3. Kisah Seorang Teman Lama (part 1)

"Kau ingin kabur, hm?" tanya Sasuke menginterogasi.

"Tidak, Sasuke-kun. Kau sendiri sudah tahu, bukan? Aku dan Ino sedang berbincang tadi?" Sakura menatap Sasuke. Lelaki itu melepas jasnya, menyerahkan kepada Sakura.

"Maksudmu ...," Sasuke melepaskan celana hitam panjangnya, menyisakan celana pendeknya. " ... menarik perhatian orang-orang?" tanya lelaki itu. Sakura tertegun. Apa maksudnya?

"Apa maksudmu?" tanya Sakura pada akhirnya.

"Kau membuat orang-orang memperhatikanmu seperti wanita rendahan di tempat menjijikkan," ucap Sasuke, dingin dan sarkastis.

Sakura kian tertegun. Ia bahkan hanya mampu memandangi punggung suaminya yang kini telah menghilang setelah pintu kamar mandi tertutup. Sesuatu yang hangat mengalir di pipi Sakura.

"Dia menyebutku ****** secara tidak langsung, bukan?" batin Sakura. Tersadar bahwa dirinya mulai menangis, Sakura segera mengusap dengan kasar air matanya.

Seolah tak mempedulikan suaminya, Sakura segera kembali pada dunianya. Seperti biasa, setelah ia meletakkan pakaian kotor suaminya ke dalam keranjang, ia segera menuju dapur. Usai makan malam dengan keluarga itu, pasangan suami-istri itu selalu menyibukkan diri di kamar mereka. Tidak untuk bersenang-senang, namun untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Sakura kini tengah mengerjakan dua laporan tentang operasi yang tadi ia lakukan. Ia merasa lelah karena harus mengerjakan dua laporan sekaligus. Salahkan Shizune-Sensei yang tidak datang tadi. Gadis musim semi itu dibuat pusing dengan pekerjaannya sendiri. Ingin sekali ia meminta bantuan suaminya.

Tapi, lupakan soal meminta bantuan kepada Sasuke. Lelaki itu kini sedang berkutat dengan laptopnya di kursinya. Sakura menoleh ke arah sang suami, memandangi Sasuke yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Atau, dia hanya menyibukkan diri? Pertanyaan seperti itu hanya akan berputar di benak Sakura tanpa mampu ia utarakan.

"Sasuke-kun," panggil Sakura.

Untuk sepersekian detik, jemari Sasuke berhenti menari di laptopnya. Ia melirik istrinya. "Hn?" gumamnya.

"Apa aku mengganggumu?" tanya Sakura saat menyadari ekspresi datar dari wajah suaminya. Tatapannya begitu tajam. Justru sekarang, Onyx itu menjadi sesuatu yang menakutkan bagi Sakura, berbeda dengan Onyx tegas yang Sakura kagumi saat masih sekolah.

"Hn. Jangan mengganggu konsentrasiku."

Sakura menghela napas. Ia berbalik, kembali menghadap kertas-kertasnya. Hatinya ngilu setiap kali mendapat ucapan bahwa dirinya seolah benar-benar mengganggu Sasuke yang sibuk. Jika Sakura mengingat kembali, ia pernah selalu berharap bisa hidup bahagia dengan seorang Uchiha Sasuke. Harapannya memang terwujud, namun hanya untuk hidup. Tidak dengan bahagia yang sampai saat ini Sakura belum benar-benar merasakannya.

Tidak, Sakura selalu bersyukur atas apa yang ia miliki. Keluarga besar yang selalu menyayanginya, teman-teman dan orang-orang hebat yang ada di sekitarnya. Sakura begitu mensyukuri nikmat itu. Meski dalam hati, pernah ia ingin kembali pada masa mudanya dan memilih untuk tidak jatuh hati pada sang suami jika ternyata seperti ini kehidupannya. Datar seperti wajah suaminya. Gelap tak ada warna lain selain warna hitam rambut pantat ayam suaminya juga.

Bunyi pintu kamar yang ditutup membuat Sakura menoleh. Ia mendapati Sasuke dengan segelas air masuk ke kamar mereka. Rupanya pekerjaan Sakura membuat gadis itu lupa mengambilkan air minum untuk suaminya. Beruntung, kali ini tak ada ucapan apapun dari Sasuke. Diam-diam, Sakura menghela napas lega.

"Kau lupa tugasmu, hn?"

Suara itu membuat Sakura menahan napasnya sesaat. Baru saja bersyukur karena tak ada kata-kata pedas dari Sasuke. Ternyata lelaki itu masih sama saja. Sakura hanya mampu mengucapkan kata maafnya. Dibereskannya kertas-kertas di mejanya itu. Setelah memasukkannya ke dalam map, Sakura beranjak menuju kasurnya.

"Oyasuminasai, Sasuke-kun," ucap Sakura sebelum akhirnya menenggelamkan tubuhnya di balik selimut. Di tempatnya duduk, Sasuke melirik Sakura. Tanpa disadarinya, gumaman 'Hn' khas lelaki itu lolos dari bibirnya.

🌸🌸🌸

"Pastikan sebelum aku di rumah, kau sudah di rumah!" Sasuke menegaskan suaranya. Meski terdengar mengancam dan lebih pada paksaan, Sakura merasa hatinya menghangat.

"Kalau tidak ada kau, siapa yang mengurusku setelah aku pulang kerja," imbuh Sasuke seraya berjalan menuju garasi. Baru saja menghangat, hati Sakura harus kembali tertusuk dengan ucapan suaminya sendiri.

"Apa aku sudah seperti pembantunya?" batin Sakura bertanya.

"Ittekuru," ucap Sasuke saat hendak memasuki mobilnya.

"Itterasshai, Sasuke-kun," balas Sakura dengan ceria.

Sakura menghela napas. Jujur saja, ia merasa lelah menghadapi suaminya. Orang yang ia cintai sejak dulu. Orang yang selalu tersemat di hatinya. Yang selalu bersikap dingin kepadanya, tanpa ada hal yang menunjukkan bahwa cinta Sakura terbalaskan olehnya. Cinta yang bertepuk sebelah tangan bahkan setelah sampai pelaminan.

Terkadang, Sakura teringat beberapa laki-laki dari sekian banyak orang yang pernah menyatakan perasaan cinta pada Sakura. Hanya menjadi pertanyaan yang belum ia dapat jawabannya. Keputusan untuk tidak menjalin kabar dengan teman-teman sekolahnya Sakura lakukan semata-mata untuk menjaga martabat suaminya. Sakura tak menginginkan Sasuke dianggap sebagai orang tak berperasaan oleh teman-temannya karena memperlakukan perasaannya jauh dari kata baik.

Kembali menghela napasnya, Sakura bergegas masuk ke dalam rumah. Selama ini, ia tak mau lama-lama bergelut dengan hatinya sendiri. Ia memilih menyibukkan diri sebagai seorang dokter mungkin karena kecintaannya terhadap mata pelajaran pengetahuan alamnya saat masih di bangku sekolah. Atau karena hal lain? Entahlah Sakura sendiri pun tak mengerti alasannya menjadi seorang dokter.

🌸🌸🌸

"Akhirnya selesai!" seru Sakura lantas meregangkan otot-ototnya.

"Astaga .... Semalam apa yang kau lakukan? Bercinta dengan suamimu, eh?" Tsunade tersenyum menggoda. Seketika wajah Sakura merona.

"Justru aku tidur sebelum laporanku selesai kubuat, asal kau tahu," jawab Sakura. Ia kini memasang wajah kesalnya.

"Sampai kapan kau akan menyembunyikan margamu?" tanya Tsunade, membuat Sakura terdiam.

Selama ini, Sakura memang bekerja tanpa menunjukkan marganya. Ia memilih menyembunyikan siapa dirinya. Sakura hanya berpikir menuruti suaminya untuk menyembunyikan status pernikahan mereka tak ada salahnya. Dengan hal itu, gadis merah muda itu akan merasa lebih fokus untuk pekerjaannya.

"Sampai aku kuat menahannya, tentu saja. Maaf, Sensei. Sepertinya beberapa pasien sudah menungguku untuk diperiksa." Sakura berdiri. Ia membereskan kertas-kertasnya, lantas menyerahkan itu pada Tsunade. Setelah mengambil stetoskop di mejanya, Sakura beranjak dari ruangan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!