...Seorang pengkhianat akan menyesal jika melihat korbannya menjadi pribadi yang lebih baik....
...~Almeera Azzelia Shanum...
...🌴🌴🌴...
Mata Almeera berkaca-kaca. Sejak dulu dia tak pernah kekurangan kasih sayang. Baik papa, mama dan kedua kakaknya selalu memberikan kasih sayang yang besar. Maka dari itu, Almeera selalu mendoktrin masalahnya sekarang, jika ini adalah ujiannya di dunia melalui sang suami.
Tanpa kata, Almeera segera menghambur ke pelukan sang kakak. Memeluknya dengan erat, dan menangis disana. Dia bukannya lemah, tapi bukankah seorang perempuan akan menangis ketika dia telah lelah. Bukannya perempuan akan merasa lega, jika dia sudah menangis akan masalahnya.
Terkadang manusia tak harus merasa kuat. Terkadang manusia tak harus berusaha terlihat baik-baik saja. Mental itu adalah sesuatu yang paling kuat untuk dijaga. Untuk membuatnya kuat dan lega, maka menangis adalah jalan utama. Jangan pernah menghina mereka yang bertahan karena suatu paksaan. Karena kita tidak pernah tahu bagaimana dia bisa kuat akan kondisinya yang sekarang.
"Bagaimana perasaanmu pada Bara?" tanya Jonathan pelan dengan tangan mengelus punggung adiknya.
"Jujur aku masih mencintai suamiku, Kak. Bagaimanapun Bara yang sekarang, dia adalah pria yang berani melamarku di hadapan Papa. Dia adalah pria yang mengenalkanku akan agama islam dan dia adalah ayah dari kedua anakku," lirihnya dengan melepas pelukan sang kakak. "Lalu bagaimana aku bisa membencinya, sedangkan dia adalah pria yang menyempurnakan ku sebagai perempuan? Berkat dia aku bisa menjadi sosok seorang ibu. Berkat Bara juga aku memiliki dua orang anak yang begitu aku sayangi."
Air mata itu semakin deras mengalir. Bahkan suara Almeera sudah begitu serak. Wajahnya yang putih mulai kemerahan karena terlalu banyak diusap oleh tangannya.
"Kakak mengerti, tapi bagaimana jika Bara terus menyakitimu?"
Almeera menarik nafasnya begitu dalam. Dia mendongak dan menatap langit-langit ruangan Jonathan. Sekuat mungkin dia mencoba tak meneteskan air matanya lagi.
"Seperti kataku tadi. Aku akan mencoba bertahan sampai Bia bisa mengerti semuanya. Setidaknya aku tak merasa bersalah jika nanti dia tahu aku akan berpisah dengan papanya," ucapnya dengan menatap wajah sang kakak.
"Jika kamu sudah menyerah. Datanglah pada Kakak," pinta Jonathan dengan yakin.
"Pasti."
"Lalu apa kamu sudah bertemu Narumi setelah pernikahannya dengan Bara?" tanya Jonathan dengan wajah penasaran.
Almeera menggeleng. Namun, matanya menatap ke depan seakan mengingat bagaimana keadaan sahabat yang sekarang menjadi adik madunya.
"Terakhir bertemu, Narumi sudah berubah sekali, Kak. Dia semakin cantik dan seksi. Jika dibanding dengannya, aku bagaikan langit dan bumi," jedanya dengan menghela nafas lelah. "Apalagi dia pintar menjadi seorang sekretaris. Berbeda denganku, yang hanya seorang ibu rumah tangga. Penampilanku bahkan sudah berbeda tak seperti dulu. Tubuhku bahkan sangat kurus dengan wajahku tak terawat."
Tanpa sepengetahuan Almeera. Jonathan mengepalkan kedua tangannya. Dia tak setuju akan perkataan adiknya itu. Almeera adalah sosok adik yang luar biasa baginya. Dia tak pernah manja atau menye-menye pada orang tua dan kakak-kakaknya. Bahkan dia adalah seorang anak dan istri yang penurut.
"Kalau begitu, berubahlah, Ra," kata Jonathan yang membuat kepala Almeera menoleh.
"Berubah?" ulang Almeera tak mengerti.
"Ya berubah. Belajarlah kembali seperti dulu. Rawatlah dirimu dengan baik dan jangan banyak pikiran. Berusahalah menjadi Almeera seperti sebelum menikah. Wanita cantik dengan pakaian tertutup. Namun, dibalik itu semua memiliki tubuh yang bagus dan seksi."
"Tapi…."
"Anak-anak?" sela Jonathan begitu cepat.
Almeera spontan mengangguk. Jika dia mengikuti saran sang Kakak. Bukankah waktunya dengan Abraham dan Bia akan berkurang.
"Percayakan anak-anak pada pengasuhnya. Raih impianmu sekarang. Kejarlah cita-citamu sebaik mungkin. Buktikan meski kamu hanya seorang ibu rumah tangga. Tapi kamu juga bisa berkarir," ucap Jonathan dengan yakin. "Soal nanti kamu bertahan atau berpisah dengan Bara. Itu belakangan."
Almeera merenung. Sebenarnya dia juga merindukan dirinya yang dulu. Dirinya yang suka berolahraga, makan sehat, merawat diri dan berhias walau kodratnya dia adalah wanita berkerudung.
"Percayalah pada Kakak. Orang yang menyakitimu akan menyesal jika melihatmu bisa lebih baik dari sekarang!" ujar Jonathan meraih dagu Almeera hingga pandangan keduanya bertemu. "Satu hal lagi yang harus kamu tekankan pada dirimu sendiri, KAMU LEBIH BAIK DARI NARUMI!"
...🌴🌴🌴...
Kalimat yang dikatakan oleh Jonathan terus terngiang-ngiang di kepala Almeera. Dalam ingatannya, Almeera hanya menancapkan satu kata yang harus dia lakukan, 'BERUBAH'. Iya, dia harus mulai berubah untuk menjadi sosok yang lebih baik.
Berubah untuk menjadi pribadi yang lebih kuat. Menjadi sosok Almeera yang dulu. Sosok perempuan berjiwa lelaki yang mandiri dan bisa bekerja tanpa bantuan orang lain. Dirinya tak mungkin terus-terusan seperti ini. Menangis, kecewa dan meraung sendirian tanpa tentu arah.
Pandangannya dia tolehkan ke samping. Disana, ada sosok gadis kecilnya yang berumur 4 tahun. Sosok penguat setelah putra pertamanya di pernikahan ini. Serta hanya demi Bia lah, dia mampu bertahan dari segala keegoisan di pernikahannya.
"Kita mau kemana, Ma?" tanya Bia kecil.
Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil. Beberapa menit yang lalu mereka memang baru saja keluar dari perusahaan keluarganya. Namun, entah kemana tujuannya kali ini. Bia melihat jika ini bukan arah jalan pulang.
"Kita mau ke taman kota. Bagaimana?" tawar Almeera dengan menatap anaknya sekilas.
"Taman kota?" ulang Bia dengan mata bersinar. "Mau."
Bia kecil begitu bahagia. Dia sampai bertepuk tangan dan menggoyangkan bahunya ke kanan dan ke kiri. Anak kedua pasangan Almeera dan Bara ini, berbeda sekali dengan sang kakak, Abraham. Jika Abraham lebih banyak diam. Maka Bia adalah anak yang suka mengapresiasikan, ceria dan begitu mudah dibujuk.
Setelah hampir sepuluh menit berkendara. Akhirnya mobil yang ditumpangi Almeera dan Bia telah sampai. Keduanya segera turun dari sana dan berjalan sambil bergandengan tangan.
Senyum kecil tak henti-hentinya Bia tebar dari bibirnya. Bahkan ketika mulut tipis itu menunjuk setiap pedagang yang ada dan segala mainan yang dijual, hal itu tanpa sadar membuat Almeera tertawa bahagia.
"Mama, Bia mau es krim," pintanya dengan menunjuk pedagang yang tak jauh dari tempat mereka duduk.
Almeera menoleh lalu dia kembali menatap putrinya yang sedang menunggu jawaban.
"Bia sudah minum es krim, 'kan, tadi?" tanya Almeera dengan lembut.
Kepala kecil itu mengangguk. "Jadi…."
"Bia gak boleh minum lagi," sahutnya dengan cepat.
"Anak pintar." Almeera mengusap kepala Bia.
Bia memang anak yang tidak diizinkan memakan es krim terlalu banyak. Kesehatannya yang bisa terganggu hingga membuat Almeera selalu memantau apapun yang dimakan putrinya.
"Kalau Bia minta balon itu," telunjuknya menunjuk ke arah benda berbentuk bulat dan sejenisnya. "Boleh?"
"Tentu. Ayo kita beli."
Keduanya segera berjalan ke arah penjual balon. Saat Almeera menunggu pesanan balon anaknya diikat ke sebuah batu. Tanpa sengaja Almeera melihat mobil yang sangat familiar di matanya.
"Bukankah itu mobil Mas Bara. Mau kemana dia?"
~Bersambung
Kira-kira itu mobil Bara gak yah?
Jangan lupa klik klik like, komen dan vote yah. Biar author semangat updatenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
Elok Pratiwi
cerita burukkk
2024-03-28
0
💋Titika tika27💋
😶😶😶😶😶
2024-01-31
0
Sunarti
ikuti mobil Bima mw kemana
2023-01-12
0