1. Pekerjaan Sakura

Sakura menebar senyumnya di sepanjang lorong rumah sakit tempatnya berada. Bukan karena ia gila atau sengaja menggoda. Justru karena ia berkali-kali mendapat sapaan hangat dari beberapa orang yang ia kenal di sana. Tak sedikit dari mereka adalah laki-laki. Ada pula beberapa yang perempuan selalu menyapa Sakura saat mereka berpapasan karena rasa hormat mereka kepada gadis itu.

"Ohayou, Tsunade-sama," sapa Sakura saat ia memasuki sebuah ruangan yang tertera keterangan 'Kepala Rumah Sakit' di atas pintunya.

"Ohayou mo, Sakura. Sudah berapa kali kukatakan jangan memanggilku seperti itu!" balas seorang wanita bernama Tsunade itu. Sakura tertawa pelan.

Tubuh yang seksi berisi. Otak cerdas, cekatan, wanita karier yang sukses, serta payudara yang besar. Itu semua kelebihan seorang kepala bagian dokter bedah yang sudah bertahun-tahun mendapat kepercayaan itu di sana. Dia memiliki satu kekurangan, yaitu belum menikah. Padahal usianya hampir kepala empat, namun wanita berambut pirang panjang itu tak kunjung menikah.

"Anggap saja sebagai formalitas kita dalam bekerja. Atau akan lebih baik jika aku memanggilmu dengan embel-embel -san saat kita berada di luar rumah sakit?" tanya Sakura. Ia mendudukkan dirinya di kursi kerjanya.

"Omong-omong, kapan aku akan berpindah ruangan? Bukankah hal ini akan menjadi cemoohan untukku? Lihatlah dirimu, Sensei! Kau selalu menghabiskan waktumu dengan laporan-laporan rumah sakit. Kapan kau akan punya waktu berkencan dan menikmati hidupmu dengan orang yang kau cintai?" cibir Sakura saat mendapati Tsunade sepagi ini telah berkencan dengan pekerjaannya. Ia tak lagi memanggil Tsunade dengan sufiks -sama.

Entah bagaimana, Sakura merasa sedang mengumumkan cibiran itu untuk dirinya sendiri.

"Kau sendiri? Sudah menikah dengan pengusaha muda yang sukses tapi memilih bekerja sebagai dokter di sini," balas Tsunade tanpa menoleh, masih berfokus pada lembar-lembar kertas yang diperiksanya. "Bukankah melakukan hal-hal yang santai di rumah lebih menyenangkan dibanding bekerja dengan konsentrasi tinggi seperti ini," imbuhnya.

Sakura menghentikan tangannya yang tengah menulis laporan. Ia memegang ujung dagunya, terlihat berpikir.

"Tapi, Sensei, aku lebih suka hal-hal menantang seperti ini," jawab Sakura.

"Maksudmu bertemu dengan banyak luka dan darah yang bagi sebagian wanita itu menjijikkan?" Tsunade melirik Sakura yang duduk tak jauh di sampingnya.

"Seperti itulah," jawab Sakura. Gadis itu melanjutkan aktivitasnya.

Tsunade hanya menghela napasnya panjang. Meski perbedaan fisik mereka cukup mencolok, mereka adalah pasangan dokter yang paling akrab. Memang di rumah sakit itu tak ada aturan dokter berpasangan kerja dengan sesama dokter. Siapapun dokter yang sedang bertugas dan bersedia membantu dokter lain maka harus mau bekerja sama. Tsunade membuat aturan itu sendiri. Aturan tentang menjadikan Sakura sebagai pasangannya saat dibutuhkan. Menurutnya, Sakura-lah dokter paling hebat yang pernah ia akui.

Tsunade dan Sakura memiliki sifat yang sama, yakni keras kepala. Mereka pernah berada di satu perguruan tinggi kedokteran yang sama. Kala itu, Sakura masih menjadi mahasiswi baru, sedangkan Tsunade telah memulai skripsinya. Kebetulan lagi yang membuat mereka semakin dekat ketika wanita berambut blonde panjang itu bertemu dengan Sakura saat di perpustakaan kota. Mereka semakin sering bertemu di sana. Sakura saat itu sedang mencicil skripsinya, sedangkan Tsunade hanya ingin menyegarkan ingatannya dengan banyak buku-buku tebal dari perpustakaan tempat mereka biasa bertemu.

Keakraban keduanya semakin menguat saat Sakura ditempatkan sebagai dokter di rumah sakit yang sama dengan Tsunade. Yakni salah satu rumah sakit terbaik di Jepang. Bukan tanpa alasan, tapi karena Sakura merupakan lulusan kedokteran terbaik di seluruh Jepang. Saat mengetahui hal itu, Tsunade tersenyum dan berkata pada Sakura bahwa pencapaiannya membuatnya teringat dengan masa lalu. Tak salah lagi, Tsunade juga merupakan lulusan kedokteran terbaik pada masanya.

Hanya, yang membedakan adalah Sakura lulus dengan waktu empat setengah tahun sebagai dokter bedah umum, serta melanjutkan pendidikannya sebagai Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi dalam kurun waktu tiga setengah tahun. Sedangkan Tsunade menempuh pendidikannya selama lima tahun untuk menjadi dokter Spesialis Bedah Toraks Kardiovaskuler.

Selama bersekolah di sekolah menengah pertama dan atas, waktu yang seharusnya ia lalui enam tahun lamanya, justru mampu ia lewati hanya dalam empat tahun. Setelah lulus sekolah menengah atas di usia enam belas tahun, Sakura melanjutkan studinya seperti yang tercantumkan tadi. Tujuh setengah tahun ia lalui, dan mulai bekerja di rumah sakit ini setahun silam.

Kriing .... Kriing ....

Suara telepon di ruangan Tsunade memecah keheningan. Wanita itu mengangkatnya. Raut wajahnya berubah menjadi serius. Saat ia menjauhkan gagang telepon dari telinganya, Tsunade menatap Sakura yang semenjak tadi memperhatikannya.

"Sakura ...," panggil wanita itu. Ia berdiri dan dengan buru-buru memakai jas putih panjangnya serta memasangkan dua kancing di bagian dadanya. Tak lupa, sebuah stetoskop bertengger di lehernya.

" ... operasi atas nama Yuuki-san kau yang menggantikanku. Ada pasien kecelakaan yang sedang sekarat di ruang Instalasi Gawat Darurat. Operasimu di mulai lima belas menit lagi," ujar Tsunade dengan cepat.

Dengan ketanggapan Sakura, ia mampu memahami perintah sang pimpinan dokter bedah tanpa perlu mencerna kembali ucapan wanita itu. Ia segera melakukan hal yang sama dengan wanita yang ia panggil 'Sensei'. Sebenarnya, panggilan itu bukan sekadar penghormatan Sakura terhadap profesi Tsunade. Namun, juga karena seorang Tsunade yang memang telah ia anggap sebagai gurunya.

"Masih pagi begini, sudah ada yang mengalami kecelakaan?" tanya Sakura saat berjalan cepat di samping Tsunade

Mereka menyusuri lorong rumah sakit dengan buru-buru. Suara sepatu yang berbentur dengan ubin rumah sakit itu membuat beberapa pasang mata yang berlalu lalang segera memberi jalan. Perlu waktu tiga menit untuk mencapai ruang gawat darurat bagi Tsunade.

"Orang-orang ceroboh memang selalu mengabaikan keselamatan mereka demi urusan dunia. Mereka sering mengalami hal ini saat mereka berada di jalan raya," ungkap Tsunade. Sakura manggut-manggut.

"Kau perlu memanggil timmu, Sakura. Hari ini sepertinya semua timmu datang," tegas Tsunade. Sakura mengangguk kuat.

"Dan kabar baik untukmu, Yamanaka itu mulai bekerja di sini hari ini. Ia baru pulang berbulan madu beberapa waktu yang lalu. Tapi dia tidak akan berada di dalam timmu. Dia akan berada di tim lain untuk membantu operasi dokter," imbuh wanita itu. Sakura mengukir senyum tipisnya mendengar nama sahabatnya itu. Meski tak berada dalam timnya.

"Segera menuju ke ruangan instalasi bedah, asistenku menunggumu di sana!" perintah Tsunade. Sakura mengangguk paham.

Sakura berbelok menuju ruang instalasi bedah untuk bersiap sesuai perintah Tsunade. Mereka berpisah jalan dari situ. Di ruang yang Sakura tuju, beberapa perawat berdiri di sana. Satu orang berambut blonde memegang brankar kecil, tempat alat-alat medis saat sedang menjalankan operasi bedah. Orang itu, gadis dengan rambut blonde-nya tersenyum ke arah Sakura.

"Sakura-Sensei, ikuti saya untuk menuju ruang operasi Yuuki-san," seseorang berambut pendek dengan mata coklat serta catatan di tangannya berucap kepada Sakura. Gadis itu segera saja mengangguk dan mengikutinya. Di belakang Sakura, dua petugas medis mengikutinya. Mereka dipandu menuju ruangan operasi yang telah disiapkan.

.

.

.

.

.

bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!