Sean pamit pulang terlebih dahulu. Dia sudah berjanji untuk menginap di rumah utama malam ini.
"Ma, aku mau mengantar Vigor mengambil mobilnya di apartemen. Nanti aku balik lagi," pamitnya.
"Janji ya? Mama ingin mengobrol banyak denganmu," Mama Jelita memohon.
"Iya, Ma. Sean janji," Sean lekas menemui Vigor yang sudah menunggunya.
"Bagaimana, Bos?"
"Ayo balik," ajaknya.
Sean sangat bahagia. Sebentar lagi dia akan bertemu istrinya.
Semoga dia sudah kembali.
Sepanjang perjalanan ke apartemen, Sean selalu tersenyum. Vigor yang melihat tingkah Bosnya ikut merasakan kebahagiaan.
Sesampainya di basement apartemen, Vigor langsung pamit untuk kembali ke apartemennya. Kebetulan hari ini adalah hari libur.
"Bos, aku langsung pamit," ucap Vigor.
"Hati-hati dijalan," Sean lekas menuju ke unitnya. Dia sangat berharap sambutan hangat istrinya.
Di depan pintu apartemen, Sean segera membukanya.
Ceklek!
Sesampainya di ruang tamu, dia tidak melihat tanda-tanda kehidupan. Tetapi semua terlihat sangat bersih. Berbeda dengan pagi tadi saat ditinggalkan pergi.
Sean menuju ke kamar utama. Dilihatnya tas kecil tergeletak di atas ranjang.
Sepertinya baru tiba. Dimana dia? Apa mungkin sedang di bathroom.
Otak mesum Sean bekerja dengan lebih cepat. Dia langsung menyusul istrinya ke bathroom. Dia sangat yakin jika istrinya tidak akan mengunci pintu di hadapannya saat ini.
Ceklek!
Nah, bener kan? Selain polos, dia juga sangat ceroboh.
Sean melihat istrinya sedang menikmati berendam di bath up. Dia menutup mata dan tidak menyadari kedatangan suaminya. Sean yang sejak kemarin menginginkan sesuatu akhirnya berbuat nekat. Dia langsung melepas semuanya menjadi polos.
Tak menunggu lama, Sean ikut masuk ke bath up. Membuat Callista terkejut luar biasa.
"Eh..., siapa?" teriaknya.
"Suamimu, sayang...," jawab Sean yang saat ini sedang memeluk erat istrinya.
"Eh, Om sudah pulang?" Callista mulai merasakan hawa aneh disekujur tubuhnya.
Hawa yang membuat desiran di tubuhnya meningkat secara drastis. Merasakan perlakuan suaminya yang sangat lembut dan sudah berpengalaman itu.
Rencana berendamnya berubah menjadi percintaan yang luar biasa membangkitkan seluruh saraf ditubuh mereka.
Entah sudah berapa lama mereka melakukannya. Sampai merasakan kelelahan teramat sangat.
"Ish, Om selalu saja begitu!" protes Callista.
"Tapi kamu suka, kan?" rayu Sean.
Wajah Callista memerah merasa malu. Iya, dia juga menginginkan hal yang sama seperti suaminya. Simbiosis mutualisme, saling menguntungkan bukan?
"Hemm, menggombal lagi. Dahlah, aku mau mandi dulu Om. Om sih, terlalu bersemangat," Callista masuk ke ruangan sebelah yang disekat dengan dinding kaca.
Sean lebih dulu selesai dari pada istrinya. Entah, apa yang dilakukannya di kamar mandi?
"Kenapa lama sekali, sayang?" protes Sean yang sejak tadi menunggunya di ranjang.
"Iya lama, Om. Badanku sakit semua, aku menikmati turunnya air dari shower, Om...," Callista duduk di depan meja riasnya. Dia menyisir rambutnya yang masih basah.
"Sayang, kemarilah!" Sean meminta Callista untuk naik ke ranjang.
"Eh, mau ngapain lagi?"
"Hanya mengobrol. Memangnya jika aku memintanya lagi, kamu akan menolak?" goda Sean.
Mana mungkin bisa menolak. Jika perlakuannya manis dan lembut seperti itu. Pantas saja mantan istrinya getol mengejarnya lagi. Nah, kan..., cemburu gue....
Callista duduk di samping suaminya.
"Ada apa, Om?"
Aku mau berkata jujur padanya.
"Mama sudah sampai di rumah utama hari ini. Apa kamu ingin menemuinya?"
Apakah Mamanya Om Sean orang yang baik? Kenapa gue jadi sangat khawatir sekali? Perubahan mimik muka Om Sean terlihat sangat serius.
"A-aku takut Om..., aku belum siap menemuinya...," Callista sangat ketakutan.
"Hei, jangan takut sayang. Aku bersamamu...," Sean merengkuh tubuh istrinya. Memeluknya dengan erat. "Jangan khawatir, Mama orang yang baik. Jika kamu belum siap, tidak mengapa. Nanti tunggu kedatangan adikku."
Callista sangat menikmati pelukan suaminya. Dia merasakan kehangatan dan kebahagiaan. Dia juga merasa damai berada di pelukan suaminya.
"Adik Om, cantik?" Callista penasaran. Dia melepaskan pelukan suaminya.
"Sangat cantik. Namanya Zelene Armstrong. Dia gadis yang baik. Usianya jauh diatasmu," Sean menceritakan tentang adiknya.
Nama yang cantik.
"Umur berapa? Sudah menikah?" jiwa kepo Callista meronta-ronta.
"28 tahun dan belum menikah," Sean menekuk wajahnya.
"Wah, aku masih kecil lebih dulu menikah. Kenapa dia belum menikah, Om? Apa terlalu sibuk seperti Om?"
"Tidak. Entahlah sayang, aku juga tidak paham kenapa dia belum mau menikah."
Maafkan aku, sayang. Mama kami adalah orang yang perfeksionis. Dia selalu berusaha memberikan kesempurnaan kepada hidup kami. Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa jujur.
"Sudah selesai obrolannya?" Callista ingin memastikan. Karena setelah ini dia akan beranjak ke dapur menyiapkan makan siang.
"Sayang..., secepatnya kita harus melakukan program hamil!" usul Sean.
"Hah, program hamil?" Callista terkejut.
"Iya sayang. Apa kamu tidak mau hamil? Lihatlah aku! Aku sudah berumur, sayang. Aku ingin memiliki keturunan. Kamu mau, kan?" Sean memohon. Dia memegang erat kedua tangan istrinya.
Ingatan Callista langsung tertuju pada mantan istri suaminya dan seorang anak yang bernama Willow. Sebenarnya Callista tidak ingin menolak permintaan suaminya, tetapi dia memikirkan kelanjutan hidupnya dimasa mendatang.
Apa gue siap? Jika ternyata gue sampai hamil dan mantan istri doi memaksanya rujuk, nasib gue akan seperti apa? Apa gue siap kembali hidup sebatang kara? Bahkan akan hidup berdua dengan anak dari Om Sean? Oh Tuhan, kenapa menjadi sangat rumit.
"Sayang, kenapa diam? Bagaimana?" Sean khawatir.
"Kita jalani saja, Om. Aku pasrah apapun yang terjadi," Callista tidak kuasa menolak suaminya. Dia juga memikirkan masa depannya.
"Jadi, kamu siap menjalani program kehamilan?" Sean ingin mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Callista mengangguk.
Sean sangat bahagia. Dia langsung memeluk istrinya itu sangat erat. Mengecup keningnya dengan sangat mesra.
"Terima kasih, sayang...," ucap Sean.
"Bisa dilepaskan, Om? Aku mau ke dapur menyiapkan makan siang," pinta Callista.
Sean melepaskan pelukannya.
"Ayo aku temani," ajak Sean. Dia menggenggam erat tangan istrinya sampai ke dapur.
Aku tidak akan pernah melepasnya, sayang.
Sean duduk di meja makan memperhatikan istrinya yang sedang memasak. Callista menjadi tidak fokus dengan kegiatan memasaknya.
Fokus Callista. Fokus! Harusnya gue bahagia jika Om Sean menginginkan keturunan. Gue takut akhirnya hidup gue akan seperti apa?
"Sayang, airnya mendidih...," ucap Sean yang mendekati istrinya. Sejak tadi dia melihat istrinya sedang melamun.
"Ah, iya. Maaf, Om," Callista membuat teh hangat yang tidak terlalu manis.
Secepatnya Callista menyelesaikan masakannya kemudian menghidangkannya di meja makan. Nasi, sup ayam, tempe goreng, dan sambal kecap sudah tersusun rapi di meja makan.
"Om, sambalnya buat aku aja," Callista ingat jika suaminya alergi terhadap cabe.
Ternyata perhatian kecilnya membuatku sangat bahagia.
"Sayang..., nanti malam aku menginap di rumah Mama. Kamu sendirian di apartemen tidak masalah, kan? Atau jika tidak nyaman sendirian, kamu bisa minta sahabatmu untuk menginap disini," Sean memang sudah berjanji pada Mamanya. Dia juga tidak ingin membiarkan istrinya kesepian.
"Boleh menginap, Om?" Callista memang sudah lama ingin mengajak sahabatnya menginap, tetapi dia takut suaminya tidak mengizinkan.
"Tentu, sayang. Kamar tamu bisa kalian pake untuk mengobrol semalaman," Sean memang tidak pernah mengizinkan siapapun masuk ke kamar utama, kecuali dia dan istrinya. Menurut Sean, kamar adalah privasi bagi setiap pemiliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Nuris Wahyuni
iya emang seharusnya kamar pribadi gak boleh siapapun masuk kecuali anak istri ,ayo Sean CPT dtengkan adek cantikmu tu bantu Calista 👍👍
2022-07-13
2
Hartin Marlin ahmad
semoga mama Sean mau menerima Call sebagai Mantuny a
2022-07-07
0
𝕸y💞Terlupakan ŔẰ᭄👏
mulai baca Lagi,,dari kemarin baca lupa komen 🙏🙏
2022-05-23
1