KUBUAT KAU MENYESAL
Karmila atau biasa dipanggil Mila, gadis 19 tahun, berwajah manis, berkulit sawo matang, berambut panjang lurus sepunggung, yang telah menamatkan SMAnya, berlari-lari kecil menyusuri sawah dan rerumputan untuk pulang ke rumahnya. Hari sudah menjelang sore setelah ia menyelesaikan tugasnya mengusir burung-burung pemakan padi dengan cara menggerak-gerakan orang-orangan sawah dan bunyi-bunyian kaleng bekas dengan tali.
Sekarang waktunya ia memasak untuk makan malam dirinya dan Kakek. Ia sudah Yatim piatu sejak ia duduk di kelas 6 SD. Sehingga ia dirawat oleh Kakek dan Neneknya. Namun sayang, Neneknya pun meninggal ketika ia kelas 2 SMA. Kini Mila hanya tinggal dengan Kakeknya yang sudah tua renta. Kakeknya sudah tidak bisa kemana-mana. Sehingga Mila harus mengolah sawah Kakeknya dibantu para pekerjanya.
Mila belum ada rencana apa-apa, setelah kelulusannya dari SMA sebulan yang lalu. Ia tidak bisa pergi meninggalkan Kakeknya untuk kuliah ataupun bekerja ke kota. Ia tidak tega kalau untuk meninggalkan Kakeknya. Jadi, ia hanya mengolah sawah saja untuk mengisi waktunya.
Mila tertegun ketika melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu. Mila meneliti mobil mewah hitam itu sambil menyentuh mobil itu dengan takjub.
Mila tersentak ketika alarm mobil itu berbunyi. Seorang bapak-bapak keluar dari dalam rumah Mila. Mila sedikit takut melihat orang itu. Takut kena marah. Tapi orang itu malah tersenyum.
"Kamu pasti cucunya Pak Haris ya? Cepat sana masuk, ditunggu Kakekmu!" kata orang itu.
"Bapak siapa?" tanya Mila.
"Saya Pak Soleh, supirnya Tuan Edwin. Sahabat Kakekmu dari kota," jawab orang itu.
Mila pun segera masuk ke rumah. Melihat kedatangan Mila, Kakeknya tersenyum sambil melambaikan tangannya agar Mila mendekat.
"Nah, ini cucuku, Mila. Sini Mila, salam sama Tuan Edwin," kata Kakeknya.
Mila pun menuruti perintah Kakeknya.
"Wah. Cucumu sudah besar! Cantik alami. Cocok nih kalau dijodohkan dengan cucuku!" kata Tuan Edwin
"Ha ha ha ....! Bisa aja kau Win! Mana pantas cucuku bersanding dengan cucu seorang pengusaha sukses sepertimu. Cucumu pasti berpendidikan tinggi. Cucuku cuma lulusan SMA dan gadis Desa. Pasti tidak sesuai dengan selera cucumu yang orang kota," jawab Kakek Mila.
"Aah .... Jangan suka merendah. Cucuku pasti mau. Ia tidak akan membantah," kata Tuan Edwin.
Obrolan kedua kakek-kakek itu membuat Mila sedikit merasa malu. Karena menjadi objek pembicaraan.
"Kek, Mila ke belakang dulu mau buat minuman," izin Mila.
"Oh iya. Tamunya belum di kasih minum nih. Cepat buatin minumnya, Mila," perintah Kakeknya. Mila
mengangguk lalu bergegas ke dapur untuk membuat air teh.
Kedua kakek-kakek itu masih asyik mengobrol ketika Mila menyuguhkan minuman.
"Mila, Tuan Edwin ini sahabat Kakek waktu kecil, sewaktu SD. Mobil keluarga Tuan Edwin ini masuk sungai karena tergelincir. Untung mereka selamat, hanya luka-luka. Keluarga Kakek yang menampung mereka setelah di evakuasi dari sungai itu. Setelah dua hari, bantuan datang. Merekapun dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Selama mereka di Desa ini, mereka hanya diobati dengan ramuan-ramuan kampung, karena dulu belum ada tenaga medis di Desa ini. Juga belum ada telepon masuk ke Desa ini. Sehingga proses penjemputan mereka lambat karena kendala komunikasi," Kakek Mila bercerita. Mila hanya manggu,-manggut saja.
"Sejak saat itulah keluarga Tuan Edwin kerap berkunjung ke mari. Kami pun bersahabat. Kakek dan Orangtua Kakek pernah diajak ke rumah mereka yang bagus dan besar. Kakek terakhir ke rumahmu kapan ya Win, aku lupa," Kakek mengingat - ingat.
"Terakhir kali kamu ke sana sewaktu kamu telah menikah dengan gadis pujaan hatimu, Ris," Tuan Edwin mengingatkan.
"Oh iya ya," Kakek menepuk dahinya, "Kalau kamu, terakhir ke sini sewaktu bersama putramu yang berusia 14 tahun ikut datang ke sini " kata Kakek Mila bernostalgia.
Pembicaraan merekapun berlanjut hingga Mila selesai masak. Tuan Edwin dan supirnya diajak makan dengan menu seadanya ala kampung. Hanya goreng tempe, ikan asin dan sambal. Tapi anehnya, mereka terlihat lahap sekali. Orang kota memang aneh! Pikir Mila. Meraka menyukai makanan kampung. Padahal, orang kampung sangat ingin sekali makan makanan orang kota yang terlihat enak-enak.
Rupanya Tuan Edwin dan supirnya akan menginap di rumah Mila. Mila menyiapkan kamar tamu. Setelah dibersihkan dan mengganti sprei, Tuan Edwin yang telah membersihkan badan, beristirahat di kamar tamu.
Sedangkan supirnya menolak tidur di kamar dengan majikannya. Ia lebih memilih tidur di tikar di depan TV. MIila yang merasa kasihan takut supir Tuan Edwin kedinginan, memberikan selimut untuk alas tidur supir Tuan Edwin, dan juga sarung untuk menyelimuti kakinya.
Ketika Mila akan beranjak tidur, Tuan Edwin, Kakek dan Supir Tuan Edwin terdengar mengobrol entah sampai jam berapa. Tiba-tiba menjelang dini hari sekitar jam 3 pagi, terdengar suara Kakeknya memanggil-manggil
Mila segera bangun dan menghampiri Kakeknya. Nafas Kakek tersengal-sengal. Tuan Edwin dan supirnya pun ikut terbangun karena mendengar suara Kakek yang memanggil-manggil Mila.
"Mila. Sepertinya umur Kakek tidak akan lama lagi. Kau ikutlah dengan Tuan Edwin. Edwin, aku titip cucuku. Tolong Jaga cucuku. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi," kata Kakek Mila dengan tersengal-sengal.
"Kamu jangan bicara seperti itu. Kamu harus tetap hidup untuk melihat cucumu hidup bahagia. Aku akan menjaga cucumu walau tanpa diminta," jawab Tuan Edwin.
"Kakek, Kakek! Jangan tinggalkan Mila, Kek!" Mila menangis tersedu ketika melihat Kakeknya akan menghembuskan nafas terakhirnya.
Supir Tuan Edwin membimbing Kakek untuk mengucapkan Talqin. Mila semakin histeris. Tuan Edwin pun tampak menangis tertahan. Ternyata ini menjadi hari terakhir pertemuannya dengan Haris, sahabatnya setelah sekian lama tak bertemu. Entah mengapa Tuan Edwin ingin berkunjung ke Desa Haris. Padahal ia juga kondisinya sedang lemah. Tapi, entah kekuatan dari mana, selama perjalanan ia merasa sehat.
"Inna lillahi wa innaillaihi rojiun," Supir Tuan Edwin mengusap wajah Kakek Mila yang telah menghembuskan nafas terakhirnya.
"Kakek! Kakek! Jangan tinggalkan Mila! Hu hu hu .....," Mila tambah tersedu-sedu. Tuan Edwin mengusap punggung Mila yang memeluk tubuh Kakeknya.
"Sabarlah, nak! Tabahkan hatimu. Ikhlaskan kepergian Kakekmu. Insya Allah Husnul Khotimah," kata Tuan Edwin.
"Mulai saat ini, panggil aku Kakek. Anggap saja aku sebagai pengganti Kakekmu. Kamu tidak sendirian, ada Kakek kini yang akan menjagamu," kata Tuan Edwin lagi.
*
*
*
*
Mila menatap jalanan dari jendela mobil. Setelah pemakaman Kakeknya, Mila diajak pergi dari Desa itu untuk tinggal di rumah Tuan Edwin, sahabat Kakeknya. Mila menitipkan rumah dan makam Kakeknya pada tetangganya. Ia tidak punya kerabat, karena Kakek dan Neneknya bukan asli dari Desa itu. Kakek dan Neneknya belum sempat bercerita tentang hal itu. Tapi menurut kabar yang ia dengar, Kakek dan Neneknya dulu kawin lari. Sehingga mereka tidak punya saudara dan kerabat di Desa itu.
Setelah menempuh perjalanan 5 jam, mobil yang mereka tumpangi sampai di sebuah rumah besar dan megah. Mila merasa takjub. Rumah itu seperti rumah-rumah di sinetron yang sering ditontonnya.
Tuan Edwin mengajak Mila turun. Supir membawakan tas Tuan Edwin dan Mila. Mila masuk ke dalam rumah secara perlahan. Netranya terpesona melihat keindahan interior rumah itu.
"Siapa dia Pa?" seorang wanita cantik yang sudah berumur turun dari lantai atas, menatap dua orang yang baru masuk ke rumah. Pandangannya fokus menatap Mila dari atas hingga ke bawah. Seperti sedang menilai.
"Dia anak sahabatku. Mulai hari ini, dia akan tinggal di rumah ini," jawab Tuan Edwin.
Dua orang laki-laki pun turun dari lantai atas. Mereka menatap gadis yang dibawa Tuan Edwin.
"Kebetulan kalian berkumpul semua. Perkenalkan, dia Mila. Dia cucu sahabatku yang baru meninggal kemarin. Dia juga sudah Yatim piatu. Mulai hari ini, dia akan tinggal di sini bersama kita," kata Tuan Edwin menatap anak, menantu, dan cucunya.
"Kuharap Kakek tidak akan menjadikan rumah ini tempat penampungan para yatim piatu," ujar Ronald, cucu Tuan Edwin, seorang pemuda 28 tahun, memandang Mila dengan sinis. Menurutnya, penampilan gadis itu lusuh dan kelihatan kampungan.
"Sopanlah sedikit, Ronald! Selamat datang, Nak! Semoga kamu betah tinggal di rumah ini," Tuan Brian, Papa Ronald menyambut Mila dengan hangat.
Mila menjabat tangan Tuan Brian. Juga pada Nyonya Jeny. Sedangkan Mila tampak ragu-ragu untuk berjabat tangan dengan Ronald. Dengan malas, Ronald mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Mila.
"Sari! Kemarilah!" Tuan Edwin memanggil salah seorang pelayannya.
Pelayan yang bernama Sari, tergopoh - gopoh menghampiri Tuan Edwin.
"Tunjukkan kamar Nona Mila di lantai atas. Bawakan tasnya. Tolong tasku masukkan ke kamarku.," perintah Tuan Edwin pada Sari.
"Mila, kamu istirahat ya di kamarmu," kata Tuan Edwin sambil tersenyum.
"Baik,Kek," jawab Mila
Sari pun mengajak Mila ke lantai atas. Tuan Edwin menatap kepergian Mila keatas. Kemudian Tuan Edwin pergi ke kamarnya untuk beristirahat.
"Kalian, duduklah di ruang tengah! Ada yang akan aku sampaikan pada kalian!" kata Tuan Edwin pada anak, menantu dan cucunya keesokan harinya.
To be continued
Hai jumpa lagi sama saya di karya baru saya. Maksud hati ingin Hiatus sampai awal tahun depan. Apa daya jiwa Author meronta-ronta ingin menulis. Udah banyak ide cerita berjejalan di otak. Ya udah, akhirnya nulislah. Menulis semau Author menulis. Mengalir aja seperti air. Walau awalnya buat ikut lomba menulis. Tapi males juga untuk revisi. Ya udah ikut menulis aja, yang sesuai kata hati.
Semoga reader suka. Jangan lupa kasih vote, like dan komentar ya! Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Santi Rizal
lanjutkan
2023-05-30
0
Soraya
Assalamu'alaikum permisi numpang duduk dl ya kak
2023-04-20
1
MaRny PuPut
hello
2022-08-24
1