100 Hari Mencintaimu
"Aaarrrkhhh! Sakit, Lan_Pelan-pelan." ucapku ketika Wulan sedang membantu membersihkan semua luka dan memar di tubuhku.
"Iya, Maaf. Ini udah pelan, tapi parah banget lukamu." jawab Wulan.
"Maaf Tan, gue lupa bilang kalau Tuan Frans itu suka mukul dan nyiksa kalau lagi behubungan." sambung Nina.
"Aish... Penderita Sodomasokisme." gerutuku, seraya terus memegangi bibirku yang berdarah dan nyaris robek.
Sadomasokisme hampir mirip dengan ederasinisme, hanya saya mereka merasa terpuaskan saat berhubungan **** ketika menyakiti pasangannya. Semakin pasangannya merasa kesakitan mereka merasa ekspresi kesakitannya tersebut sebagai pembangkit gairah. Biasanya penderita Sadomasokisme dilatarbelakangi oleh tindakan kekerasan seksual di masa lalu.
Aku hanya bisa menghela nafas dan kembali merenungi nasibku. Karena hal ini, aku hanya bisa melayani Satu pria. Padahal, ada beberapa yang menagih janji untuk bertemu denganku di luar.
"Untung dia kasih tips banyak tadi. Lumayan, buat berobat." ucapku dengan menghitung lembaran uang di tangan. Lalu aku memberikan selembar merah pada Wulan dan Nina.
Mereka teman Satu profesiku di rumah Madam Lola. Teman satu profesi dalam mengerjakan semua pekerjaan haram ini.
Ya, haram memang. Tapi ini yang bisa aku lakukan untuk mendapat uang secara cepat, dan membayar samua pengobatan ayah di Rumah sakit jiwa.
Kadang timbul juga pertanyaan, Kenapa harus membiayainya, semantara Ia juga tak pernah mengingatku sebagai anaknya. Dan selama ini, Ia selalu menyiksaku atas ketidakpuasan dalam hidupnya.
Malam ini, aku terbaring lagi di atas ranjang kotorku. Di ranjang itu, sudah tak terhitung lagi berapa pria yang sudah menikmati tubuhku. Dari pejabat, pengusaha, bahkan anak SMA yang hanya bisa membayarku setengah dari harga normal.
Terkadang itu membuatku tertawa sendiri. Seolah aku adalah guru mereka dalam pelajaran sexualitas. Lucu, ketika aku membayangkan hal itu apalagi dengan semua kepolosan mereka.
Semua berawal dari Tiga tahun lalu, saat Ayah mulai depresi dengan karirnya yang hancur. Ia adalah seorang mandor senior, yang kinerjanya sudah begitu di akui perusahaan. Tak jarang, Ia pun menjadi jalan orang untuk ikut masuk ke perusahaan tersebut untuk menjadi pegawai di sana.
Tiga tahun lalu.
Pyaaaarrr!!!
Sebuah gelas melayang dan menabrak tembok rumah yang berwarna putih itu. Kini kotor dengan noda hitam kopi dari Ayahku yang lagi-lagi harus mengamuk.
"Kau lihat? Kau lihat di sana! Tak ada satu pun yang mengingat jasa ayahmu ini. Jasa yang telah ayah berikan untuk mereka yang membutuhkan pekerjaan di perusahaan itu."
"Yah, tenang lah..." tangisku yang kembali takut padanya.
"Kau bilang tenang? Kau tak tahu apa-apa tentang semua ini, Intan. Saat dulu, ayah masih berjaya dengan posisi itu, mereka semua berbondong-bondong menghampiri ayah dengan segala rayuan lembutnya. Meminta anak mereka agar dapat masuk dan bekerja di sana. Tapi kini? Setelah mereka naik, dan ayah mulai turun. Mereka semua menutup mata atas jasa yang telah ayah berikan! Tak tahu terimakasih!" ucap Ayah, yang kali ini menggebrak meja makan.
" Sudah lah, Yah. Ikhlasin aja, mau gimana lagi coba? Masa iya, mau datengin mereka Satu persatu, terus minta uang jasa? Malu, yah." jawabku, seraya membersihkan pecahan gelas itu.
Ayah tak menjawab, Ia hanya menatapku dengan tajam lalu menghampiriku. Dan, Ia menginjak tanganku dengan kaca di bawahnya.
"Aaaarghhh! Sakit yah, jangan yah... Ampun." pekikku dengan segala air mata yang bahkan nyaris kering.
"Luka mu itu, masih bisa di obati dengan kain kasa dan betadine. Tapi luka ayah? Tak ada yang akan bisa mengobatinya." jawabnya, dengan nada datar dan masih menatapku dengan tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
maulana ya_manna
mampir thor.....
2022-05-01
0
Wina Yuliani
ada yg menarik mataku utk mampit kesini😄
2022-03-04
0
atin p
gila beneran si ayah ini....
2022-01-25
0