Semalam setelah melakukan malam pertama, Sean tidur di sofa. Dia sengaja membiarkan istrinya tidur dengan nyenyak di ranjang.
Pagi ini, Sean telah bersiap dengan jas kerjanya. Sembari menunggu istrinya tidur, dilihatnya wajah yang sangat cantik itu. Dia sengaja duduk di kursi yang diletakkan dekat ranjang.
Ternyata sangat cantik. Terima kasih, sayang. Aku sangat bahagia.
Perlahan-lahan, Callista membuka matanya. Dia merakan sakit disekujur tubuhnya.
Auw, badan gue rasanya remuk semua.
"Eh, ngapain Om disitu?" tanya Callista yang baru melihat suaminya memandang dirinya.
"Menunggu istriku bangun, lah. Memang mau ngapain lagi?" Sean terkekeh.
"Om..., badanku rasanya remuk semua," keluhnya.
"Aku siapkan air hangat, ya? Biar lekas enakan," usulnya.
"Eh, enggak usah Om! Biar aku saja," Callista berusaha bangun dari ranjang, tetapi nyatanya dia merasa kesulitan. Apalagi keadaannya masih polos tanpa sehelai benangpun, dia semakin merasa malu.
"Eh, kenapa nggak jadi bangun?" Sean terkejut.
"Om keluar dulu, gih! Aku mau mandi dulu," pintanya.
"Memangnya kenapa kalau aku disini?" tanyanya.
"Aku malu, Om," Callista menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Hemm, bahkan semalam aku sudah melihat semuanya. Kenapa harus malu?" Sean mengangkat tubuh istrinya beserta selimut yang masih dipakainya.
"Eh, Om...," Callista terkejut.
"Pegangan! Nanti jatuh," pinta Sean.
Callista mengikuti ucapan suaminya tanpa memberontak. Bahkan ketika berada di bathroom, suaminya memperlakukan dengan sangat lembut.
"Tunggulah sebentar! Aku siapkan airnya," Sean melakukan semua itu dengan cekatan. "Lekaslah mandi! Aku tunggu di luar."
"Om nggak ngantor?" Callista khawatir jika menunggunya terlalu lama, suaminya akan terlambat bekerja.
"Sebentar lagi."
"Eh, ngga usah ditungguin. Om bisa terlambat ngantor," tolaknya secara halus.
"Nggak apa-apa, Call. Hanya terlambat sebentar tak masalah," Sean berusaha membuat istrinya tidak khawatir.
"Eh, jangan. Nanti Om bisa dipecat loh sama Pak Vigor," Callista beralasan.
Ck, mana bisa begitu, Callista? Yang ada, aku yang akan memecat Vigor.
Sean tersenyum. "Lekaslah mandi! Aku tunggu."
Permintaan Sean kali ini tidak bisa ditawar lagi. Setelan Sean keluar, Callista lekas berendam di bath up.
Rasanya segar sekali. Lebih rilek....
Sekitar setengah jam, Callista baru selesai dengan ritual mandinya. Dia memakai bathrobe-nya langsung menuju walk in closet untuk mengganti baju yang dibelinya kemarin.
Hah? Kenapa leherku merah begini sih? Nah, disini juga ada lagi. Duh, ini pasti kerjaan si Om semalam.
Callista kembali ke kamar. Suaminya menunggu di sana.
"Sudah selesai? Bagaimana pengajuan resign-mu kemarin?" Sean memberondongnya dengan beberapa pertanyaan.
"Sudah. Aku belum mengajukannya, Om. Hari ini aku pingin masuk kerja, tetapi...," ucapan Callista menggantung.
"Tetapi kenapa, sayang?"
Callista menunjukkan beberapa tanda merah di lehernya. Sean tersenyum karena semua itu memang ulahnya.
"Maaf, sayang. Aku terlalu bersemangat. Kemarilah!"
Callista tidak bisa menolak permintaan suaminya. Sean kemudian mengecup lembut kening istrinya.
"Istirahatlah di apartemen. Aku akan mengajukan surat resign ke restoran XX atas namamu," Sean memberikan solusi.
"Memang bisa, Om?" Callista penasaran.
"Yang penting, istriku tau beres. Aku berangkat kerja dulu. Kalau kamu mau makan, bisa pesan Delivery Order atau masak sendiri. Terserah kamu!" Sean menjelaskan. Sebelum pergi, di kecupnya lagi kening istrinya.
Sean meninggalkan istrinya sendirian. Dia ke kantor untuk bekerja dan membalaskan sikap konyol istrinya kepada Vigor.
Ck, kau ini bawahanku! Kenapa istriku mengira kalau kamu adalah Bosku? Ini tidak benar!
Sepanjang perjalanan, Sean merasa sangat bahagia. Sesampainya di kantor, Sean memarkir mobilnya. Kali ini ada perubahan besar yang terjadi pada dirinya. Jika biasanya dia tidak lepas dari kaca mata hitamnya, maka kali ini dia melepaskannya. Aura kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya.
Seluruh karyawan kantor yang melihat ketampanan paripurna dari seorang Sean Armstrong merasa terhipnotis. Mereka baru menyadari jika Bosnya adalah orang yang sangat tampan sekali.
Wah, tampannya!
Bosku, keren!
Semuanya tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Sesampainya di ruangan, Sean segera memanggil Vigor untuk menghadap.
"Vigor, kemarilah!" panggilnya melalui intercom.
Tak menunggu lama, Vigor Abraham hadir dihadapannya. Vigor hari ini merasa ada yang aneh dengan Bosnya. Sejak masuk ke kantor, dia mendengar omongan semua karyawan yang dilewatinya.
"Bos baik-baik saja?" Vigor penasaran.
"Tentu! Seperti yang kamu lihat," Sean tersenyum.
Aura bahagia. Ada apa ini?
"Bos kenapa memanggilku?"
"Kenapa bisa istriku mengira dirimu adalah Bos SA Corpotarion?" Sean tidak terima.
Vigor tertawa lepas.
"Kenapa bisa begitu, Bos?" Vigor juga bingung.
"Hanya karena sebuah nota pesanan. Kamu ingat?"
Setiap pesan ke restoran manapun, Sean selalu melarang menggunakan atas nama dirinya. Tak hanya Callista, memang banyak orang yang mengira jika Vigor Abraham adalah Bosnya.
Vigor tertawa lagi.
"Kamu puas?" Sean memelototinya.
"Tentu saja Bos. Bahkan istri Anda tidak percaya jika Anda adalah seorang Bos?" Vigor tertawa mengejek.
"Hemm, kamu menang selangkah dariku. Tapi aku menang lima langkah dari Callista," Sean tersenyum bahagia.
Sepertinya Anda sedang bahagia, Bos.
"Belikan buket bunga mawar merah, ponsel keluaran terbaru, dan perhiasan lengkap. Aku mau memberikan untuk istriku," pintanya.
"Baiklah, Bos," Vigor lekas menjalankan perintah Bosnya.
Setelah Vigor pergi, Sean menyiapkan surat resign istrinya yang ditujukan untuk restoran XX.
Semuanya selesai. Sekarang tinggal mengirimnya ke restoran XX.
Sean merenggangkan posisi duduknya. Terasa jauh lebih rilek dari pada sebelumnya. Dia membuka beberapa berkas penting, kemudian mengeceknya.
Lelah dengan aktivitasnya, dia berencana untuk menelepon istrinya.
Oh, ya ampun. Bahkan aku belum memiliki nomor ponsel istriku! Suami macam apa aku ini?
Sean tak kehabisan akal. Di apartemennya ada telepon. Dia langsung menekan nomor telepon apartemennya.
"Halo, sayang...," sapanya ketika telepon tersambung.
"Halo, Om. Ada apa?" jawab istrinya diseberang sana.
"Kamu baik-baik saja? Sudah makan?"
"Iya, Om. Jangan khawatir, aku sudah makan. Sekarang aku sedang menonton televisi. Aku jenuh Om berada di apartemen sendirian," keluhnya.
"Bersabarlah. Jika kamu bosan, pergilah jalan-jalan ke Mal atau menemui sahabatmu. Oh ya, surat resignnya sudah siap. Tinggal kirim saja ke restoran XX," Sean menjelaskan.
"Wah, apa aku ambil saja suratnya? Sekalian berpamitan pada semuanya," suara Callista terdengar bahagia.
"Apa kamu yakin, sayang? Sudah membaik?" kali ini Sean yang khawatir.
"Sepertinya begitu, Om. Aku baik-baik saja," jawabnya.
"Uang cash masih ada?" perhatian kecil inilah yang selalu diberikan untuk istrinya.
"Masih, Om," jawab Callista.
Belum selesai mengobrol dengan istrinya, seseorang dari luar tergopoh masuk dan menyampaikan sesuatu kepadanya.
"Bos, maaf saya lancang. Sekali lagi maaf, saya langsung masuk. Beberapa kali saya mengetuk, Anda tidak menjawabnya," ucap wanita itu.
Sean lupa mematikan sambungan teleponnya.
"Ada apa?" tanya Sean.
"Anu, Bos. Di luar ada wanita cantik yang ingin menemui Anda. Namanya Diana Carrington. Dia memaksa untuk masuk, padahal kami sudah menanyakan apakah sudah membuat janji atau belum?" ucap wanita itu yang ternyata staf front office.
"Baiklah. Suruh dia masuk!" perintah Sean.
Seseorang yang berada disambungan teleponnya memutuskan secara sepihak.
Oh astaga! Callista....
Sean berusaha menghubungi kembali telepon apartemennya, tetapi tidak ada yang mengangkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Hartin Marlin ahmad
pasti kaget tu Callistanya
2022-07-06
1
Made Pamiti
slh phamni
2022-06-19
0
Sukliang
mantan istri
2022-06-03
1