2. Pekerjaan Sakura (part 2)

🌸🌸🌸

"Siapa sangka kita akan bertemu lagi, Jidat Lebar."

Sakura menyesap kopinya saat sahabat lamanya itu berujar. Ia hanya menjawab dengan senyuman. Sakura dan seorang perempuan berambut blonde panjang itu sedang menikmati makan siang mereka di kantin rumah sakit. Gadis dengan manik Emerald-nya menghela napas usai meletakkan cangkir kopinya di meja.

"Bagaimana kabarmu, Ino?" tanya Sakura.

"Tentu saja aku baik-baik saja. Beruntung sekali aku menjadi timmu di sini. Yaah ... meski hanya hari ini," jawab Ino.

"Bagaimana bulan madumu, hm?" goda Sakura, yang sukses membuat wajah Ino memerah.

"Ya ... kami lebih sering menikmati waktu berdua," jawab Ino dengan malunya.

Sakura tertawa. Suara tawa itu sukses membuat beberapa orang di kantin itu menoleh takjub. Jarang sekali seorang Sakura tertawa lepas. Ia hanya sekadar memberikan senyumnya. Ino yang menyadari bahwa mereka-tidak, lebih tepatnya Sakura yang menjadi perhatian, segera mencubit lengan Sakura.

"Jidat lebar! Berhentilah tertawa!" Ino setengah berbisik dan menatap Sakura dengan tajam. Saat itu juga, Sakura berhenti tertawa. Manik hijaunya memandang Ino dengan sendu. Kerinduan tampak tersirat di sana.

Mereka adalah sahabat akrab saat masih sekolah. Melebihi akrabnya suami Sakura dengan Naruto, lelaki berambut kuning bermata biru. Ino dan Sakura sering pergi ke mana-mana bersama. Sama-sama cerdas, terutama mata pelajaran pengetahuan alam. Mereka bahkan dulu bersaing untuk mendapatkan hati seorang Uchiha Sasuke.

"Lalu kau bagaimana?" tanya Ino tiba-tiba. Sakura mengangkat alisnya.

Ino menghela napas panjang, "Haah ... maksudku kau dan Sasuke?"

Sakura diam sesaat. Ia memperhatikan sekitarnya, takut jika ada orang lain yang mendengar pembicaraan mereka. Saat Ino menyadari kewaspadaan Sakura, perasaannya seketika iba kepada sahabat lamanya itu.

"Masih belum membuka hatinya?" tanya Ino dengan hati-hati. Sakura mengangguk pelan.

"Kami juga masih merahasiakan hubungan kami. Aku bekerja di rumah sakit ini tanpa sepengetahuan keluarga dari Sasuke-kun. Bahkan dia sendiri pun tak tahu," ungkap Sakura.

Iris Aquamarine Ino menegang. Ia menatap Sakura tak percaya. Di kepalanya, terlintas pikiran tentang bagaimana bisa Sakura bertahan dengan kehidupannya? Bekerja sebagai seorang profesional di dunia kedokteran, memiliki nama yang cukup tersohor, meski tak banyak yang tahu marga dari gadis bersurai merah jambu itu. Bahkan pekerjaan mulia itu tak diketahui keluarganya. Mengesampingkan itu semua, yang paling membuat Ino bertanya-tanya ialah, apakah Sakura masih menghadapi seorang Uchiha Sasuke yang terkenal dingin dan arogan itu? Atau segalanya berubah?

"Kuharap kau akan segera mendapatkan kebahagiaanmu, Sakura."

Hanya itu yang mampu Ino ucapkan. Ia tak sanggup melontarkan pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya. Sakura tersenyum lantas mengucapkan terima kasih kepada Ino. Keduanya memilih segera menghabiskan makan siang mereka.

"Ino, aku pamit dulu ke ruanganku. Aku harus segera menulis laporan operasi pagi tadi. Terima kasih kau sudah membantuku," ujar Sakura, bersiap untuk berdiri dari duduknya.

Ino menggeleng. "Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih. Memang sudah menjadi kewajibanku bukan untuk membantu seorang dokter?" gadis pirang itu tersenyum miring.

Sakura tertawa kecil. Ia teringat bagaimana dulu mereka bersaing untuk menjadi dokter. Hingga akhirnya, saat Ino jatuh cinta dengan seorang Shimura Sai yang cintanya terbalaskan lantas menikah, Ino menghentikan keinginannya menjadi dokter. Hal itu juga dipengaruhi karena sang suami yang segera menginginkan pernikahan. Dengan dalih tidak ingin Ino kelelahan, Sai membuat Ino mau menurutinya untuk tidak lagi meraih cita-citanya menjadi dokter.

Sakura tahu hal itu karena ia dan Ino masih sering bertukar kabar melalui surel. Ia juga paham tentang bagaimana Ino merajuk saat membujuk Sai agar mengizinkan istrinya untuk melanjutkan studinya di bidang kesehatan. Awalnya Sai tetap pada pendirian, menolak Ino bekerja di rumah sakit. Namun pada akhirnya, Sai luluh dan mengizinkan Ino bekerja hanya sebagai perawat. Suatu kebetulan yang membahagiakan pagi tadi, saat Tsunade memberitahunya bahwa Ino mulai bekerja di rumah sakit yang sama dengan Sakura.

"Sumimasen, Sakura-Sensei! Kami membutuhkan dokter bedah untuk operasi yang seharusnya dilakukan sekarang. Shizune-Sensei mengalami kendala saat sedang menuju kemari."

Suara seorang perawat yang tergesa-gesa membuat Ino dan Sakura menoleh. Raut wajah perawat itu tegang. Ia berharap Sakura tak ada pekerjaan lain sehingga dapat menggantikan dokter bernama Shizune itu. Sakura mengangguk. Ia menoleh kepada Ino, mengisyaratkan agar Ino membantunya. Ino pun mengangguk.

Mereka segera bergegas mengikuti perawat itu. Berjalan di belakang Sakura membuat Ino merasa cukup bangga. Ia menjadi saksi bagaimana rivalnya itu mampu meraih cita-citanya. Diam-diam, Ino mengukir senyumnya.

🌸🌸🌸

"Haah ...," Ino menghela napas. " ... hari pertamaku sungguh melelahkan," tuturnya seraya meregangkan otot-ototnya.

Ia berjalan bersama Sakura menyusuri lorong rumah sakit. Usai melakukan operasi, Sakura mengajak Ino berkenalan dengan lebih banyak orang-orang yang bekerja di rumah sakit itu. Tatkala Sakura sedang menunggu Ino dari toilet, Sakura bertemu dengan teman lamanya, Hyuuga Neji. Seorang lelaki tampan yang juga seorang dokter di rumah sakit itu. Mereka sedikit bertukar cerita sebelum akhirnya pria yang akrab di sapa Neji itu pun mengundurkan diri karena sif kerjanya sudah dimulai.

"Ayo pergi ke kafe, anggap sebagai perayaan sederhana kita bertemu lagi setelah beberapa tahun tidak bertemu," ajak Ino. Memang, Sakura bekerja di rumah sakit setahun sebelum ia dan sang suami dinikahkan atas dasar persahabatan kedua orang tuanya.

"Ah ... kurasa aku harus segera pulang," jawab Sakura.

"Sudahlah! Aku yang akan bicara dengan suamimu nanti kalau dia bertanya," tegas Ino meyakinkan.

Sakura diam sesaat. Ia memeriksa jam tangan di pergelangan tangannya. Jarum kecil di sana menunjukkan pukul empat sore. Berpikir sejenak, Sakura menemukan alasan jika ia pulang lebih sore dari biasanya. Ia akan berkata bahwa bertemu dengan Ino dan lupa dengan waktu. Apa salahnya sekali-kali menginginkan dirinya yang dulu?

Ino mengajak Sakura ke sebuah kafe di tepi jalanan kota Tokyo. Mereka membicarakan hal-hal ringan yang menyenangkan. Sesekali, dua perempuan cantik itu tertawa mengingati masa-masa sekolah mereka. Beberapa kali mereka sukses menarik perhatian pengguna jalan, karena mereka duduk di meja yang paling dekat dengan jalanan. Kafe itu terletak tepat di pojok jalan perempatan kota, dengan dinding kacanya yang mampu menembus langsung pemandangan jalanan itu.

Sakura asyik berbicara dengan Ino, hingga tanpa sadar, seseorang sedang berjalan ke arahnya. Keduanya tertawa lagi, dan kali ini mampu mengundang lebih banyak perhatian orang-orang di dalam kafe itu.

"Sakura! Sudah waktumu untuk pulang!"

Suara baritone seseorang membuat Sakura dan Ino menghentikan tawa mereka. Sakura menoleh ke sumber suara.

"Sasuke-kun?" gumamnya pelan.

"Hn."

"Ah! Hisashiburi¹, Sasuke," sapa Ino.

"Hisashiburi, Yamanaka."

Ino bangkit dari duduknya. Mengamati Sasuke dengan seksama.

"Baka! Kenapa kau memanggilku dengan nama besarku? Apa formalitasmu di dunia bisnis membuatmu seperti ini?" tanya Ino, bermaksud mengajak Uchiha itu bercanda. Padahal Ino sudah tahu bahwa Sasuke tak bisa diajak bercanda.

"Warui², Yamanaka. Sakura harus segera pulang," ucap Sasuke dingin.

"Souka?³ Baiklah, Sakura. Kapan-kapan aku yang akan mengunjungi rumahmu," ucap Ino.

Sasuke melangkah pergi. Sakura bergegas menyusul. Ia sempat menoleh ke arah Ino dan tersenyum tulus kepada Ino.

"Ternyata kau memang harus bertahan dengan keadaanmu, ya, Sakura?" batin Ino bersimpati. Ia menatap getir punggung Sakura.[]

.

.

.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!