Part 4

🌸🌸🌸

"Jadi, kau terima tawaran menarik ini?"

Seorang lelaki dengan mata hitam kelamnya menatap lelaki lain yang kini duduk di kursi kerjanya, berhadapan dengan berbagai lembar kertas. Mata hitam kelam mereka bertemu. Lelaki yang tadi bertanya pun tersenyum kepada rekannya itu. Sedang yang diberi senyum menatapnya tanpa ekspresi.

"Sai, seberapa jauh kau mengenal mereka?" tanyanya kemudian.

Sai, lelaki dengan rambut hitam pendek serta mata hitam dan senyumannya yang khas itu tampak berpikir. Ketenangannya itu mampu membuat rekannya yang kini menanti jawaban darinya mau menjadikannya rekan bisnis sejak dua tahun lalu.

"Hmm ...," Sai bergumam. "Mereka punya banyak tambang di dunia ini. Beberapa tempat wisata, mereka yang mengelolanya. Ya, walaupun tempat wisata yang mereka miliki tidak ada satu pun yang berada di Asia. Setidaknya, mereka salah satu perusahaan besar di Jepang, beberapa angka setelah kita," katanya kemudian.

"Akasuna, kah?" gumam lelaki itu setelah mendengarkan jawaban Sai.

"Ayolah, Sasuke-kun. Akan lebih menarik jika kau turun tangan dalam perserikatan perusahaan ini. Lagi pula, ini hanya diisi oleh beberapa perusahaan besar. Milikku, Shimura Company, Akasuna Corporation, Sabaku Capital, Namikaze Venture, dan yang paling ternama, jika kau mau, Uchiha Ace. Apa tawaran aliansi lima perusahaan besar itu kurang menggiurkan untukmu?" Sai memberikan dokumen lain kepada Sasuke.

"Itu dokumen tentang pencapaian mereka yang sampai ke publik. Kuharap kau menerima kerjasama ini, Sasuke-kun. Kau tahu sendiri, bukan? Naruto bahkan sudah menyetujui ini beberapa hari yang lalu," imbuh Sai.

"Aa. Dia sempat membicarakan ini juga denganku," ucap Sasuke.

"Baiklah. Aku ada rapat di kantorku. Hubungi aku jika kau sudah membuat keputusan. Kau sendiri yang bilang bahwa kau berhak untuk membuat keputusan di perusahaan ini, bukan?"

Sai melangkah pergi. Ia menutup pintu ruangan Sasuke dengan tenang. Di kursi kerjanya, Sasuke sedang berpikir. Sepertinya tidak ada salahnya jika dia membujuk sang kakak untuk menerima tawaran itu.

Sasuke berdiri. Ia meninggalkan ruangannya menuju ruangan sang kakak. Ketika ia membuka pintu ruangan sang kakak, ia cukup terkejut. Di ruangan itu, adegan mesra tengah berlangsung. Itachi sedang mencium bibir istrinya, Uchiha Izumi. Saat Sasuke tahu bahwa keduanya belum menyadari kehadirannya, Sasuke menghela napas.

"Tidak bisakah kalian lakukan itu di rumah?" tanyanya kemudian. Sontak saja, Itachi dan Izumi melepaskan pagutan mereka.

Pihak yang paling dibuat malu oleh Sasuke tentu saja Izumi. Wanita yang telah satu tahun dinikahi kakaknya, kini menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangannya. Sasuke melangkah masuk. Di lihatnya, meja yang berada tepat di hadapan sofa yang diduduki kedua kakaknya itu penuh makanan.

"Kalau kau lapar pergi saja ke kantin," ujar Itachi saat menyadari adiknya menatap makanannya. Sasuke berdecak kesal. Ia belum habis pikir terhadap dua kakaknya yang suka berbuat mesum di mana-mana. Ia cukup jengkel dengan sikap tenang Itachi yang bahkan seperti tak menganggap bahwa dirinya melihat kemesraan mereka.

"Aku harus membicarakan tawaran yang harus kau ketahui," ucap Sasuke, dengan tatapan datarnya.

"Sekarang saja," pinta Itachi.

"Tidak. Selesaikan urusanmu dengan istrimu dulu," tolak Sasuke. ia segera mengundurkan diri dari kedua kakaknya.

Itachi menghela napas. Ia menatap istrinya yang masih malu itu. "Gomen, na," ucapnya.

"Itachi-kun baka! Sudah kubilang jangan menciumku di sini!" omel Izumi. Suaminya hanya tertawa melihat ekspresinya.

🌸🌸🌸

"Arigatou, Sakura-Sensei," ucap seseorang setelah Sakura keluar dari sebuah ruangan.

Sakura membalas sekenanya. Ia baru saja memberi arahan kepada seorang perawat yang juga timnya. Sakura meminta gadis yang tadi mengucapkan terima kasih kepadanya untuk memeriksa beberapa kondisi pasien rawat inap. Tak lupa, Sakura memintanya untuk melapor jika terjadi sesuatu yang buruk.

Melirik jam tangannya, Sakura mendesah pelan. Sudah waktunya untuk pulang sebelum suaminya tiba di rumah. Sakura mempercepat langkahnya. Baru saja ia berbelok, ia hampir menabrak seorang wanita berambut pendek. Wanita itu menundukkan kepalanya, seraya memegangi perutnya dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menggenggam erat sebuah kantung plastik yang berisi sesuatu.

"Sumimasen deshita!" Sakura menunduk dalam.

"Tidak. Aku yang melamun sehingga aku-"

"Hinata?" Sakura mendongak menatap wanita di hadapannya itu.

"Sakura-chan?"

"Yappari! Hinata dayo¹? Hisashiburi, Hinata." Sakura berbinar. Ia memegang kedua bahu Hinata. Membuat gadis itu gugup.

"Ikutlah denganku. Ayo kita bicara sebentar," ajak Sakura sumringah. Hinata menggangguk sebagai jawaban.

🌸🌸🌸

"Jadi, apa kau sakit?" tanya Sakura dengan halus. Wanita dengan rambut ungu gelapnya itu menggeleng.

"Sakura-chan, kau seorang dokter?"

Sakura tercekat untuk sesaat. Bagaimana Hinata bisa tahu? Ketika menyadari Hinata terus menatap tubuhnya, Sakura ikut melihat penampilannya. Ia tertegun saat mendapati jas putihnya masih melekat di tubuh mungil itu. Sakura tersenyum kikuk.

"Kumohon, jangan katakan ini pada siapapun, Hinata. Teman-teman kita yang tahu hanya kau, Ino, dan kakakmu," ucap Sakura. Alis Hinata terangkat.

"Neji nii-san?" tanyanya memastikan. Sakura mengangguk.

"Dia juga bekerja di rumah sakit ini."

Hinata menghela napas pelan. "Souka ...," gumamnya. " ..., aku tak tahu tentang hal itu. Kami sendiri sudah jarang bertemu semenjak aku dan Naruto-kun memilih tinggal di apartemen baru kami," sambungnya.

Sakura merasa takjub. "Ah!" serunya kemudian. Gadis itu teringat sesuatu saat ia bertemu Hinata tadi. "Apa kau ... sedang hamil?" terkanya.

Wanita di samping Sakura itu tersipu malu. "Ba-bagaimana Sakura-chan tahu?" tanya Hinata.

"Etto ...," Sakura mengingat-ingat lagi. "Kau tadi memegangi perutmu, dan kau baru saja melewati lorong itu. Di sana, ada ruangan untuk memeriksa kandungan, ruangan bersalin, ruangan khusus bayi dan anak-anak. Dengan kata lain, lorong itu adalah lorong untuk ruang ibu dan anak," ujar Sakura menjelaskan. Kini, giliran Hinata yang merasa takjub.

"Hebat, Sakura-chan. Kau berhasil menjadi dokter seperti yang kau katakan dulu saat masih sekolah," puji Hinata dengan lembutnya.

"Semua berkat doamu juga, Hinata."

Sakura ingat, ia juga cukup akrab dengan Hinata dan beberapa teman perempuannya yang lain. Dia yang selalu mendorong Hinata untuk segera mengungkapkan perasaannya terhadap Naruto. Hinata selalu saja diam dan tidak mau segera mengakui hal itu. Hingga ketika Sakura memergoki Hinata berkaca-kaca saat melihat Naruto mendapatkan pernyataan cinta dari gadis lain, Sakura kian geram. Sejak saat itulah ia bertindak untuk menyadarkan Naruto bahwa Hinata mencintainya, serta terus memberi dukungan kepada Hinata akan perasaannya itu.

"Tak ada hal yang sia-sia," ucap Hinata tiba-tiba.

"Eh?"

"Itu yang selalu Sakura-chan katakan kepadaku saat aku hampir putus asa mencintai Naruto-kun." Hinata tersenyum kepada Sakura. Membuat hati Sakura menghangat. Ia tersenyum tulus.

"Semua kerja keras Sakura-chan tidak sia-sia, bukan? Lihatlah! Sakura-chan berhasil menjadi dokter, dan berhasil menikahi orang yang Sakura-chan cintai," tutur Hinata lagi.

Senyum di bibir Sakura perlahan memudar. Ia baru ingat bahwa Hinata tak tahu apa-apa tentang hubungannya dengan Sasuke. Sakura rasa, memberitahu hal itu kepada Hinata tidak ada salahnya. Ketika wanita yang kini tengah mengandung itu tertegun dengan cerita Sakura tentang rumah tangganya, Sakura buru-buru mengalihkan pembicaraan.

"Ah! Aku lupa bertanya. Berapa usia kandunganmu, Hinata?" tanyanya kemudian.

"Empat minggu."

"Kenapa kau tidak memeriksanya dengan Naruto?" tanya Sakura lagi, saat ia menyadari bahwa Hinata datang ke tempat itu sendirian.

Hinata menghela napas. "Sakura-chan ... tolong jangan beritahu Naruto-kun dulu. Aku juga tak akan memberitahu tentang rumah tanggamu kepada siapapun," ujarnya kemudian.

"Kenapa?" heran Sakura.

"Tidak. Hanya saja, aku ingin memberi kejutan untuk dia beberapa minggu lagi," jawab Hinata.

Sakura menghela napas panjang. Ia menyatakan kesanggupannya dengan Hinata. Jadi, kini mereka memiliki perjanjian untuk menjaga rahasia satu sama lain. Mereka berpisah setelah itu. Sakura berpamit untuk segera pulang. Tak lupa, ia melepas terlebih dahulu jas putihnya. Ia tak ingin ceroboh karena membawa jas itu pulang. []

.

.

.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Nurul Aisyah

Nurul Aisyah

sai kamu di sini tidak polos ya:)

2022-05-26

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!