...Sebesar apapun kita mencoba berdamai dengan masa lalu, tapi nyatanya tak semudah membalikkan tangan. ...
...~Almeera Azzelia Shanum...
...🌴🌴🌴...
Sentuhan yang begitu dia rindukan akhirnya kembali dirinya rasakan. Desiran itu masih ada dalam dirinya. Namun, dengan sengaja perempuan yang tidur bersama putrinya berpura-pura terpejam.
Almeera tak munafik. Dia merindukan suaminya. Rindu pelukannya, senyumannya, sentuhan dan perhatiannya. Walau sebesar apapun pria itu menyakiti dirinya, cinta itu masih tetap besar bersarang di hatinya.
Pernikahan mereka bukan seumur jagung. Melainkan 15 tahun mereka menjalin rumah tangga hingga badai menerpa keduanya. Entah bisa disebut apa, tetapi Almeera berfikir mungkin ini ujian keduanya setelah menikah.
Jika dulu ujian mereka adalah perbedaan agama sebelum menikah dan sekarang diuji oleh wanita lain yang datang di antara mereka. Almeera tak menyalahkan apapun. Dia menyadari segala yang terjadi, pasti terdapat campur tangan tuhan. Bukan hanya kesalahan suami dan wanita lain. Pasti ada kesalahan pada dirinya juga, yang membuat suaminya bisa melihat ke arah wanita lain.
Bersamaan dengan suara pintu kamar kembali tertutup. Jatuhlah air mata yang sejak tadi Almeera tahan. Matanya terbuka dengan menerawang menatap ke langit-langit kamar. Kenangannya dengan sang suami bukan hanya satu. Melainkan keduanya banyak melewati peristiwa hingga bisa di titik ini.
"Maaf, Mas. Bukan aku ingin menjauhimu. Melainkan aku masih berusaha berdamai dengan keadaan."
...🌴🌴🌴...
"Sayang!" suara berat khas Bara terdengar di pagi hari.
Almeera yang saat itu sedang berada di dapur tentu mendengar. Dia segera meminta pelayan untuk menggantikannya lalu berjalan ke kamarnya.
"Ada apa?" tanya Almeera yang baru saja datang.
Suara itu terlihat berbeda. Bahkan raut wajah yang biasanya ceria berganti dengan tanpa ekspresi. Tak ada lagi kebahagiaan di wajah wanita itu. Hanya ada ekspresi yang tak bisa ditebak oleh siapapun.
"Kemeja hitam kesayanganku, mana?" tanya Bara sambil menatap istrinya yang masih berdiri di dekat pintu.
"Bukankah biasanya ada di bagian kemeja?" Almeera balik bertanya dengan menunjuk lemari khusus pakaian atas suaminya itu.
"Aku sudah mencarinya tapi tidak ada," sahut Bara dengan lugas.
Ya pria itu memang berkata jujur. Dia sudah mencari tapi tak menemukan kemeja itu. Hari ini entah kenapa dia ingin mengenakan pakaian itu untuk ke kantor. Maka dari itu Bara sampai berusaha mencari hampir dua puluh menit tapi tetap tak ketemu.
"Coba sini!" kata Almeera mendekat. "Biar aku yang cari."
Bara menggeser tubuhnya mempersilahkan istrinya mengambil alih. Dia yakin bila Almeera yang mencari pasti segera ketemu.
Dengan pelan dan penuh kejelian, perempuan yang mengenakan dress rumahan itu mulai bergerak cekatan. Matanya menatap awas dengan tangan begitu lihai mengobrak abrik lemari suaminya.
"Kamu yakin kemeja itu ada disini?" tanya Almeera melirik suaminya.
"Maksudnya?"
"Kemejamu bukan di rumah Narumi?" tanya Almeera yang terdengar menyindir di telinga Bara.
"Enggak. Aku tak membawa kemeja banyak di sana."
Jantung Bara seakan mencelos. Dia menatap istrinya yang hanya mengedikkan bahu. Entah kenapa pernyataan Almeera barusan seakan menyadarkan bahwa dirinya memiliki dua istri dan dua tempat tinggal.
Almeera kembali mencari. Hingga dia mengangkat sebuah kemeja hitam dan memperlihatkan pada suaminya.
"Apa ini?"
Wajah Bara begitu sumringah. Dia mengangguk dan menerima uluran tangan dari istrinya.
"Terima kasih."
"Sama-sama."
"Kalau sudah, aku akan kembali ke dapur," pamit Almeera hendak beranjak pergi.
"Tunggu!"
"Ya?"
"Tolong bantu aku memakainya," pinta Bara dengan tatapan mata penuh harap.
Biarlah dia dibilang manja. Namun, jujur Bara ingin sifat dan sikap istrinya kembali hangat seperti semula. Dia akan mencoba meraih simpati Almeera dengan kegiatan yang biasa mereka lakukan.
"Mas bukan anak kecil lagi dan bisa memakainya sendiri," ujar Almeera dengan nada dingin.
"Bukankah kegiatan seperti ini sudah menjadi hal biasa selama kita menikah?" tanya Bara dengan tatapan kecewa. "Tolong, Ra!"
Almeera tak mampu membantah lagi. Dia segera melangkahkan kakinya semakin dekat dengan sang suami. Dia menghela nafasnya begitu dalam sebelum tangan itu menyingkirkan handuk yang menutupi tubuh kekarnya.
Dengan sekali gerakan handuk tadi mulai terlepas dari dada Bara, hingga terlihat sebuah pemandangan menyakitkan. Disana, di dada bidang Bara yang biasa menjadi tempat favorit Almeera. Terdapat tiga buah tanda merah yang tercetak jelas.
Dia bukan wanita bodoh. Dirinya sangat mengerti tanda apa yang ada di dada suaminya. Hingga ingatan Almeera kembali berputar. Dia seakan kembali membuka ingatan lamanya.
Dimana saat itu dirinya mengantar makan siang untuk Bara. Dengan pelan mobil yang ia kendarai mulai memasuki parkiran khusus petinggi kantor. Dengan mengucapkan bismillah, Meera meraih kotak bekal yang dia bawa dan berjalan masuk ke dalam perusahaan.
Sepanjang jalan, banyak karyawan yang menunduk hormat pada istri bosnya itu. Bahkan tak jarang, sebagian karyawan pria memuji kecantikan Almeera. Tapi lagi-lagi, mereka harus sadar akan angan-angannya. Bahwa yang mereka kagumi adalah istri dari seorang, Gibran Bara Al kahfi. Saat sudah sampai di lantai ruangan sang suami. Meera mengernyit bingung.
"Kemana, Reno?" gumam Meera pelan.
Dia mengedikkan bahunya, lebih baik dia segera masuk ke dalam ruangan sang suami. Dengan pelan, Meera memutar gagang pintu dan membukanya. Berhasil, pintu itu perlahan di dorongnya.
"Mas, Bar…." Suara Meera seakan tertelan kembali di tenggorokannya. Dia menutup mulutnya tak percaya akan apa yang ada di depan matanya.
Mata hitam itu memandang sayu ke arah dua orang yang dia kenal. Sang suami Bara dengan sahabatnya Rumi, sedang bercumbu di atas kursi kerja suaminya. Dengan posisi, Rumi duduk di pangkuan Bara dengan tangan melingkar di lehernya.
Ya Allah, apa lagi ini. Apa tak cukup kau memberikanku kenyataan pahit yang begitu menyakitkan, batin Meera dengan mata mulai basah.
"Almeera…" suara panggilan Bara seakan menyadarkan Almeera.
Perempuan itu seakan tersadar dari lamunannya dengan setetes air mata meluncur bersamaan dengan matanya yang terpejam.
Ingatan itu kembali berputar, gumamnya dengan nafas yang begitu berat.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Bara yang belum menyadari apapun.
Saat tangan pria itu hendak menyentuh wajah Meera. Perempuan itu memundurkan dirinya dengan cepat.
"Kenapa?"
"Lain kali lihatlah dulu keadaanmu sebelum menunjukkannya padaku," lirih Meera dengan mata memerah menatap suaminya.
"Apa maksud…" Suara Bara tertahan.
Tubuhnya menegang dengan tatapan mata tertuju pada kissmark itu. Dia baru menyadari jika ada tanda itu di tubuhnya. Hingga tatapan Bara kembali tertuju pada istrinya.
Lagi-lagi dia melihat tatapan kesedihan disana. Melihat kekecewaan itu hingga membuat rasa bersalah semakin menumpuk di dalam hatinya.
"Maaf, Sayang. Aku tak bermaksud…."
"Kamu tidak perlu meminta maaf padaku. Bukankah dia juga istrimu," sindir Meera yang semakin menghujam jantung Bara.
"Tapi aku tak berniat menyakitimu."
"Sudahlah, Mas." Almeera langsung berbalik dan pergi tanpa pamit.
Dia meninggalkan Bara sendirian yang terus memanggil namanya dari dalam kamar. Pria itu mengacak-ngacak rambutnya sendiri dengan kekecewaan yang begitu besar.
"Aku bodoh...bodoh!" teriaknya dengan wajah frustasi. "Maafkan aku, Meera. Lagi-lagi aku menyakitimu."
~Bersambung
Baru nyadar, Bang? Sini aku kasih kaca biar sadar.
Untuk yang tanya apa Meera tahu Narumi mantannya Bara dan lainnya. Tenang yah! bakalan ada flashback kok. Kayak bab ini aku selipin flashback biar kalian tau kejadian sebelum mereka menikah.
Jangan lupa klik like, komen dan vote yah. Biar aku semangat updatenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Anonymous
Tasa’nya ingin kasih bigem sama Bara
2024-08-30
0
Rani Ati
astagfirullah,kenapa cuma baca ,,,sakit sekali hati ini yah.
2024-06-06
0
Susana Dewi
pengen aku remes remes sampai ancur laki laki begitu
2024-04-30
0