matanya padaku.
"Wuueeeeek! Iya, rasa.. Rasa pengen muntah." ledekku.
Aku tak meladeninya lagi. Ia pun memakan makanannya di dekatku, dan mengeluarkan semua camilan yang Ia berikan untukku. Semuanya makanan anak-anak, dari coklat, susu, smack. Aku sendiri heran, untuk apa Ia memberikan semua itu padaku.
" Eh, kok diem? Ayo makan, sebagai ganti tadi malem. Lumayan, markir tadi dapet Lima puluh ribu."
Aku pun bergerak memakan camilan itu. Ia pun tampak senang kelihatannya.
"Pekerjaanmu apa?" tanyaku padanya.
"Kan udah dibang, apa aja, yang penting dapat sesuap nasi. Kok, nanya lagi."
"Aku ngga percaya."
"Terus, kamu maunya aku jawab apa? Aku adalah seorang pembunuh bayaran, begitu?"
Aku terkekeh hingga perutku sakit rasanya. Andai aku tak malu, mungkin aku akan berguling-guling di lantai dengan tawa itu.
"Malah ketawa." ucapnya.
"Gimana ngga ketawa, kalau kamu bilang, kamu pembunuh bayaran. Tampang kayak kamu, bunuh cicak aja mungkin takut." ledekku padanya.
"Kok bisa kamu ngomong begitu? Kamu ngga bisa menilai orang, hanya karena tampang loh."
"Iya kah? Tapi nyatanya, tebakanku selalu benar." kami melanjutkan obrolan, hingga tak terasa adzan dzuhur.
Aku pun segera membereskan sisa makananku, dan pulang dari sana. Karena jam segini, Bu Tutik akan menjemput anaknya pulang. Dan aku tak mau mewakilinya. Aku tak mau, jika anaknya nanti akan jadi bulan-bulanan orang lain karena dekat denganku.
"Nih, Bu_motornya. Udah ku isikan minyak full, tadi." ucapku.
"Kamu darimana? Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Udah lah, Ibu tahu kalau kamu lagi ada masalah." balas Bu Tutik, yang sudah rapi dengan gamisnya.
"Hidup Intan, bukannya selalu ada masalah. Apalagi, masalah sama istri orang. Karena suaminya yang selalu negjar-ngejar Intan." candaku.
"Kalau itu, Ibu juga sudah khatam, Tan. Yang lain, apa yang kamu sembunyikan?" paksanya padaku.
"Lihat jam, Bu. Ifa udah minta jemput tuh, kasihan kalau nunggu kelamaan."
Aku pun berlari menghindari hujaman pertanyaan dari nya, segera masuk dan kembali merebahkan tubuhku..
"Ibu ingin tahu? Intan ingun kuliah lagi seperti dulu. Meskipun statusnya cuti, tapi rasanya sudah terlalu lama pergi." gumamku.
Aku membuka brankas, berisi buku, tas, dan almamater kampusku.
Aku pernah kuliah, sudah Empat semester kala itu. Tapi, berhenti karena biaya, dan semua mahasiswa di sana sudah tahu apa pekerjaanku.
" Bukan tak tahan Bulian. Tapi, hanya ingin tak memperkeruh keadaan."
Padahal, aku begitu ingin menjadi seorang dokter. Karena itu memang cita-cita ku sejak kecil, dan selalu di dukung oleh Ibu. Tapi, sekeras apapun aku berusaha, aku seperti begitu sulit menggapai semua mimpiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Wie Yanah
smgt intan smga dgn kuliah dpt bergaul dgn org" yg berilmu,,, jd bs brbh💪💪💪🙏🥰
2021-12-09
1