8. Selamat Datang Kembali

Lebih dari seminggu berlalu. Seperti biasa, Sakura tetap menyembunyikan pekerjaannya dari sang suami. Meski pada nyatanya, akhir-akhir ini banyak yang mulai tahu tentang pekerjaan Sakura. Gadis itu sudah merasa siap jika suaminya tahu tentang dirinya yang sebenarnya. Walaupun ia belum bisa menerka apa yang akan dilakukan Sasuke setelah tahu pekerjaannya.

Pagi tadi, Sakura mendapat kabar dari Neji bahwa kedua orang tuanya boleh pulang hari ini. Gadis itu tak ingin bertemu kedua orang tuanya untuk saat ini. Sakura tak siap jika ditanya kemana ayah dan ibunya. Akhirnya, terdampar lah Sakura di ruang perawatan Karin. Ia sama sekali tak berniat ke ruangan Karin. Kaki jenjangnya justru menuntunnya ke sana.

Gadis itu mendapati Karin berbaring termenung di tempatnya. Sarapan pagi yang di antarkan petugas rumah sakit masih belum terjamah oleh Karin. Wanita itu baru menyadari keberadaan Sakura saat gadis itu sudah di sampingnya. Sakura tersenyum pada Karin.

"Si gulali ternyata," ucap Karin dengan lemah.

"Ohayou, Karin-san," sapa Sakura dengan ramahnya.

"Mau apa kau ke sini?" tanya Karin dengan sinis.

"Hanya menjengukmu," jawab Sakura.

Hening sesaat. Sakura memperhatikan bubur yang masih utuh di mangkuk itu. Juga dua buah apel dan seiris pisang di dekatnya. Segelas air minum pun tersaji.

"Kenapa kau belum memakan sarapanmu?" tanya Sakura. Ia mendekati makanan di nakas dekat Karin.

Gadis bersurai soft pink itu meraih mangkuk bubur Karin. Ia mengambilnya sesendok, menyodorpkan ke wanita bersurai merah itu. Karin hanya menatapnya datar. Sakura menghela napas.

"Kau harus makan! Jika tidak, Tsunade-Sensei akan memarahimu, tahu!" kesal Sakura.

Karin tetap diam. Menghela napas pelan, akhirnya ia mau menerima suapan Sakura. Sakura tersenyum senang.

"Kau kenal dengan Sasuke-kun?"

Pertanyaan itu sukses membuat Sakura terdiam. Ia menatap Karin dengan heran. Sakura mengangkat kedua alisnya.

"Dia temanku sewaktu sekolah dulu," jawab Sakura pada akhirnya.

"Kudengar dari dokter itu, aku harus melakukan transplantasi jantung dalam waktu dekat. Kurasa biarkan saja aku mati. Akan lebih baik begitu. Perasaanku terhadap Sasuke-kun akan terlupakan," ujar Karin tiba-tiba.

Sakura memaku di tempat. Panah dalam tanya sukses menusuk hatinya. Perempuan ini mencintai suaminya? Sejak kapan? Apa Sasuke juga memiliki perasaan yang sama kepada Karin?

"Tidak baik berbicara seperti itu. Sekarang habiskan makananmu, aku akan segera pulang setelah ini," pinta Sakura.

Karin terdiam menatap gadis bersurai merah muda panjang itu. Ia tak habis pikir tentang Sakura. Sebenarnya siapa dia? Siapa gadis ini?

🌸🌸🌸

"Arigatou, Tsunade-Sensei," ucap seorang wanita bersurai hitam panjang.

Mereka baru saja selesai menjalani rawat inap. Wanita itu bersama sang suami yang berdiri di sampingnya.

"Jangan berterima kasih kepadaku, Uchiha-san," balas Tsunade, seraya memejamkan matanya.

Kedua pasangan suami istri itu saling tatap. Mereka tak mengerti apa yang diucapkan wanita bersurai pirang itu. Tsunade menghela napas panjang melihat reaksi keduanya.

"Beruntung sekali kalian dirawat oleh dokter bedah terbaik kami. Meskipun tugasnya sudah selesai pasca operasi bedah pada Mikoto-san, dia tetap merawatmu sampai kau benar-benar sembuh total," imbuh Tsunade, menatap Mikoto.

Fugaku memang sembuh terlebih dahulu, karena luka yang ia derita tak begitu parah. Ia dinyatakan boleh pulang beberapa hari lalu.

Mikoto tertegun dengan ucapan Tsunade. "Bisakah kami bertemu dengannya?" tanyanya kemudian.

"Tentu saja. Kalian bahkan setiap hari bertemu dengannya. Ah! Dia berpesan padaku, ia tak ingin keluarganya tahu tentangnya, bahkan mendiang orang tua kandungnya, atau pun suaminya," jawab Tsunade.

Mikoto dan Fugaku saling tatap sejenak. Fugaku yang paling mengerti pun memejamkan matanya. Mikoto menutup mulutnya tak percaya. Ia lantas meminta suaminya agar cepat-cepat pulang.

"Arigatou, Tsunade-Sensei," ucap Mikoto lagi. Wanita itu ber-ojigi.

"Ah! Kumohon, jangan sampai kalian membongkar siapa dia," pinta Tsunade tepat sebelum kedua pasangan suami istri itu pergi.

🌸🌸🌸

"Sumimasen, Itachi-sama. Tuan dan Nyonya besar sudah tiba di rumah. Mereka akan masuk sebentar lagi," ucap salah seorang pelayan mansion itu.

Sontak keempat orang yang berada di ruang tengah itu mendongak menatap sang pelayan. Sakura menghentikan aktivitas membacanya. Tak lama, Fugaku dan Mikoto masuk ke ruang tengah. Keduanya menatap keempat anaknya itu. Mereka berempat berdiri.

Hari ini, Itachi dan Sasuke sengaja meliburkan dari pekerjaan. Keduanya pun meliburkan aktivitas di kantor untuk seluruh karyawan. Sakura pun mengambil cuti kerjanya di rumah sakit.

"Tadaima, Okaa-san, Otou-san," ucap Sakura, tersenyum tulus kepada Mikoto dan Fugaku.

Mikoto menatap Sakura penuh arti. Sakura merasa lega melihat kedua orang tuanya sehat kembali. Tanpa mereka duga, tiba-tiba Mikoto berlari ke arah Sakura, lantas memeluk anak menantunya itu dengan erat. Sakura tertegun, begitu pula yang lainnya. Fugaku hanya memperhatikan.

"Okaa-san?" panggil Sakura.

"Sayang, terima kasih telah mera-"

Fugaku menyentuh bahu istrinya sebelum ucapan itu tertuntaskan. Mikoto mendongak, menatap sang suami. Ia mengerti isyarat sentuhan itu, setelah ingat apa yang Tsunade katakan 'tentangnya' tadi. Akhirnya Mikoto hanya mengangguk dan memeluk Sakura lagi.

Di tempatnya, Sasuke menatap mereka dengan datar. Ia tampak tak suka. Tetap saja, Sasuke harus mengikuti suasana rumah itu. Ia turut makan bersama keluarga itu. Berbincang sebentar lantas berpamit tidur siang.

Sorenya, Keluarga Uchiha itu berziarah ke makam kedua orang tua Sakur. Mikoto yang meminta keluarganya ke sana untuk menemaninya. Fugaku awalnya menolak, meminta sang istri beristirahat dahulu, mengingat Mikoto baru sembuh dari sakitnya. Mikoto justru meminta Izumi dan Itachi tetap berada di rumah, dengan dalih Izumi harus banyak istirahat. Ia seolah lupa tentang sakitnya beberapa waktu lalu.

Di tempat pemakaman, Mikoto tak kuasa menahan tangisnya melihat nisan sahabatnya sekaligus besannya. Sakura terus berusaha untuk menenangkan Mikoto. Fugaku dan Sasuke yang berdiri di belakang mereka hanya berdiam diri di sana. Sekilas, Sasuke seperti melihat Sakura mengusap kasar wajahnya.

Sakura kembali tersenyum dan mengusap air mata ibunya. Sesaat, Sasuke terpaku akan hal yang ia saksikan. Di langit Tokyo, mendung mulai berarak menyelimuti. Sepertinya, hari ini akan turun hujan. Sakura mengajak keluarganya untuk pulang.

🌸🌸🌸

"Kau bersandiwara untuk memenangkan hati ibuku?" tanya Sasuke pada sang istri.

Ia dan Sakura sudah berada di kamar. Mereka baru saja pulang dari tempat pemakaman. Sakura yang hendak masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat Sasuke mengurungkan langkahnya. Ia menoleh, menatap sang suami.

"Apa maksudmu, Sasuke-kun?" tanyanya.

Sasuke tak langsung menjawab. Lelaki itu melepas pakaiannya, menyisakan celana pendeknya. Sasuke berjalan mendekati Sakura, lantas memberikan pakaian kotornya.

"Misalnya datang setiap hari ke rumah sakit dan menemani orang tuaku? Atau kau sudah membuat ibuku melupakanku di hari pertamanya melihat anaknya? Oh bukan hanya aku, tapi Itachi pun terlupakan," ucap Sasuke dengan dinginnya.

Sakura diam. Ia tak habis pikir tentang setan mana yang merasuki sang suami. Tanpa ia sadari, setetes air bening terjatuh dari mata indahnya. Sakura menangis dalam diam, dan tetap menatap sang suami.

"Kau menangis untuk mendapatkan simpatiku? Cih!" Sasuke mendecih. "Cepat siapkan air hangat untukku!" perintahnya, berpaling dari tatapan Sakura.

"Kita tidak pernah mengadakan sayembara memenangkan hati orang tua, Sasuke-kun," ucap Sakura pelan.

Sasuke berpura-pura memilih pakaiannya di almari. Dengan ekor matanya, ia melirik sang istri yang berdiri tak jauh di belakangnya. Saat mendapati siluet Sakura berjalan ke kamar mandi, Sasuke menghentikan tangannya yang tadi bergerak memilah baju di almari.

"Ini pertama kalinya dia menangis di hadapanku," batinnya.

Kau saja yang tak tahu, Sasuke. Sakura bukan pertama kali tadi ia menangis karenamu. Gadis itu selama ini tak pernah menunjukkan kesedihannya di hadapan sang suami. Bahkan sekarang pun sama. Sakura menangis lagi karena Sasuke, di kamar mandi, seraya menyiapkan air hangat untuk sang suami mandi. Sejujurnya, Sakura menyesal menunjukkan air matanya di hadapan Sasuke.

"Itu yang aku takutkan," batin Sakura. "Sasuke-kun pasti berpikir aku mencuri perhatian lebih dari Kaa-san. Tapi bukan seperti itu asal kau tahu, Sasuke-kun! Aku sama sekali tak ingin seperti itu! Aku anak dari ibuku, juga anak menantu dari ibumu. Aku bisa merasakan kesedihan Kaa-san terhadap kedua orang tuaku!"

Sakura tersentak saat air di bak yang ia siapkan untuk Sasuke ternyata sudah penuh. Sakura segera mematikan keran air. Ia lantas keluar dari sana, dan mendapati Sasuke duduk di tepi ranjang dengan tatapan dinginnya.

"Lama sekali kau itu," sindir Sasuke.

Sakura tak menjawab. Ia berjalan mendekati ranjang, hendak mengambil ponselnya. Sasuke berdiri.

"Jangan berharap kau bisa mendapatkan yang kau inginkan dari orang tuaku, Sakura," ketus Sasuke.

Sakura menghentikan langkahnya. Ia berbalik, menatap Sasuke dengan nanar. Hatinya terasa terbakar dengan ucapan suaminya sendiri. Lalu tanpa terduga.

Plak!

Satu tamparan sukses mendarat di pipi kanan Sasuke. Membuat lelaki itu menoleh ke arah kiri mengikuti tamparan yang diberikan sang istri. Sasuke diam, mengurungkan niatnya menatap sang istri setelah Sakura mengatakan sesuatu.

"Aku bukan menantu rendahan, asal kau tahu! Aku menyayangi mereka sebagai orang tuaku sendiri, lebih dari sebagai mertuaku!" ucap Sakura dengan getir.

Ia berlari keluar kamar, meninggalkan Sasuke yang mematung di tempat. Di luar sedang hujan. Sakura tetap menerobosnya. Ia berjalan pelan setelah keluar dari mansion tanpa ada yang tahu selain Sasuke. Sakura menangis dalam diam. Rintik hujan menemani malamnya yang dingin.

Tak peduli beberapa kali ia menabrak payung orang-orang, Sakura terus berjalan menyusuri jalanan Tokyo. Ia seperti kehilangan dirinya sendiri. Ditatapnya tangan kanannya. Tangan yang ia gunakan untuk menampar sang suami setelah sekian lama ia menahan rasa sakit yang ia alami. Sakura tak masalah jika Sasuke menyakiti fisiknya, karena ia dikelilingi banyak dokter hebat. Namun jika hati, Sakura merasa tak mampu menahannya terus menerus.

Sekelebat bayangan tentang masa lalu terlintas di benak Sakura. Tentang bagaimana dirinya terlihat bodoh di depan Sasuke atas pernyataan cintanya. Tentang bagaimana Sasuke selalu merendahkannya karena nilai Sakura belum bisa menyandinginya. Padahal, Sakura hanya tak ingin membuat Sasuke malu karena sebenarnya Sakura bisa menyamai prestasi Sasuke dalam ujian tulis. Ia selalu berpikir, apakah memiliki Sasuke adalah suatu kebahagiaan atau kesengsaraan? Ia memang memilikinya di depan mata, tapi tidak untuk hatinya.

"Aku tahu, mencintaimu memang sesakit ini. Tapi mengapa justru aku tak bisa menghentikannya?" gumam Sakura, entah bertanya pada siapa.

Mungkin ia bertanya pada milyaran rintik hujan yang turun malam itu. Atau bahkan ia bertanya pada dirinya sendiri?

"Kumohon ... jika aku memang bukan untukmu, bantulah aku menghapus perasaanku padamu," gumamnya lagi.

Sakura tanpa sadar berhenti di depan apartemen Ino. Sakura tersentak. Berarti tadi ia melewati rumah sakit? Ia hapal tempat Ino tinggal, karena dulu pernah diberitahu gadis bermanik Aquamarine itu melalui pesan singkat.

Dingin mulai Sakura rasakan. Perlahan-lahan menusuk ke dalam tubuhnya. Merasa bahwa keadaan ini tidak baik untuknya, Sakura memutuskan untuk mendatangi Ino. Ia menggunakan lift untuk menuju apartemen Ino. Beberapa orang sempat memandangnya aneh.

Sedangkan di kamarnya, Sasuke masih terdiam sejak sepuluh menit lalu. Ya, sepuluh menit lalu, setelah Sakura pergi entah ke mana. Pikirannya tak karuan sekarang. Ia menatap keluar jendela kamarnya. Mendengarkan rintikan air hujan yang semakin kuat membasahi bumi.

Sasuke menyentuh pipi kanannya yang tadi ditampar istrinya. Tanpa tahu sebab, air matanya lolos dari kedua matanya. Onyx itu mengedip. Ia tak salah merasakannya. Walau hanya beberapa tetes, Sasuke masih bisa mengatakan bahwa yang ia rasakan tadi adalah air mata.

"Aku tahu tangan itu kecil. Dan aku tahu tamparannya tadi lemah. Tapi, kenapa terasa sakit?" Sasuke menggeleng setelah membatin. Ia mendengus kesal karena otaknya sendiri.

🌸🌸🌸

"Sakura?!"

Ino panik saat mendapati Sakura saat ia membukakan pintu apartemennya. Didapatinya sahabat merah mudanya itu telah tergeletak di depan pintu apartemennya.

"Sai-kuuunn!" pekik Ino kemudian.

Wajahnya panik, cemas, dan ketakutan menjadi satu. Sebelum menemukan Sakura, Ino memang mendengar bel pintu apartemennya berbunyi. Karena itulah ia keluar, dan tiba-tiba mendapat pemandangan yang mengejutkan.

"Ada apa?" tanya Sai begitu tiba di sana. Lelaki itu tadi berlari terburu menghampiri sang istri.

Ino tak menjawab, melainkan menutup mulutnya. Manik Aquamarine-nya berkaca-kaca. Sai terkaget saat mendapati sahabat sang istri pingsan di depan pintu apartemen mereka.

"Sakura?" gumam Sai.

"Bawa dia masuk, Sai-kun. Aku khawatir padanya," pinta Ino.

Sai menuruti. Membawa Sakura masuk meski sedikit kesusahan. Ino segera menutup pintu apartemen sebelum ada tetangga yang menyaksikan. Setelah Sai membaringkan Sakura di sofa, Ino menghampiri dan duduk di tepi Sakura.

"Dia basah kuyup," ucap Sai.

"Apa yang terjadi dengan Sakura? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Ino dengan khawatirnya.

"Haruskah aku menghubungi Sasuke?" Sai balik bertanya.

"Tidak. Kurasa dia tak akan peduli tentang istrinya," jawab Ino cepat.

"Ganti pakaianmu, Sai-kun. Aku akan menggantikan pakaian Sakura. Kau jangan keluar kamar sebelum aku mengizinkanmu!" perintah Ino.

Sai menatap wajah sang istri dengan polosnya. "Kenapa?"

Ino mendelik. "Baka! Kau ingin melihat wanita telanjang?!" hardik Ino.

Sai diam. Ino mendengus kesal atas diamnya sang suami, yang semakin menatapnya bingung. "Kau tunggu di sini sampai aku keluar kamar, lalu kau masuk ke kamar dan ganti pakaianmu! Ingat! Jangan keluar kamar sebelum aku mengizinkan!" perintah Ino lagi.

Ino bergegas menuju kamar. Belum sempat ia membuka pintu, Sai mengatakan sesuatu yang cukup membuatnya bingung.

"Ya ... kecuali dirimu, aku tak keberatan," ucap Sai tiba-tiba.

Istrinya terdiam, tangannya masih memegang kenop pintu kamar. Ia berusaha mencerna ucapan sang suami. Ditolehnya sang suami, yang kini tengah mengambil minuman dari dalam lemari pendingin. Saat menyadari sang istri menatapnya, Sai balik memandang heran.

"Kau bilang akan mengambil pakaian untuk Sakura?" tanya Sai.

"A-aa. Aku akan mengambilnya. Tapi apa maksud dari-"

"Aku keberatan melihat wanita telanjang," potong Sai.

Seketika wajah Ino memerah. Ia merasakan pipinya panas. Segera saja ia masuk ke dalam kamar. Dirinya hampir gagal fokus karena ucapan sang suami barusan. Ino merasa malu sekaligus senang dengan ucapan Sai. Setelah mendapatkan pakaian yang ia rasa muat di tubuh Sakura, Ino keluar dari kamarnya. Ia tak kuasa menatap suaminya, karena masih malu. Beruntung, Sai tidak memperhatikan wajah istrinya. Lelaki itu langsung masuk kamar karena merasa tidak nyaman dengan pakaiannya yang turut basah setelah membawa Sakura masuk ke apartemennya.

"Baka! Dasar mesum!" umpat Ino setelah Sai menutup pintu kamar. []

.

.

.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!