...Mereka memang berbeda tapi aku mencintai perbedaan keduanya. ...
...~Gibran Bara Alkahfi...
...🌴🌴🌴...
Selama satu minggu Bara menghabiskan waktunya di rumah Narumi. Waktu yang begitu membahagiakan untuknya. 7 hari waktu yang sangat sempurna bagi Bara. Meski bersatunya mereka sangat amat terlambat. Namun, bersatu dengan Narumi dan menjadikannya istri bukanlah khayalan semata.
Ini semua benar-benar terjadi. Kekasih yang dulu pergi meninggalkannya. Akhirnya kembali lagi. Cinta yang dulu menghancurkannya, kini bisa dia rangkul kembali dalam sebuah pernikahan.
Setiap pagi, pemandangan yang begitu dia sukai adalah ketika melihat Naruminya masih tertidur. Sepasang mata itu masih terpejam dengan nyenyak. Bersandar di lengannya dengan tangan ia letakkan di atas dada adalah posisi favorit Bara.
Pria itu menepis anak rambut yang menghalau pandangannya dari wajah Narumi. Merapikannya hingga Bara bisa melihat raut kelelahan di wajah ayu tersebut. Jika dihitung dari mereka menikah, entah sudah berapa kali dirinya menggagahi Narumi. Pelayanan yang wanita itu berikan sangat amat sempurna.
Dari pandangan Bara, dia menemukan perbedaan dari kedua istrinya. Narumi memiliki wajah yang seksi tapi sebetulnya perilaku wanita itu di ranjang sangat lembut. Permainan yang pelan tapi membuatnya selalu bisa melayang.
Sedangkan bersama istri pertamanya Almeera. Sejak pertemuan pertama dengan anak dari pasangan Darren dan Tari tersebut. Meera sudah dikenal sebagai wanita mandiri, kuat dan terkesan tomboy. Bahkan di atas ranjang, istri pertamanya itu sangat liar dan panas. Sering kali Almeera mendominasi permainan hingga mampu membuat Bara selalu puas dan ketagihan.
Wajah Almeera yang cantik, kalem dan lembut seakan menutupi sesuatu yang ada di dalam dirinya saat di ranjang. Hal itu tentu membuat Bara merasa bahagia. Hanya dia yang mampu melihat sisi lain istri pertamanya itu.
Perbedaan dari keduanya tak membuat Bara memilih. Dia benar-benar mencintai keduanya dan tak akan melepaskan siapapun.
"Terima kasih sudah kembali ke pelukanku, Sayang," bisik Bara di telinga Narumi dan diiringi sebuah kecupan lembut di pipinya.
...🌴🌴🌴...
Waktu terus berjalan. Pagi semakin naik hingga hampir siang. Saat ini, Narumi sedang berjibaku di dapur bersama alat tempurnya. Dia sedang membuat roti selai bakar sebagai menu sarapan mereka.
Tangannya begitu lihai. Dia cekatan bergerak kesana kemari dan hal itu menjadi pemandangan pagi yang bagus di mata Bara.
"Mas mau minum apa?" Tanya Narumi setelah dia memindahkan roti itu di atas piring.
"Berikan aku teh madu saja, Sayang," kata Bara dengan lembut.
Narumi mengangguk. Dia meletakkan piring berisi roti tersebut di depan sang suami lalu segera melanjutkan kegiatannya untuk membuat segelas teh madu.
"Ini untukmu, My King," goda Narumi sambil meletakkan segelas susu itu dan mencuri satu kecupan di pipi Bara.
"Thank you."
Narumi mengangguk. Dia mengambil duduk di samping suaminya hingga pahanya terekspos jelas. Perempuan itu tak berniat menggoda. Namun, dirinya memang sedang menggunakan kemeja suaminya hingga membuat penampilannya terkesan seksi.
"Aku suapin, 'yah?" Tawar Narumi yang langsung diiyakan oleh Bara.
Dengan telaten, wanita yang menyandang sebagai istri kedua Gibran Bara Alkahfi tersebut, menyuapinya dengan lembut. Hingga roti itu kandas dan membuat Narumi mengacungkan jempolnya pertanda suaminya begitu pintar.
"Kapan Mas kesini lagi?" Tanya Narumi sambil menatap sang suami yang masih meneguk minumannya.
"Senin, Sayang," sahut Bara dengan lembut. "Tiga hari aku disini dan empat hari aku disana."
Narumi menurut. Dia mengangguk dengan hati yang bergemuruh. Senyuman yang dia berikan pada sang suami hanyalah kepalsuan. Dia ingin Bara selalu bersamanya. Tak ada pembagian waktu dan itu harus segera dia singkirkan.
"Aku akan menunggumu, Mas," kata Narumi dengan menjatuhkan kepalanya di pundak sang suami.
Bara mengangguk. Saat tangannya hendak mengelus kepala sang istri. Suara nada panggilan telefon yang nyaring, membuat kepala Narumi menjauh dan membiarkan suaminya meraih ponsel yang diletakkan tak jauh dari posisi Bara.
"Sebentar ya, Sayang. Aku angkat telepon dulu," pamit Bara tanpa menunggu jawaban sang istri.
Dia segera menggeser panggilan itu dan mendekatkannya di telinga. Panggilan tersambung dan pertama yang dia dengar adalah tangisan putrinya.
Bara bisa menerka jika putrinya itu pasti merindukannya. Dia baru menyadari jika baru kali ini Bara pergi terlalu lama. Hingga tangisan Bia yang kencang semakin membuat rasa bersalah melingkupi hatinya.
"Assalamu'alaikum, Putri Papa?"
"Halo, Papa….hiks," sahut Bia dengan suara seraknya.
"Salam Papa kok gak dijawab?" Tanya Bara pura-pura kesal.
"Waalaikumsalam, Heronya Bia," kata putri keduanya dengan pelan.
Entah kenapa panggilan kecil itu semakin membuat Bara merindukan putrinya. Dia ingin segera merengkuh tubuh mungil itu dan membawanya jalan-jalan.
"Kenapa menangis, Sayang?"
"Bia rindu, Papa," ucap Bia dengan pelan.
Suara tangisan itu mulai berhenti. Hanya tinggal sesenggukan dan seraknya saja yang terdengar.
"Papa juga rindu sama, Bia."
"Sungguh?" Tanya Bia memastikan.
"Tentu, Sayang."
"Kalau Papa rindu Bia. Kenapa Papa kerjanya lama? Biasanya Papa gak bakal ninggalin Bia lama-lama," tanya bocah kecil umur 4 tahun dengan semangat.
"Papa karja lama, 'kan, untuk Bia juga. Jadi, Bia gak boleh marah sama Papa. Bia harus semangatin Papa biar cepet pulang."
Itu bukan suara Bara. Melainkan suara istri pertamanya. Entah kenapa perkataan Almeera menurutnya, seakan kode meminta dia segera pulang. Hal itu tentu membuat Bara merasakan rindu pada istrinya itu.
Namun, jujur dia bukan hanya rindu anak-anak. Sosok Almeera juga terbayang di pelupuk matanya. Sikapnya, tingkahnya dan senyumnya selalu menari-nari saat dirinya bersama Narumi.
"Papa akan pulang hari ini, Sayang," kata Bara yang langsung terdengar teriakan sang putri karena begitu bahagia.
Entah kenapa tawa putrinya seakan magnet yang membuat bibirnya tak henti tersenyum.
"Papa jemput Bia, 'yah! Bisa, 'kan?" Pinta Bia dengan suara begitu berharap.
"Tentu, Sayang. Papa akan menjemputmu hari ini."
Di seberang telepon, Almeera mengusap air matanya yang menetes. Saat-saat seperti ini lah yang menjadi pertimbangan dirinya untuk berpisah dengan sang suami. Selama satu minggu ini, putrinya itu selalu menanyakan kabar dan keberadaan papanya itu.
Selama 7 hari ini, Almerra sengaja memutus komunikasi sang suami dengan dirinya dan kedua anaknya. Dia ingin memberikan waktu Bara untuk bahagia. Menghabiskan waktunya dengan istri kedua dan tak ada gangguan dari dirinya sedikitpun.
Tapi, lihatlah sekarang!
Sepertinya keputusannya kemarin untuk memutus semua komunikasi mereka adalah sebuah kesalahan. Hanya dijanjikan untuk dijemput saja, putrinya begitu bahagia. Melompat kesana kemari dengan tawa bahagianya tentu membuat Almeera tak bisa membayangkan bagaimana jika dia memilih berpisah.
Maafkan Mama, Nak. Mama sempat egois memisahkanmu dengan Papa, tapi Mama janji akan menguatkan hati demi dirimu dan Abang, batin Almeera bertekad.
"Terima kasih. Aku sayang, Papa."
"Papa menyayangimu bahkan sangat menyayangimu."
~Bersambung
Terkadang cinta dan bodoh tidak bisa dibedakan. Apalagi ketika menyangkut kebahagiaan seorang anak. Meski harus melewati kepahitan, seorang ibu bahkan rela melakukannya.
Bener, 'gak?
Jangan lupa klik like, komen dan vote ya biar author makin semangat ngetiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Lanjar Lestari
muak aku dg senyum palsumu Narumi lupa sama Anak km Bara 7 hari lebih milih tinggal dg istri ke 2 km lupakan anak anakmu dan istri pertamamu keterlaluan
2024-03-12
0
latte
hmmmm...rumi mulai dengan kecemburuan juga.oiii paksu..no komenlah buat dirimu
2024-03-08
0
desember
q kok sedih dg sebutan "hero"
2024-02-21
1