Mila POV
Aku duduk di mobil Jeep itu dengan diapit oleh dua orang. Yang satu berambut gondrong dan yang satunya berkepala plontos.
Mobil dijalankan dengan kecepatan sedang. Tak ada percakapan diantara mereka. Mereka terlihat lelah. Tapi mereka masih terlihat garang. Makanya aku tidak membuat kegaduhan. Aku lebih baik diam saja. Toh percuma. Aku sudah tertangkap. Aku tahu, mereka pasti orang suruhan Ronald.
Perutku yang belum diisi sejak siang, ditambah lelah diperjalanan, membuatku kehilangan tenaga untuk memberontak ataupun melarikan diri.
Kupikir Ronald akan hidup tenang dan bahagia tanpaku. Aku juga tidak mau hidup begini. Aku rindu kehidupanku yang dulu. Hidup tentram dan damai di desa.
Tapi nyatanya, aku dicarinya. Sebenarnya apa maunya? Mencintaiku? Ingin menyiksaku? Atau apa? Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku.
Aku tiba di rumah bersamaan dengan mobil Ronald yang juga datang. Ronald memberi mereka amplop. Dragon Cs tampak senang. Merekapun pergi. Aku digiring masuk rumah seperti tahanan. Ronald dengan wajah dinginnya kemudian menyeretku masuk ke kamarku.
"Kamu mulai saat ini tidak bisa pergi kemanapun tanpa izinku! Kamu tidak bisa kabur lagi!" katanya.
"Biarkan aku pergi. Bukankah itu akan membuat kamu senang?"
"Kamu sudah membuat semuanya berubah. Kakek telah mempersulitku. Besok kamu harus ikut ke bank. Tanda tanganmu dibutuhkan," jawab Ronald.
"Tanda tangan apa?"
"Nanti juga kamu tahu."
Ronald menutup pintu kamarku. Kudengar pintu dikunci dari luar.
Sial! Mengapa hidupku jadi sulit begini? Di sini diperlakukan buruk, pergi pun tidak boleh. Jadi aku harus bagaimana?
Kucoba memejamkan mata. Ketika aku hampir terlelap, kudengar pintu kamarku diketuk, kemudian terdengar suara kunci yang diputar. Pintupun terbuka.
"Nyonya, ini makan malam untuk Nyonya. Kata Tuan Ronald, anda belum makan," ternyata Sari yang mengantarkan makan malam untukku.
Hmm.... baik juga Si Angkuh itu. Tahu saja Aku belum makan.
"Terimakasih, Sari. Letakkan saja di meja," kataku.
Setelah Sari meletakkan makanan dan minuman untukku, Iapun pamit kembali ke lantai bawah.
Aku segera menikmati makan malam ku. Perutku sudah sangat lapar. Setelah selesai, aku beristirahat sejenak, lalu setelah itu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan.
🌸🌸🌸🌸🌸
Pagi-pagi aku mendapat pesan di ponselnya. Ternyata dari Ronald. Ronald menyuruh aku untuk bersiap-siap pergi ke bank dengan Ronald, sambil membawa kartu identitas diri.
Akupun turun ke ruang makan. Aku sudah rapi. Susy menatapku dari atas hingga ke bawah.
"Mila mau diajak kemana, Mas?" tanya Susy terlihat kesal.
"Ke bank,"
"Mau apa?"
"Dia mungkin sudah menghasut Kakek, sehingga beberapa rekening perusahaan atas nama dia. Aku tidak bisa mencairkan uang untuk proyek baru dan pengeluaran rutin perusahaan," jawab Ronald.
Aku mengernyitkan dahi. Tidak mengerti. Sedangkan Susy membelalakkan mata.
"Maksud Kak Ronald apa? Aku tidak tahu apa - apa!" Aku angkat bicara.
"Huh, sok lugu! Aku curiga, jangan-jangan, kamu itu sugar baby-nya Kakek!" ucap Ronald sinis.
"Tutup mulutmu, Kak! Keji sekali mulutmu pada Kakek! Apalagi Kakek sudah meninggal dunia. Seharusnya sebagai cucu, mendo'akannya, bukan malah membicarakan yang tidak-tidak!" Aku tidak jadi sarapan. Selera makanku mendadak hilang.
Ronald menarik tanganku yang akan naik ke lantai dua.
"Sudah! Lebih baik langsung berangkat saja! Kamu jangan mempersulit aku!" bentak Ronald.
"Aku tidak mempersulitmu! Mulutmu yang kotor, mengatakan hal keji pada Kakek! Aku tidak terima!"
Ronald tak memperdulikan ucapanku lagi. Ia menarik paksa aku agar masuk ke mobilnya. Susy mengikuti kami di belakang.
"Aku ikut ya sayang?"pinta Susy.
"Bukannya kamu ada acara dengan teman-temanmu? Kamu pergilah! Bersenang-senanglah!" kata Ronald setelah memasukkan aku ke mobil. Kemudian Ronald menghampiri Susy dan mengecup kening serta bibir Susy. Ronald juga mengelus dan mencium perut Susy. Aku jengah melihatnya.
"Baiklah! Hati-hati di jalan. Jangan genit pada Mila. Ingat itu!" pesan Susy.
Ronald hanya menjawab dengan mengacungkan jempolnya, sambil tersenyum.
Aku yang melihatnya dari dalam mobil, hanya bisa mendengus kesal.
Setelah urusan di bank beres, sebelum pulang, Ronald mampir dulu ke Rumah Sakit. Ternyata Papa dan Mamanya akan bersiap-siap pulang. Barang-barang mereka diangkut oleh Arga.
Ronald menatap tajam pada Arga hingga Arga tidak kelihatan lagi karena sudah keluar dari kamar perawatan Tuan Brian.
"Ronald! Kebetulan kau datang, nak! Tadi Mama baru akan meneleponmu!" kata Nyonya Jeny.
"Papa sudah sehat? Sudah boleh pulang?" Ronald menyentuh tangan Papanya.
"Alhamdulillah, Mila senang Papa sudah sehat," kataku menyodorkan tangan untuk mencium tangan Papa Brian setelah mencium tangan Mama Jeny..
Tapi Papa Brian terlihat malas menyodorkan tangannya. Seperti yang Mama Jeny lakukan selama ini. Aku merasa heran. Ronald hanya tertawa melihat reaksi Papanya.
"Ronald, kamu habis dari mana, mengajak dia?" tanya Nyonya Jeny.
"Habis dari bank, Ma. Ronald benar-benar tak percaya! Kakek mengubah rekening beberapa perusahaan atas nama dia! Jadi dia harus menandatangani untuk mencairkan dana perusahaan!" jawab Ronald.
"Pantas saja! Kakek telah memberikan separuh asetnya untuk dia! Dia menyamai bagianku! Kamu hanya diberi sedikit oleh Kakek, Ronald!" kata Tuan Brian.
"Apa?!" Nyonya Jeny dan Ronald bicara bersamaan karena terkejut.
"Dia anak angkat Kakek! Sehingga bagiannya disamakan dengan Papa! Padahal seharusnya bagian anak angkat tidak sama dengan anak kandung!
"Kok bisa begitu Pah?!" tanya Ronald.
"Itu sudah tertulis di surat wasiat Kakek! Papa kemarin pergi ke kantor Pengacara Kakek, Tuan Trihandoyo," jawab Tuan Brian.
"Jadi itu yang menyebabkan Papa kena serangan jantung?" tanya Nyonya Jeny.
"Ada hal lainnya juga yang lebih menyakitkan!" Tuan Brian menjawab dengan ketus pada istrinya.
"Tuan, apa masih ada barang-barang yang harus saya bawa?" Arga masuk ke kamar perawatan lagi.
"Sudah tidak ada, Arga! Siapkan saja mobilnya," jawab Tuan Brian.
Arga mengangguk. Kemudian berbalik untuk pergi menyiapkan mobil untuk kepulangan Tuan Brian.
"Pah, kenapa Papa menarik Arga untuk jadi supir Papa? Ronald sudah menyingkirkannya," kata Ronald.
"Dia orang yang jujur dan bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Papa suka pekerjaan Arga. Tidak pernah mengecewakan," jawab Tuan Brian. Ronald hanya menarik nafas.
Tuan Brian naik kursi roda, didorong oleh Ronald. Nyonya Jeny berjalan di samping Ronald. Sedangkan Aku berjalan di belakang mereka.
"Pah, apa sebaiknya kita protes ke Tuan Trihandoyo atas tindakan Kakek pada kita?" Ronald berbisik. Aku masih bisa mendengarnya.
"Percuma, Ronald. Tidak akan bisa," jawab Papanya.
Lalu kulihat Mama Jeny berbisik di telinga Ronald. Ronald terlihat mengangguk-angguk.
Aku yang berada di belakang, jadi merasa tidak enak melihat keluarga Ronald berbicara dengan berbisik-bisik. Sepertinya mereka membicarakan diriku.
Aku mengerti perubahan sikap Papa Brian. Rupanya gara-gara harta. Apa salahku? Aku tidak mempengaruhi keputusan Kakek. Memangnya aku siapa? Aku hanya anak yatim piatu yang diberi kemurahan hati oleh Kakek Edwin untuk tinggal di rumahnya. Bahkan dijadikan bagian dari keluarganya. Aku tidak berani macam-macam.
"Tunggulah di dekat mobilku!" kata Ronald. Aku patuh. Sepertinya Ronald tidak ingin aku bertemu Arga, apalagi bertegur sapa dengan Arga.
Setelah mobil Papa pergi, Ronald membuka pintu mobil, akupun membuka pintu mobil dan duduk di sampingnya.
Mobilpun melaju meninggalkan halaman Rumah Sakit. Ketika kami sedang diam dengan pikiran masing-masing, ponselku berbunyi.
"Dari siapa?" tanya Ronald.
Aku ragu-ragu untuk menjawab. Terpampang di layar ponselku nama seseorang yang melakukan panggilan.
"Siapa?!" tanya Ronald marah.
"Fathir," jawabku takut-takut.
"Terima panggilannya. Besarkan suaranya!" kata Ronald. Aku menurut.
"Assalamualaikum, Mila! Kamu enggak ke kampus?" tanya Fathir di seberang sana.
"Enggak, Fathir. Aku lagi enggak enak badan," jawabku.
"Kamu sakit? Sudah minum obat?"
"Sudah "
"Apa aku boleh menjenguk ke rumahmu?"
"Ti-tidak! Jangan! Aku cuma sakit sedikit. Besok juga pasti sembuh," jawabku.
"Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan. Ya sudah, aku tunggu besok saja di kampus." kata Fathir.
"Ya,"
"Istirahat yang cukup. Jangan terlalu lelah. Assalamualaikum!"
"Ya. Waalaikumsalam."
Panggilan pun diakhiri.
"Perhatian sekali dia pada istri orang," kata Ronald ketus.
Aku diam saja. Malas untuk berdebat. Perutku mulai keroncongan karena tadi pagi tidak sarapan.
"Kamu tidak usah ke kampus besok! Kamu masih dalam masa hukuman karena kemarin berani kabur."
"Kak Ronald menghambat pendidikanku. Kak Ronald tidak melaksanakan amanat Kakek dengan benar."
"Itu karena kesalahanmu! Kamu yang membuatnya jadi begitu. Seharusnya kamu menurut saja semua yang aku perintahkan!"
"Aku bukan budakmu! Pada Susy, Kak Ronald selalu memberi kebebasan," ujarku.
"Itu berbeda. Aku mencintainya. Aku mempercayainya. Aku buat dia senyaman mungkin bersamaku,"
Rasanya hatiku sakit mendengarnya.
"Ceraikan saja aku!" kataku tak bisa menahan diri.
"Itu tidak mungkin. Bukankah kamu itu diamanatkan Kakek padaku?" Ronald tersenyum mengejek.
"Kamu cuma ingin menyakitiku!"teriakku.
"Lepaskanlah aku! Biarkan aku bahagia!" lirihku sambil bercucuran air mata.
Ronald tidak menjawab. Ia membiarkanku terisak. Ia tak berkata apa-apa lagi.
"Aku akan serahkan semua yang telah diberikan Kakek! Aku tidak ingin itu semua! Aku ingin kehidupanku seperti dulu! Aku mau pulang ke desaku saja!" pintaku sambil mencengkeram jasnya.
Ronald menyingkirkan tanganku dari jasnya. Tapi tak berkata apa-apa. Sepertinya ia dilanda kebimbangan. Aku masih menangis. Ronald fokus menyetir.
"Sudah! Hentikan tangismu! Berisik, tahu!" bentaknya.
"Apa salahku? Kenapa Kak Ronald suka sekali menyiksaku?!"
"Karena kamu telah menghancurkan masa depan yang telah ku rancang bersama Susy. Kamu juga telah merebut kasih sayang Kakek! Bahkan kamu dapat warisan yang setara dengan Papa!"
"Itu bukan keinginanku!"
"Tetap saja. Aku menyalahkanmu. Itu semua gara-gara kamu!"
"Karena itu. Ceraikan saja aku!"
Mobil direm secara mendadak sehingga terdengar suara berdecit.
"Kamu ingin sekali bercerai dariku?! Kamu ingin menikah dengan cowok yang namanya siapa itu, Fathir?! Huh jangan mimpi!" bentak Ronald sambil menarik kepalaku. Rambutku yang ikut tertarik, membuatku meringis kesakitan.
"Jangan pernah lagi berpikir ingin cerai dariku! Kamu itu milikku! Tidak ada laki-laki lain yang boleh memilikimu! Ingat itu!" kata Ronald sambil menghempaskan kepalaku.
Egois! Dia tidak mencintaiku, tapi tidak ingin menceraikanku! Aku hanya tawanan baginya. Membalaskan segala kemarahannya atas yang Kakek Edwin lakukan padanya.
Mobilpun dijalankan kembali oleh Ronald. Tiba-tiba kepalaku terasa berputar. Mataku serasa berkunang-kunang. Lalu aku tak ingat apa-apa.
Ketika aku siuman, aku sudah berada di kamarku. Di meja sudah terhidang makanan dan minuman. Karena perutku sudah sangat lapar, aku langsung saja memakan makanan yang sudah terhidang di meja yang ada di kamarku.
Aku teringat ponselku. Kuhentikan makanku. Kucari-cari ponsel di tasku. Tak ada. Kucari di nakas, di ranjang, di meja rias dan semua tempat di kamarku, tetap tak ada.
Sebentar! Aku kan tadi pingsan di mobil. Aku siapa yang mengangkat ya? Kulihat jam. Wah .... aku pingsan selama kurang lebih dua jam. Aku hanya dibiarkan pingsan sampai dua jam, tanpa ada yang mengurusku. Tak ada bau minyak angin ataupun minyak kayu putih.
Krieeet ....
Pintu dibuka oleh Susy.
"Mau apa kamu ke kamarku?!" tanyaku.
"Heh, jangan ge-er ya! Kamu kira aku suka kekamarmu yang jelek ini? Aku cuma memperingatkan! Kamu jangan coba-coba pura-pura pingsan lagi! Kamu jangan cari-cari kesempatan supaya mendapat perhatian dari Mas Ronald!"
"Aku tidak pura-pura pingsan! Aku belum makan dari pagi! Suamimu membuatku tidak sarapan!" jawabku.
"Hei dengar ya! Mulai malam ini, kamu tidak boleh makan bersama kami! Kamu makan di kamarmu! Kamu juga tidak bisa bebas pergi ke manapun. Kamu akan jadi tahanan kami. Ha ha ha .... Kasihan ....!" ejek Susy.
"Aku kasih tahu ya! Sebenarnya ini rahasia. Tapi karena aku kasihan padamu, aku kasih tahu," Susy berbicara pelan sambil tengak tengok ke arah pintu, takut ada seseorang yang memergokinya.
"Aku dan Mas Ronald akan melangsungkan pernikahan resmi 3 bulan lagi! Aku juga sudah disiapkan rumah mewah sebagai hadiah pernikahan. Kamu nanti boleh tinggal di sana. Lumayan untuk jadi tukang bersih-bersih rumah. Ha ha ha. ....!"
"Sayang, kamu sedang apa di kamar Mila?" Ronald tiba-tiba masuk ke kamarku.
Susy terkejut.
TO BE CONTINUED
Jangan lupa tinggalkan jejak ya Readers!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Ima Sampit
sakit hati ku membaca nya Thor 😭😭😭
2022-02-26
1
Ida Ismail
mil bodoh, dah tau kaya masi dongok, bukan lapor polisi
2022-02-25
0
Kinay naluw
si Susy jahatnya kebangetaaaan.
2022-02-16
0