...Terkadang kekecewaan yang ditorehkan oleh orang yang kita cintai, mampu menjadi tombak penyemangat untuk kita menjadi sosok yang lebih baik lagi....
...~Almeera Azzelia Shanum...
...🌴🌴🌴...
Akhirnya usai dari pertemuannya dengan Jonathan dan Darren. Almeera segera mengirim pesan untuk Bara. Dia ingin mengajak suaminya itu bertemu dan membahas izin untuknya kembali bekerja di perusahaan.
Almeera
Mas, bisakah kita bertemu di cafe favorit kita?
Bara
Bisa, Sayang. Setengah jam lagi, aku akan sampai.
Bertepatan dengan itu, saat ini waktu menunjukkan jam makan siang. Bara yang awalnya malas untuk keluar akhirnya dengan semangat mengendarai mobilnya menuju lokasi yang ditentukan oleh istrinya itu.
Dia benar-benar tak percaya jika Almeera mengajaknya makan tanpa direncanakan. Namun, itu bukanlah hal sulit. Apalagi jika tempat yang mereka gunakan untuk bertemu adalah cafe milik Bara sendiri.
"Hai, Sayang," sapa Bara dan mengelus kepala Almeera sebelum dia mendudukkan dirinya. "Tumben banget ngajak aku makan siang diluar?"
Mata Bara mengedar. Dia seakan sedang mencari sosok yang selalu menemani mamanya.
"Cari Bia?" tebak Almeera yang langsung mendapatkan anggukan kepala. "Bia ada di rumah."
"Kenapa tidak di ajak?" tanya Bara dengan heran.
"Sebenarnya aku dari kantor Kak Jo," terang Almeera dengan jujur.
Jantung Bara berdegup kencang. Jujur sudah lama sekali dia tak bertemu kakak iparnya itu. Bahkan semenjak dia akan menikah lagi, pertemuan keduanya sudah tak pernah terjadi.
"Untuk apa?"
"Hanya main dan ternyata ada Papa juga disana," jelas Almeera makin gamblang.
"Papa?" ulang Bara yang langsung mendapatkan anggukan kepala oleh Meera. "Kenapa gak ke rumah aja?"
Almeera tersenyum tipis. Dia mengangkat bahunya pertanda bahwa dirinya tak tahu.
"Kamu mau minum apa, Sayang?" tanya Bara mencoba mengalihkan kecanggungan keduanya.
Jujur Bara belum berani menemui mertuanya setelah insiden meminta restu itu. Dia tak seberani itu untuk melawan mertuanya yang sangat bijaksana. Darren adalah sosok pria yang Bara idamkan sejak dulu. Namun, karena keputusannya ini. Dia harus menjauh dari mertua yang dulu sangat menyayangi dan membanggakan dirinya.
Ya, Bara merupakan menantu yang disayang oleh Darren. Entah kenapa, Papa Almeera selalu mengatakan jika berbincang tentang bisnis dengan Bara, dia selalu merasa senang. Namun, semua itu harus sirna. Pengorbanannya untuk kebahagiaan yang lain harus dipertaruhkan.
"Jus alpukat saja," sahut Almeera dengan santai.
"Kamu gak makan?"
"Enggak. Aku sudah makan," sahut Almeera dengan cepat.
"Temani aku makan siang. Mau?"
"Tentu."
Akhirnya Bara memesan satu makanan untuknya. Dengan sabar, Almeera menemani suaminya makan. Bahkan wanita itu juga menyuapi suaminya makan ketika Bara yang meminta.
Setelah makanan itu kandas. Akhirnya Almeera mulai mengawali keinginannya untuk berpamitan kerja.
"Ada apa, Sayang? Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Bara setelah semua kegiatannya selesai.
"Sebenarnya gini, Mas. Aku…."
Suara Almeera terputus saat ponsel Bara berdering. Pria itu spontan mengangkatnya di depan Almeera.
"Ya. Saya sendiri?" sahut Bara saat telepon itu sudah tersambung.
Almeera melihat suaminya itu. Dia menebak-nebak siapakah gerangan yang menghubungi suaminya di jam makan siang.
"Ada apa dengan Narumi?"
Sakit.
Satu kata yang membuat kedua tangan Almeera mengepal di bawah meja. Entah kenapa saat mendengar nama sahabatnya itu disebut, luka yang mulanya Meera coba tutupi, kembali menganga.
Dia terus menatap wajah suaminya. Mencoba membaca situasi dari mimik muka Bara. Entah kenapa moodnya langsung mendadak jatuh hanya dengan mendengar nama Narumi disebut.
Dia tak benci pada Narumi. Namun, mengingat bahwa dia yang merebut ayah dari anak-anaknya. Membuat emosi Almeera mendadak naik. Tanpa kata, dia segera menenggak jus alpukat miliknya agar otaknya sedikit lebih dingin.
"Ya. Saya segera kesana, sekarang."
Panggilan itu terputus. Bara terlihat begitu panik hingga dia segera meraih kunci mobil dan ponselnya yang ada di atas meja. Pria itu terlihat begitu khawatir. Bahkan lutut Bara sampai tersandung meja karena tak hati-hati.
"Kenapa, Mas? Ada apa?" tanya Almeera saat suaminya hendak pergi.
"Maaf ya, Sayang. Aku harus pergi sekarang," kata Bara dengan tergesa-gesa.
"Mas." Almeera mencoba meraih lengan suaminya dengan erat
Namun, ternyata Bara malah berusaha melepaskan kaitan tangan itu dengan kasar.
"Aku harus pergi, Ra. Kita bicarakan lagi di rumah."
"Mas plis...sebentar saja. Aku ingin mengatakan hal penting," mohon Meera dengan sangat.
"Nanti, Ra. Aku sedang terburu-buru."
Belum sempat Almeera bersuara. Bara sudah pergi berlalu keluar dari restoran dan meninggalkan Almeera sendirian.
Wanita itu hanya berdiri disana. Menatap kepergian suaminya yang terlihat sangat khawatir setelah mendapatkan telepon dadakan.
Satu kata yang sangat cocok untuk keadaan Almeera sekarang.
Miris.
Ketika dirinya membutuhkan Bara, ingin mendiskusikan tentang pekerjaannya. Ternyata dia dikalahkan oleh sebuah kabar melalui telepon. Kabar yang berisi tentang adik madunya ternyata mampu membuatnya tersisihkan.
Almeera baru menyadari sesuatu. Dia tak lagi berharga di mata Bara. Dia tak lagi penting di kehidupan suaminya. Semua sudah tergantikan dengan cepat. Hanya ada Narumi...Narumi dan Narumi saat ini di kepala Bara.
Dan kali ini, tak ada lagi air mata yang menetes. Almeera benar-benar pasrah akan jalan takdirnya. Dia hanya bisa menghela nafas berat dengan tangan mengelus dadanya.
Sabar. Kamu pasti kuat, Meera, batinnya dengan diiringi senyuman miris.
Akhirnya Almeera tak ada lagi kepentingan di sini. Dia segera meraih tasnya dan meletakkan uang di meja tersebut. Tanpa kata, dia segera kembali masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan cafe yang menjadi saksi bahwa dia sudah tak berarti di mata Bara.
...🌴🌴🌴...
Almeera langsung pulang ke rumahnya. Tanpa kata dia segera mengunci dirinya di dalam kamar. Tak ada ekspresi apapun di wajahnya. Almeera meletakkan tasnya di lantai lalu segera berjalan menuju cermin besar yang ada di kamarnya.
Almeera berdiri disana. Mengamati seluruh tubuhnya saat ini. Perlahan dia melepaskan hijabnya dan meletakkannya di lantai. Lalu dia mulai melepaskan gamis yang dia pakai sampai meninggalkan celana panjang dalaman dan kaos pendek atasan.
Sesaat, Almeera mengamati tubuhnya. Dia menggerakkannya ke kanan dan ke kiri secara bergantian. Satu kata yang bisa menggambarkan dirinya saat ini, yaitu jelek. Tubuhnya mulai menggemuk. Wajahnya tak secerah dulu. Dia benar-benar bukan Almeera yang dulu lagi.
Kepalanya dia gelengan. Dirinya tak mau menjadi nomor dua. Dia tak mau dikalahkan oleh apapun. Baik itu dia, keadaan atau apapun. Almeera ingin kembali seperti dulu lagi. Dinomor satukan dan tak pernah terganti.
Almeera mulai bertekad. Dia menunjuk bayangan dirinya di cermin dengan wajah begitu serius.
"Aku akan mulai hidup baruku dari sini. Ya dari titik ini aku akan berubah. Aku akan membuat mereka menyesal karena sudah membuangku!" tekad Meera dengan yakin.
Tak ada lagi air mata disana. Tak ada lagi tangisan menyayat hati seperti biasanya. Seakan semua yang terjadi pada dirinya, sudah membuat Almeera kebal akan air mata.
"Selamat tinggal Almeera, Nyonya Gibran Bara Alkahfi. Terima kasih sudah kuat sampai di titik ini. Maaf, esok mari kita mulai dengan langkah baru. Lupakan dia yang menyakitimu dan tamparlah mereka dengan perubahanmu."
~Bersambung
Emang Mas Bara bisa-bisanya ninggal Almeera sendirian. Uh ulahmu itu bikin makin gedeg.
Jangan lupa klik like, komen dan vote yah. Biar author semangat ngetiknya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
Tega km mas Bara sama istri pertamamu bilang sangat cinta syang sayang tp km tinggalintak berperasaan hanya dpt tlpn dg sebuah nama Narumi Narumi....yg ada di kepalamu langsung tak peduli dg Meera istri pertamamu sungguh kejam mas Bara
2024-03-16
0
💋Titika tika27💋
Semangat meeraaaaa, aku pdamu 😘😘😘😘
2024-01-31
0
Sur Yhanie
bangkitlah....jangang menjedog saja meera
2023-11-10
1