...Entah kenapa hal biasa yang kita lakukan semuanya terasa hambar dan tak berkesan seperti dulu....
...~Almeera Azzelia Shanum...
...🌴🌴🌴...
"Siapa, Mas?" Tanya Narumi saat melihat suaminya kembali duduk.
"Putriku," sahut Bara sambil meletakkan ponselnya.
"Kapan Mas akan mengenalkanku dengan anak-anak?"
Spontan ucapan Narumi membuat Bara terkejut. Dia menolehkan kepalanya dan menatap wajah istrinya yang penuh harap.
"Kamu ingin mengenal anak-anakku?"
"Bukankah anak-anak Mas juga anak-anakku, sekarang?" Tanya Narumi dengan serius.
Bara mengangguk. Dia juga tak bisa mengelak akan kebenaran itu. Saat ini Narumi sudah menjadi istrinya dan sekaligus menjadi ibu dari kedua anak-anaknya. Namun, untuk mengenalkannya pada Bia dan Abraham, Bara belum sanggup. Masih ada ketakutan dalam dirinya jika kedua anaknya tak menerima Narumi.
"Kenapa Mas diam saja?" Desak Narumi saat melihat wajah suaminya seperti memikirkan sesuatu.
"Mas tak tahu harus mengatakan apa, tapi…." Jeda Bara sambil meraih kedua tangan Narumi dan menggenggamnya. "Pernikahan kita belum diketahui anak-anak, Sayang. Jadi Mas minta tolong kamu bersabar sampai kedua anak Mas tahu tentang ini."
Aku pastikan secepatnya anak-anakmu akan mengetahui keberadaanku, Mas. Aku ingin melihat bagaimana reaksi mereka, gumam Narumi sambil menatap wajah Bara begitu lekat.
"Kamu marah?" Tanya Bara sambil mengelus pipi istri keduanya.
Narumi menggeleng lalu dia teringat akan apa yang ingin dibicarakan pada suaminya tadi sebelum Bara mengangkat telepon.
"Aku ingin bertanya sesuatu, Mas," kata Narumi dengan wajah begitu ragu.
"Tentang apa, hmm?"
"Bolehkah aku bekerja?" Tanya Narumi dengan menatap mata Bara.
"Bekerja?" Ulang Bara dengan nada bicara serius. "Kenapa kamu ingin bekerja? Bukankah gajiku cukup untuk menafkahimu?"
"Bukan seperti itu, Mas." Narumi menggeleng. Lalu dia balas menggenggam tangan suaminya dan memberikan kecupan disana. "Aku hanya ingin selalu ada di dekatmu. Jangan tersinggung, Mas."
"Aku tak tersinggung, tapi…." Jeda Bara sambil berpikir. "Sebenarnya aku lebih suka istriku berada di rumah. Melayaniku dan menungguku pulang, tapi mengingat kamu kerja bersamaku, baiklah aku setuju, Sayang."
"Mas yakin?" Tanya Narumi dengan senyum sumringah.
"Tentu saja. Apalagi aku tau kamu akan bosan jika hanya diam di rumah."
"Terima kasih, Mas. Terima kasih. Mas selalu bisa ngertiin aku. I Love You," ucap Narumi sebelum memeluk Bara dengan erat.
Ini langkah awal untukku merebutmu, Mas. Aku akan selalu menempel denganmu dan menghapus keberadaan istri dan anak-anakmu itu, batin Narumi dengan senyuman liciknya.
...🌴🌴🌴...
Waktu terus bergulir begitu cepat. Malam semakin larut tapi Almeera masih belum memejamkan matanya. Dia terus menatap ke arah pintu rumah yang masih tertutup rapat. Hari ini dirinya sengaja masih terjaga karena suaminya akan pulang.
Sebenarnya masa-masa seperti ini adalah kegiatan biasa yang selalu dilakukan oleh Meera selama menikah. Menunggu suaminya pulang sampai dia tertidur di sofa. Namun, entah kenapa sekarang semua itu terasa hampa. Dia merasa seakan kegiatan ini tak spesial seperti biasanya.
Hingga perhatian Almeera mulai terganggu saat mendengar suara mesin mobil memasuki pelataran rumahnya. Suara yang dulu menjadi candu untuknya, suara yang selalu membuatnya berlari bersemangat menyambut suaminya. Namun, sekarang semua itu terasa biasa saja.
Almerra langsung membuka pintu utama dan bersamaan dengan itu, Bara juga sudah berdiri disana. Kedua mata itu saling beradu pandang. Hingga Bara baru menemukan perbedaan. Tak ada lagi kehangatan disana, melainkan raut wajah datar yang perempuan itu berikan.
"Mas sudah makan?" Tanya Meera menyadarkan Bara dari lamunannya.
"Belum. Aku sengaja ingin makan dirumah," sahut Bara dengan melangkah masuk dan melonggarkan dasinya.
"Baiklah. Aku akan menghangatkan makanan untukmu, Mas," pamit Meera sambil membawa tas kerja suaminya.
Setelah meletakkan tas tersebut. Almeera segera ke dapur. Membuatkan susu hangat sekaligus makanan yang disimpan di lemari makan. Semua Meera lakukan dengan cepat. Bahkan tubuh itu tak sedikitpun menyadari jika Bara memperhatikannya dari jauh.
Hanya butuh waktu sepuluh menit semua makanan itu tertata rapi di atas meja makan. Dia segera memanggil Bara untuk segera mengisi perutnya.
"Almeera," panggil Bara saat istrinya hendak pergi.
"Ya, Mas?" Sahut Meera tanpa menoleh.
"Temani aku makan malam," pintanya dengan nada penuh harap.
Sejujurnya Meera tak kuasa menatap wajah suaminya. Maka dari itu dia cepat-cepat ingin kembali ke atas. Bayangan bagaimana suaminya di rumah Narumi. Melayani pria itu makan dan lainnya tentu membuatnya merasa sakit hati. Namun, dia juga tak sejahat itu.
Dengan segala kerendahan hati, Almeera berbalik. Dia duduk di depan Bara dan mengambilkan makanan untuk suaminya itu.
"Kamu sudah makan?" Tanya Bara setelah Almeera menyodorkan sepiring makanan di depannya.
"Sudah, Mas."
"Anak-anak?"
"Sudah."
Bara mendongak. Dia ingin melihat wajah istrinya saat ini. Namun, entah hanya firasatnya atau bukan. Istrinya itu seakan irit bicara kepadanya.
"Kamu marah sama, Mas?"
Spontan Almeera mendongak. "Untuk apa aku marah?"
"Karena Mas pulang larut malam," sahut Bara dengan cepat.
"Jika Mas pulang malam karena bekerja, aku tak masalah. Bukankah hal seperti itu sudah biasa?"
Telak.
Seakan Bara tertampar oleh perkataan istrinya. Dia hanya mampu terdiam dengan pikiran yang berkelana. Dia mulai memakan makanan itu dengan lahap. Jujur perutnya sudah meronta sejak tadi dan ingin dia isi dengan masakan istri pertamanya.
Dalam diam, Bara mencuri pandang ke arah istrinya. Entah kenapa Almeera benar-benar berubah. Biasanya perempuan itu dengan semangat menceritakan hari-harinya bersama anak-anak. Kegiatan yang dia lakukan dan perasaannya. Namun, hari ini sangat amat berbeda. Istrinya lebih banyak diam dan melamun.
Terlalu berpikir sampai membuat Bara tak mengetahui jika istrinya sedang menatapnya.
"Mas!" Panggil Meera dan langsung menyadarkan Bara. "Kenapa melamun?"
Bara menggeleng. Dia lekas menghabiskan makanannya dengan cepat karena takut istrinya sangat mengantuk.
"Terima kasih sudah mau menjemput Bia ke sekolah. Mas. Pasti pekerjaanmu begitu banyak dan kerepotan."
"Tidak, Sayang," ucap Bara dengan cepat. "Itu sudah menjadi tanggung jawabku sejak dulu. Aku tak merasa keberatan dan kerepotan," balas Bara dengan tegas.
Almeera akhirnya memilih diam. Dia tak mau berdebat apapun malam ini. Biarlah dia menahan semuanya hingga meminimalisir adanya pertengkaran.
"Minumnya?"
"Ah iya, Mas. Maaf Meera lupa."
Almeera lekas mengambil gelas dan teko lalu mengisinya sampai penuh. Setelah itu dia memberikan pada Bara. Saat tangan mereka bersentuhan, Almeera lekas menjauhkannya. Dia mengalihkan tatapan Bara dengan meraih bekas piring itu dan membawanya ke dapur.
Tanpa sepengetahuan Meera, Bara mengikuti langkahnya. Bahkan sejujurnya dia merasa kecewa saat tahu istrinya seakan menjauh. Hingga saat melihat Almeera sedang mencuci piring bekasnya. Bara mendekati perempuan itu. Lalu dia melingkarkan tangannya sampai Almeera berjingkat kaget.
"Mas." Almeera melepas tangan itu dengan paksa.
"Kamu kenapa, Ra? Kenapa kamu tak mau kusentuh?" Tanya Bara menuntut.
"Aku...aku…"
"Apa kamu merasa jijik denganku?"
~Bersambung
Mas Bara sini tak bisikin biar kamu sadar. Gimana kalau Meera yang disentuk sama cowok lain, hmm. Kamu pasti ngamuk-ngamuk toh?
Jangan lupa klik like, komen dan vote yah..Biar author semangat ngetiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
aisyahara_ㅏㅣ샤 하라
aku mah ogah .. meera aj gg oon
2024-03-28
0
Lanjar Lestari
sdh ada Narumi mibta di sentuh dia aja Mas Bara aku jijik aku g mau km banyangin dia sedang Meera jg selalu terbayang gmn km dan rumi di ranjang mas Meera g bisa
2024-03-12
0
latte
jgn sentuh aku mass..aku jijik aku jijik😁
2024-03-08
0