Hujan deras mengguyur Jakarta dari pagi hingga siang. Ronald memijit-mijit pelipisnya. Pekerjaan yang teramat banyak membuatnya pusing. Menangani dua perusahaan besar memang tidak mudah. Papanya sudah terlalu lama berada di Singapura mendampingi Kakeknya yang di rawat. Apalagi Susy sedang tidak ada. Membuat hiburan utama baginya tidak ada. Hasratnya tidak tersalurkan.
Ronald memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Beristirahat di rumah sepertinya akan membuat pikirannya jernih.
Setelah Mobil tepat berada di depannya, Ronaldpun naik. Pak Soleh, supir Ronald, segera melajukan mobil menuju ke rumah. Setelah turun dari mobil, dengan terburu-buru, Ronald berlari-lari kecil. Payung di tangannya tak membuatnya berjalan lebih tenang karena tak mungkin kehujanan. Hujan memang masih turun. Tapi hanya rintik-rintik kecil. Karena kurang berhati-hati, Ronald terpeleset. ketika naik ke teras. Lantai menjadi licin terkena cipratan hujan yang mengguyur sejak pagi.
"Argh .....!" pekik Ronald.
Pak Soleh yang akan memasukan mobil ke garasi, bergegas membantu Ronald untuk berdiri.
"Hati-hati Tuan," kata Pak Soleh sambil membantu Ronald berdiri perlahan-lahan. Wajah Ronald merona karena malu telah terpeleset. Pasti ia terlihat konyol.
"Ini sakit, Pak Soleh. Sepertinya aku harus diurut," Ronald berdiri dengan meringis kesakitan.
"Nanti saya carikan tukang urut, Tuan," jawab Pak Soleh.
Dengan langkah tertatih-tatih dibantu Pak Soleh, Ronald naik ke lantai atas menuju kamar Ronald. Mila yang baru pulang kuliah, segera menghampiri mereka.
"Kak Ronald kenapa Pak?"
"Tuan tadi terpeleset di depan, Nyonya Mila,"
"Sepertinya parah ya? Sakit ya Kak?"
"Tentu saja sakit! Kamu bisa lihat sendiri! Memangnya aku main-main?!" bentakan yang diterima Mila.
"Bilang pada Sari! Kalau hujan begini harus sering-sering mengepel lantai di teras! Licin sekali tahu!" bentak Ronald lagi.
"Baik, Kak. Nanti Mila sampaikan."
"Nyonya tidak perlu khawatir, saya akan memanggil tukang urut, agar Tuan segera membaik," Pak Soleh mengalihkan kecanggungan akibat bentakan Ronald.
Dengan susah payah, akhirnya Ronald sampai ke kamarnya. Ia direbahkan di ranjang. Pak Soleh pun pamit untuk memanggil tukang urut.
Mila tadi ke dapur memberitahu Sari agar membawakan air teh hangat untuk Ronald dan benda lainnya yang diperlukan untuk Ronald. Saripun datang sambil membawa secangkir teh hangat untuk Tuannya.
"Ini Tuan, air tehnya," kata Sari sambil meletakkan cangkir di nakas.
"Kemana Mila? Suami sedang sakit malah tidak mau ke sini!" gerutu Ronald.
"Sebentar, saya panggilkan Tuan," kata Sari. Kemudian Sari pergi ke kamar Mila.
"Permisi. Nyonya Mila, Tuan muda memanggil anda," kata Sari dipintu kamar Mila yang terbuka.
Mila mengangguk. Saripun pergi.
Mila yang baru akan berganti pakaian tidak jadi. Ia harus segera menemui Ronald.
Setelah mengetuk pintu, Mila masuk ke kamar Ronald.
"Kamu itu istri macam apa? Suami sakit bukannya diurus, malah cuek," sambar Ronald
"Mau diurus bagaimana? Kalau orang sakit itu lemah. Ini bicara aja masih bisa nge-gas, mau dilayani seperti apa?" sindir Mila.
"Aku itu beneran sakit! Kakiku keseleo sepertinya. Untuk jalan itu sakit sekali. Tadi juga aku paksakan walau sakitnya setengah mati,"
"Makanya, hati-hati kalau jalan! Suami sakit istri kesayanganmu kemana?"
Ronald menatap tajam pada Mila.
"Dia sedang ada job. Kamu kan tidak ada pekerjaan. Jadi kamu yang nanti merawatku!"
"Enak aja! Giliran ***-*** sama dia. Giliran sakit, aku yang harus merawat!" gerutu Mila dalam hati.
Dengan dongkol, Mila akan menggantikan baju Ronald.
"Hei, kamu mau apa?!"
"Tuan Ronald yang terhormat! Aku akan mengganti bajumu yang kotor dan basah. Kamu juga harus dibersihkan badannya dulu. Memangnya mau apa? Jangan ge - er!" kata Mila ketus.
Ronald cuma mendengus. Tapi Ia menurut sewaktu kemeja dan celana panjangnya dilepas. Mila mengambil air dari kamar mandi yang diisikan pada baskom kecil. Tadi Sari sudah membawakannya dari dapur.
Dengan perlahan, Mila menyeka tubuh Ronald. Netra Ronald tak henti menatap Mila. Sebenarnya Mila sedikit grogi ditatap begitu dekat oleh Ronald. Tapi hatinya Ia kuatkan, agar tidak gentar dan tidak juga tergoda.
"Kamu tadi pulang sama siapa?" tanya Ronald.
"Sama Arga."
"Mulai besok, kamu diantar jemput Pak Soleh. Arga sudah tidak dibutuhkan. Kakek juga kan tidak ada di sini," kata Ronald.
"Terserah padamu. Aku bisa apa, kalau kamu sudah berkehendak," jawab Mila masih ketus.
"Kamu itu kenapa sih jawabannya ketus terus? Senyum sedikit kenapa?" kata Ronald sambil memegang pipi Mila.
Mila menepis tangan Ronald. Kemudian Mila pergi ke Walk in closet untuk mengambil pakaian Ronald. Setelah wajah dan badan Ronald dikeringkan handuk, Mila pun memakaikan pakaian rumah Ronald.
"Sudah selesai. Sekarang beristirahatlah, sambil menunggu tukang urut datang," kata Mila sambil akan beranjak pergi.
Ronald memegang lengan Mila.
"Temani aku di sini."
"Kamu jangan manja. Ingat, istrimu bilang apa?" Mila masih ketus.
"Kamu juga istriku,"
"Iya, istri yang hanya dijadikan babu. Diperlakukan baik kalau ada maunya. Kalau istri kesayanganmu datang, kamu kembali ke sikap menindasmu!" Mila langsung pergi dari kamar Ronald.
Ronald hanya diam. Seperti sedang mencerna kata-kata Mila.
Begitulah. Walau dengan perasaan kesal, Mila tetap mengurus Ronald yang dalam pemulihan setelah kakinya keseleo. Kenapa Mila kesal? Karena Ronald seperti punya dua kepribadian. Kadang baik, kadang kasar. Sepertinya hati Ronald sedang bertentangan, bila.berhadapan dengan Mila.
🌻🌻🌻🌻🌻
Pada suatu hari menjelang dini hari, pintu kamar Mila diketuk-ketuk oleh Sari. Dengan mata masih mengantuk, Mila membukakan pintu.
"Ada apa sih Sari? Sekarang masih malam," kata Mila.
"Jenazah Tuan Edwin sudah datang, Nyonya," kata Sari sambil menunduk menahan tangis.
"Apaaa?! Innalilahi wa innailaihi rojiun ....," Mila jatuh terduduk sambil tersedu.
"Nyonya Mila, mari ke bawah. Kita lihat Tuan Edwin untuk yang terakhir kalinya," Sari membantu Mila berdiri.
Sepanjang langkah kakinya, air mata Mila terus mengalir deras. Isakannya membuat orang-orang yang ada di lantai bawah mendongkak, melihatnya yang sedang turun tangga.
Ronald tampak sudah berada di sana. Terpekur menatap Kakeknya yang telah terbujur kaku. Tuan Brian dan Nyonya Jeny tampak sibuk lalu lalang mempersiapkan untuk memandikan Tuan Edwin dan menelepon seseorang untuk pemakaman Tuan Edwin.
Mila bersimpuh didepan jenazah Tuan Edwin. Mila sudah berusaha menahan tangisnya. Tapi tidak bisa. Mulutnya ditutup rapat oleh tangannya. Tapi suara tangisannya masih terdengar.
"Kakek! Kakek! Kenapa pergi meninggalkan Mila? Kenapa Mila tidak boleh menjenguk Kakek? Kalian kejam! Kalian semua kejam!" Mila berteriak histeris.
"Mila! Jangan buat keributan!" bentak Ronald.
"Kamu kejam! Kamu pergi menjenguk Kakek, tapi aku tidak boleh! Aku tidak diajak! Kamu kejam! Kalian kejam!"
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Mila.
"Bawa Mila ke kamarnya! Kunci dari luar!" perintah Ronald pada dua orang pelayan. Dua orang pelayan itu memaksa Mila untuk naik ke lantai atas. Mila memberontak sambil masih berteriak-teriak. Dua orang pelayan itu kewalahan, sehingga dua orang pelayan lagi membantu mereka.
Akhirnya Mila berhasil didorong masuk ke kamarnya. Kemudian segera mengunci pintu kamar Mila dari luar. Mila menggedor-gedor pintu sambil berteriak. Barang-barang yang ada di kamar Mila pun jadi sasaran kemarahan Mila. Barang-barang di kamar Mila dipecahkan oleh Mila. Ia merasa kecewa karena tidak sempat menjenguk Tuan Edwin. Karena Ronald tidak memperbolehkannya.
Lama-lama Karena kelelahan, Milapun tertidur. Ia jadi tidak tahu prosesi pemakaman Tuan Edwin.
Sementara itu, Susy yang datang Hongkong siang itu, terkejut dengan banyaknya karangan bunga dan ucapan duka cita yang berjejer di sepanjang jalan rumah Tuan Edwin.
"Hah? Tuan Edwin meninggal? Aku harus ganti baju dan menyusul ke pemakaman. Aku harus menunjukkan bahwa aku bagian dari keluarga Tuan Edwin,"
Susy pun segera menyeret kopernya. Pintu gerbang tampak terbuka dengan tanpa Satpam. Susy memimijt bel. Tak lama pintu rumah terbuka. Sari membungkuk melihat siapa yang datang.
"Bawakan koper ini ke kamar! Aku mau ganti pakaian dan menyusul ke pemakaman!" perintah Susy sudah seperti Nyonya besar saja.
Setelah Sari meletakkan koper Susy dikamarnya, Susy pun berganti pakaian berwarna hitam. Tak lupa kerudung berwarna hitam dan kacamata hitam. Setelah dirasa cukup penampilannya menawan, Ia pun bergegas keluar memesan taksi. Sebelumnya Ia menghubungi Ronald. Tapi tak diangkat-angkat. Akhirnya Ia mencari di internet. Kematian Tuan Edwin pasti menjadi tranding topik di sosial media. Setelah mengetahui lokasi makam Tuan Edwin, Susypun segera berangkat setelah taksi datang.
Namun sayang, sepertinya pemakaman telah selesai. Tampak puluhan kendaraan pergi meninggalkan lokasi pemakaman Tuan Edwin ketika Susy tiba di lokasi makam Tuan Edwin.
Dengan kecewa, Susy menelepon Ronald.
"Sayang, kamu dimana? Aku sudah ada di lokasi dekat makam Kakek. Aku datang dari bandara tadi ke rumah. Terus kaget lihat banyak karangan bunga. Jadi aku mau menyusul ke lokasi makam. Apa? Sudah sampai rumah? Kok aku gak tahu ya waktu mobilmu lewat? Ya sudah, aku pulang saja," Susy mengakhiri teleponnya dengan perasaan kesal, karena gagal jadi sorotan kamera para awak media.
Sudah seminggu sejak meninggalnya Tuan Edwin, Mila masih dikurung di kamarnya. Ia hanya diberi makan 3x sehari, tanpa boleh keluar. Bahkan kuliahpun tidak diperbolehkan.
Tuan Brian tidak bisa berbuat banyak. Karena Mila sudah jadi tanggungjawab Ronald. Apalagi tentang Susy. Nyonya Jeny membela Susy untuk tetap berada di rumah itu karena Susy sedang hamil.
Tanpa sepengetahuan Mila, mereka sudah merencanakan pernikahan secara resmi dan mengadakan pesta pernikahan Ronald dan Susy tiga bulan ke depan dikarenakan kandungan Susy yang makin besar.
Setelah dua Minggu Mila dikurung, Milapun akhirnya boleh keluar kamar dan keluar rumah, setelah melihat Mila tidak mengamuk lagi. Mila hanya jadi pendiam.
Milapun mendengar kalau Susy sedang hamil. Mila sering melihat, Ronald dan Nyonya Jeny memanjakan Susy. Memperlakukan Susy secara istimewa karena sedang mengandung penerus keluarga itu.
Bahkan Ronaldpun sekarang bersikap acuh pada Mila. Ia sibuk dengan Susy.
Ketika akan makan malam, Ronald sibuk melayani Susy. Nyonya Jeny juga selalu mengingatkan Susy agar makan yang banyak dan bergizi.
"Susu hamilnya harus rutin diminum, Susy. Biar cucu Mama tumbuh sehat dan cerdas," kata Nyonya Jeny.
"Iya, Ma," jawab Susy.
"Kamu kurangi aktivitasmu di luar. Kamu tidak boleh kelelahan," kata Tuan Brian.
"Tuh, dengar kata Papa, Susy," kata Ronald sambil mengusap lembut kepala Susy.
Mila jadi menunduk, melihat perlakuan keluarga Ronald pada Susy. Hatinya sakit. Ia iri. Tapi mau bagaimana lagi. Ia dari awal tidak diinginkan keluarga itu.
"Mila, ambilkan buah-buahan potong untuk Susy! Sari lama sekali! Kasian nih, bumil udah nunggu buah-buahan dari tadi," perintah Nyonya Jeny.
"Sekalian dessert untuk kami," perintah Nyonya Jeny lagi.
"Mila, sudah. Duduk saja. Nanti juga Sari datang," kata Tuan Brian.
"Biarkan saja, Pah! Anak Susy kan anak Mila juga, Jadi dia harus membantu Susy supaya kehamilannya sehat," ucap Ronald.
Cih, aku tak sudi!
Mila dan Susy sama-sama saling tidak sudi. Tapi hanya dalam hati.
Milapun beranjak dari duduknya menuju dapur. Tak lama Mila datang membawa buah-buahan potong dan dessert.
Lagi-lagi, Susy membuat Mila tersandung kaki Susy. Sehingga buah potong dalam piring yang dipegang Mila.itu jatuh berserakan. Piringpun pecah berkeping-keping.
Prang!
TO BE CONTINUED
Selamat membaca! Jangan emosi!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Santi Rizal
cerai kan Mila Thor
2023-05-30
0
auliasiamatir
aku harus komn apa yah tentang Ronal, kalau aku bilang bay, anjingg , genderuwo, cocok gak sih..
2022-08-31
0
Estiti Kadam
semoga itu bukan anak Ronal
2022-03-09
0