...Cinta itu membuat orang bodoh. Apalagi cinta pada orang yang salah, itu sangat menyakitkan dan membuat kita mudah dimanfaatkan....
...~JBlack...
...🌴🌴🌴...
Sebuah mobil terlihat bergerak membelah jalanan kota. Seorang pria dengan pakaian rapi terlihat mengendarai mobilnya begitu hati-hati. Ini masih jam kantor, tapi rasa rindu yang menghinggapi hatinya serta kecamuk masalah di rumah istri pertamanya, membuatnya ingin melepas sesak itu di rumah istri kedua.
Ya, dia adalah Gibran Bara Alkahfi. Pria yang seharusnya masih ada di kantor ternyata menyelinap untuk menemui istri keduanya. Padahal hari ini adalah waktunya untuk istri pertama dan kedua anaknya. Namun, karena masalah semakin membuat kepalanya sakit, dia memilih berkunjung ke rumah Narumi. Apalagi dia juga memiliki tujuan penting untuk datang kesana.
Saat mobilnya baru saja masuk ke pekarangan rumah Narumi. Pintu utama langsung terbuka dan muncullah sosok istri keduanya disana. Sebuah sambutan hangat melalui pelukan dan ciuman diberikan oleh Narumi.
"Bukankah hari ini waktunya Almeera, Mas?" tanya Narumi sambil melingkarkan tangannya di lengan sang suami dan membawanya masuk.
"Ya memang. Aku kesini ingin memberikan sesuatu padamu," kata Bara lalu mulai mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.
"Apa?"
"Ini gajiku, Sayang. Terimalah!" Bara menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat yang berisi uang gajinya.
"Mas...ini terlalu banyak," sahut Narumi saat tangannya menerima amplop tebal itu.
"Kenapa?" tanya Bara dengan mengernyitkan alisnya. Dia bingung ketika melihat ekspresi istri keduanya itu.
Narumi masih diam. Dia membuka amplop itu lalu melihat isi uang di dalamnya.
"Ini terlalu banyak untukku, Mas. Bukankah aku sudah bilang, jangan berikan gaji Mas lima puluh persen padaku?" kata Narumi dengan lembut.
"Aku tau dan ingat. Tapi, bukankah aku harus adil diantara kalian berdua?"
"Ini bukan perihal adil, Mas. Tapi…." jeda Narumi pelan sambil menggenggam telapak tangan sang suami. "Almeera memiliki dua orang anak, Mas. Sedangkan aku? Aku masih sendirian. Jadi berikan tujuh puluh persen untuk Almeera dan tiga puluh persen untukku."
"Apa! Tidak, Rumi," bantah Bara menolak. "Itu terlalu sedikit untukmu."
Tentu saja Bara menolak. Menurutnya Narumi sudah banyak mengalah. Perihal waktu, dia sudah memberikan tiga hari untuk Rumi dan empat hari untuk Almeera. Lalu sekarang perihal gaji, kenapa dia tak bisa adil.
"Kumohon, Mas. Apa Mas lupa, aku masih bekerja denganmu. Sedangkan Almeera, dia pengangguran. Jadi tolong kabulkan keinginanku," pinta Narumi dengan tatapan penuh harap.
"Kamu yakin?"
Narumi mengangguk dan tak lupa dia memberikan senyuman manis di kedua sudut bibirnya. "Aku yakin, Mas. Bahkan sangat yakin!"
"Kamu ridho?"
"Tentu saja, Mas. Aku ridho."
"Alhamdulillah." Bara menyebut. Dia mencium dahi Narumi dan tersenyum. "Terima kasih atas kedewasaan dan pengertianmu ini, Sayang. Aku semakin mencintaimu."
Harus diakui, sejak dulu Narumi miliknya seperti ini. Wanita yang menjadi istri keduanya adalah orang yang baik. Dia selalu mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Karena hal itulah, sampai saat ini rasa cintanya pada Narumi tak pernah padam.
Bara mengakui dia mengagumi istri keduanya itu. Narumi adalah wanita yang cerdas. Bahkan hanya diajarkan satu atau dua kali, wanita itu sudah bisa mengikuti. Bahkan menjadi sekretarisnya pun, Narumi sangat berkompeten menurutnya.
"Kamu wanita hebat, Sayang. Aku bangga punya istri kayak kamu."
Pujian dari Bara tentu membuat Narumi tersenyum lebar. Dia sangat bahagia melihat suaminya semakin terjebak pada dirinya. Tanpa kata dia menghambur ke pelukan Bara. Dia memeluknya dengan erat dan tak memberikan jarak sedikitpun.
"Aku bahagia bisa kembali sama kamu, Mas. Terima kasih sudah menikahiku," katanya dengan suara serak seakan menahan tangis. "Terima kasih juga sudah mau memaafkanku dan masih mencintaiku sedalam ini."
"Ustt." Bara melepas pelukannya.
Dia meriah dagu sang istri dan meletakkan kedua tangannya di kedua sisi wajah Narumi.
"Jangan katakan apapun tentang masa lalu kita," seru Bara dengan tatapan mata tajam. "Yang terpenting aku sudah memaafkanmu dan kita tak akan pernah terpisahkan. Promise?"
"Promise. Love you, My Husband."
"Love you too, My Wife."
Teruslah mencintaiku sedalam ini sampai aku bisa menyingkirkan mereka dari hidupmu, batin Narumi dengan bibirnya yang tersenyum ke arah sang suami.
...🌴🌴🌴...
Setelah tujuannya selesai. Bara segera kembali kantor. Dia mengendarai mobilnya dengan tenang sekaligus menatap jalanan yang mulai padat. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Bukankah saat ini dia berusaha menarik perhatian Almeera. Mencoba membuat istrinya kembali hangat dan mudah tersenyum.
Akhirnya muncul ide di pikirannya dan membuat Bara memilih menepikan mobilnya sejenak. Setelah itu, dia meraih ponsel dan mencari nomor kontak istri pertamanya.
Ketemu.
Tanpa basa basi, Bara segera menekan tombol telepon dan mendekatkan benda pipih itu di telinganya. Dia masih terdiam sampai dering keempat panggilan itu baru saja tersambung.
"Halo, assalamualaikum." Sambut suara yang begitu familiar dan dia rindukan.
"Waalaikumsalam, Ra. Kamu ada dimana?" tanya Bara dengan cepat.
Bara menunggu jawaban. Di seberang sana suara istrinya tak ada. Hanya keheningan yang terjadi di antara mereka dan membuat Bara menengok panggilan itu masih tersambung atau tidak.
"Sayang," panggil Bara lagi.
"Ya. Ada apa?"
"Kamu dimana?"
"Lagi di jalan."
"Habis dari mana?" tanya Bara penasaran.
Sejujurnya dia merasa bersalah akan kejadian tadi pagi. Kejadian dimana tanda merah itu harus dilihat oleh istrinya. Bara tentu sangat menyesal akan kejadian itu dan membuatnya ingin menebusnya malam ini.
"Jalan-jalan," sahut Almeera sekenanya.
"Sama Bia?"
"Tentu saja, Mas. Aku hanya punya Bia selain Abraham," jawabnya dengan nada begitu pelan.
"Kamu masih punya aku, Ra."
"Kamu sudah bukan punya aku seutuhnya," sahut Almeera dengan tegas.
Bara menghela nafas lelah. Jika diteruskan pasti akan berakhir dengan pertengkaran. Akhirnya Bara memilih lebih baik menyampaikan keinginannya daripada harus berakhir dengan sia-sia.
"Ra nanti malam, kita makan malam di luar, yuk!" ajak Bara mencoba mengalihkan perdebatan mereka. "Kita juga nonton bioskop. Bagaimana?"
Tak ada jawaban. Hanya terdengar suara helaan nafas dari seberang sana dan membuat Bara menunggu jawaban apa yang akan diberikan oleh istrinya.
"Meera. Kamu dengar aku, 'kan?" tanya Bara tak sabaran.
"Ya."
"Mau tidak? Aku ingin mengulang kegiatan yang biasa kita lakukan dulu, Ra," ucap Bara dengan suara pelan.
Jujur dia merindukan Almeera. Merindukan manjanya, perhatiannya, senyumnya dan cerewetnya. Sungguh melihat istrinya yang sekarang dan lebih banyak diam, membuatnya merasa menjadi suami paling jahat.
"Aku capek, Mas. Ingin istirahat saja," sahut Almeera memberikan keputusan.
"Kumohon, Sayang."
"Lebih baik Mas ajak Narumi saja. Aku yakin dia bahagia jika diajak olehmu," ujar Almeera dengan suara datarnya.
Bara terdiam. Dia tak menyangka jawaban istrinya seperti itu. Bahkan disaat dia ingin memperbaiki hubungan mereka. Almeera selalu saja melempar dirinya pada Narumi.
"Aku pengen ajak kamu, Ra. Bukan Narumi!"
"Dia istrimu, 'kan?"
"Kamu juga istriku!" tekan Bara tak mau kalah. "Yang pasti kamu harus siap-siap dan aku jemput jam 7 malam. Assalamualaikum."
~Bersambung
Emang Mas Bara ini bener-bener. Kita lihat Mbak Meera mau gak ya nonton bareng dia.
Rasanya kalau nulis part sama si ulet pen garuk hehehe.
Jangan lupa klik like, komen dan vote yah. Biar author semangat ngetiknya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Susana Dewi
jangan bilang kalau bara dan narumi dulu adalah kekasih.. waaahhh
2024-04-30
0
Cb c
nemu novel ini alhamdulillah pas lagi batuk melanda dada smakin panas 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣..
2024-03-29
0
💋Titika tika27💋
Panasss dingin aku bacanya 😈😈😈
2024-01-31
0