Maaf ya Readers, bab 3 kemarin ada kesalahan, karena isi ceritanya sama dengan isi cerita bab 2. Tapi sudah diperbaiki kok. Yang belum baca perbaikannya silahkan baca bab 3 lagi. Baru lanjut deh ke bab 4. Oke?!
Selamat membaca !
"Pa! Kenapa menamparku?!" Ronald mengusap pipinya yang terasa sakit
"Kamu tidak sadar apa kesalahanmu?!" Tuan Brian menatap tajam.
"Aku baru datang. Aku tidak tahu salah apa pada Papa!" jawab Ronald.
"Bukan salah pada Papa! Tapi salah pada Mila!" ucap Papanya.
Ronald hanya mendengus.
"Kalau Kakekmu tahu, kamu akan dapat masalah! Kenapa kamu biarkan Mila pulang sendiri?!" tanya Tuan Brian masih kesal.
"Tidak tahu, Pa. Dia belum pernah bepergian ke luar negeri sebelumnya. Tapi kenapa dia bisa pulang sendiri? Pasti ada yang membantunya!" jawab Ronald.
"Bukan itu! Kenapa dia ingin pulang sendiri tanpa sepengetahuanmu? Memangnya kamu kemana sampai tidak tahu, hah?!" bentak Tuan Brian.
"Aku ..., aku ...., sudahlah Pa! itu urusan rumah tanggaku. Papa tidak perlu tahu," elak Ronald sambil bersiap naik tangga.
"Jangan bilang, kamu sibuk dengan Susy! Ingat Ronald! Tinggalkan dia! Kamu sudah punya istri!" teriak Papanya.
"Papa juga tidak bisa meninggalkan Mama kan? Walau dulu sudah punya istri, Mamanya Kak Richard?" Ronald malah balik bertanya. Tentu saja hal itu membuat Tuan Brian tidak bisa menjawab. Ronald tersenyum sinis. Kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya.
🌸
Mila duduk di samping ranjang Tuan Edwin. Mila masih sabar menunggu Tuan Edwin sadar.
"Bangunlah, kek! Cepatlah sadar! Tanpa Kakek, aku merasa sendirian," lirih Mila.
Perlahan-lahan, netra Tuan Edwin terbuka. Ia mengerjap-ngerjap. Mila memekik senang. Ia buru-buru memijit bel di dekat ranjang Tuan Edwin. Tak lama kemudian, dokter dan perawat datang.
Merekapun melakukan pemeriksaan. Setelah itu selang yang menghubungkan ke tabung oksigenpun dilepas.
"Kondisi Tuan Edwin sudah stabil. Beliau harus banyak istirahat. Jangan biarkan beliau banyak pikiran dan stress," kata dokter.
Mila pun mengangguk. Mila tahu, ia tidak boleh bercerita tentang ulah suaminya pada Tuan Edwin.
Dokter dan perawat pun pergi dari ruang itu. Mila menghampiri lagi Tuan Edwin.
"Kek! Kakek! Cepat sembuh ya! Katanya Kakek ingin melihatku menjadi orang sukses! Dua Minggu lagi Mila akan kuliah, Kek," kata Mila.
Tuan Edwin tersenyum dan mengangguk.
"Bagaimana bulan madumu?"' Tuan Edwin malah bertanya hal yang dihindari Mila untuk dibahas
"Senang, Kek. Pemandangan di Paris, sangat indah," jawab Mila.
"Kami sebenarnya masih ingin di sana. Tapi mendengar Kakek sakit, Mila jadi ingin cepat-cepat pulang ke tanah air," tiba-tiba Ronald masuk. Ia mencium tangan Kakeknya. Kemudian merengkuh bahu Mila.
Mila merasa canggung karena tiba-tiba Ronald bersikap manis.
"Kakek tidak perlu mengkhawatirkan Mila. Ada aku yang menjaganya. Kakek fokus saja pada kesehatan Kakek," kata Ronald. Ronald memandang Mila. Mila pun memandang Ronald.
'Andai ia terus bersikap manis begini. Alangkah bahagianya,' kata batin Mila.
"Mila, kamu pulanglah. Biar Papa yang menjaga Kakek," kata Tuan Brian masuk ke ruangan. Ia menenteng tas. Sepertinya pakaian ganti untuk Tuan Edwin.
"Tapi, Pa ....," Mila merasa masih ingin menemani Tuan Edwin.
"Kamu urus suamimu, Kamu boleh menengok Kakek besok lagi," kata mertuanya.
Mila tidak bisa membantah Tuan Brian.
"Kamu pulanglah. Tidak baik pengantin baru berjauhan," seloroh Tuan Edwin. Mila tersenyum. Ternyata Tuan Edwin bisa bercanda juga, pikir Mila.
"Baiklah, Kek. Mila pulang dulu. Besok Mila ke sini lagi," kata Mila Sambil bangkit..Kemudian mencium tangan Tuan Edwin dan Tuan Brian.
"Aku pulang dulu, Kek. Besok aku juga kesini lagi bersama Mila," kata Ronald.
Mila dan Ronald pun keluar dari ruang rawat inap Tuan Edwin. Setelah masuk ke mobil, Ronaldpun melajukan mobilnya.
"Kamu pulang dibantu siapa?" Ronald memecah kesunyian diantara mereka berdua.
Mila tidak segera menjawab. Ia tahu, suaminya akan bertanya hal itu.
"Arga," jawab Mila singkat.
"Oh ...., jadi dia. Sudah kuduga. Tidak seharusnya kamu pulang duluan. Ini bisa jadi masalah besar kalau Kakek sampai tahu," kata Ronald masih dengan suara datar.
"Jadi aku harus apa? Menunggumu seperti orang bodoh melihat kamu bercinta dengan kekasihmu?" kata Mila sinis.
"Tutup mulutmu! Berani sekali kamu melawanku sekarang?"
"Aku muak. Kamu tidak menghargai pernikahan kita!" teriak Mila.
Ronald menghentikan mobilnya mendadak. Lalu menjambak rambut Mila hingga kepala Mila mendongkak ke atas karena kesakitan.
"Kamu jangan coba-coba melawanku ataupun mengadu pada Kakek dan Papaku! Kamu mau, hidupmu akan kubuat seperti di neraka?! Kamu harus bersyukur menikmati segala kemewahan dari Kakek! Kamu itu seorang gembel yang beruntung karena disayangi Kakekku!" kata Ronald, "Apa istimewanya dirimu sehingga Kakek lebih sayang padamu? Jangan-jangan Kakek mencintaimu, ha ha ha ....! Mengapa kamu tidak menikah saja dengan Kakek, biar tidak buat aku susah!"
Mila mencengkeram tangan Ronald yang menjabat rambutnya dengan marah. Tapi malah Mila dijambak lebih keras lagi.
"Aw! Sakit Kak!" rintih Mila.
Drrt
Drtt
Drtt
Ponsel Ronald bergetar. Ronald melepaskan Mila dengan kasar sehingga tubuh Mila terdorong mengenai pintu mobil. Mila merintih kesakitan lagi. Ronald tak peduli. Ia segera mengangkat panggilan teleponnya.
"Hallo? Ada apa? Apa?! Kenapa kalian baru memberitahukanku sekarang?! Aku sudah pulang. Aku akan ke sana sekarang!" Ronaldpun menutup teleponnya.
"Ada masalah di proyek pembangunan pabrik yang baru. Kamu turunlah disini. Pulanglah naik taksi!" perintah Ronald.
"Cepat turun!" bentak Ronald karena Mila masih diam.
Dengan takut, Milapun turun dari.mobil Ronald, Tanpa menunggu Mila yang masih kebingungan, Ronald segera memutar balik mobilnya. Mobilpun melaju meninggalkan Mila di pinggir jalan.
Mila bingung untuk memberhentikan taksi. Jalanan ramai oleh lalu lalang mobil-mobil. Mobil -mobil dijalan itu melaju dengan kencang.
"Hallo, Arga? Tolong jemput aku. Aku bingung. Aku mau pulang," Mila memutuskan untuk menelepon Arga.
"Kamu dimana? Bukannya kamu ada di Rumah Sakit?" tanya Arga.di seberang. telepon. Mila memang menyuruh Arga untuk tidak memanggilnya Nyonya Muda, supaya lebih akrab. Itupun kalau tidak didepan orang lain ataupun keluarga Tuan Edwin.
"Aku tadi diajak Kak Ronald. Tapi kemudian Kak Ronald ada urusan mendadak. Jadi aku disuruh pulang naik taksi. Tapi aku bingung, Disini mobilnya kencang-kencang," kata Mila.
Arga tersenyum tipis. Gadis itu memang masih lugu dan belum terbiasa hidup di kota. Arga heran, bagaimana mungkin, Ronald dengan tega meninggalkan istrinya di pinggir jalan yang asing bagi istrinya.
"Kamu ada dimana? dijalan apa?"
"Aku tidak tahu ini dimana? Tapi di seberang jalan ini ada gedung-gedung besar yang terbengkalai. Ada banyak tanah-tanah kosong yang tidak produktif, terus ada papan reklame besar foto Walikota," terang Mila.
"Ya ampun Mila! Tega sekali suamimu! Itu kawasan bekas pabrik tekstil. Tunggulah! Aku segera kesana menjemputmu! Berhati-hatilah, barangkali ada yang berniat jahat padamu!" Arga merasa khawatir. Ia segera melajukan mobilnya menuju tempat yang dijelaskan Mila.
🌸
Ronald pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Kepalanya sedikit pening. Badannya juga terasa tidak enak. Keringat dingin membasahi kemejanya. Ia langsung ke kamar, mengganti baju, kemudian pergi tidur. Mila yang tadi habis dari ruang perpustakaan keluarga, mendapati suaminya sudah ada di kamar sedang tidur, mengernyit heran.
Dengan feeling-nya, Mila meletakkan tangannya pada dahi suaminya.
"Panas! Kak Ronald demam!" Mila juga meraba tangan suaminya yang berkeringat dingin.
Mila segera ke dapur untuk bertanya pada Sari dimana kotak obat keluarga.
"Teleponlah pada Tuan Brian, Nyonya muda. Supaya memanggil dokter keluarga," kata Sari, pelayan yang dikenal Mila di rumah itu.
"Aku tidak mau mengganggu Papa. Mama kemana ya? Kalau kotak obat dimana Sari? Mungkin ada obat untuk turun panas atau demam. Kalau masih juga panasnya belum turun, baru nanti memanggil dokter," kata Mila.
"Ada, mari saya tunjukkan," kata Sari.
Setelah Mila mengambil obat penurun panas di kotak obat, Mila masuk ke kamarnya sambil membawa air hangat.
"Kak Ronald! Bangunlah sebentar! Badan Kakak panas. Minumlah obat dulu," kata Mila.
Ronaldpun bangun. Mila membantu meminumkan obat untuk Ronald. Setelah itu Ronald tidur kembali.
'Hmm .... ini orang kalau sakit kasihan juga. Nurut. Enggak galak dan enggak membantah. Coba kalau setiap hari gak galak, kan bagus,' kata Mila dalam hati.
Milapun mengompres dahi Ronald dengan air hangat. Hingga hari menjelang Maghrib, Roland belum bangun juga. Bahkan ketika waktunya makan malam, Ronald tidak turun untuk makan malam karena belum bangun. Sehingga Tuan Brian dan Nyonya Jeny menjadi khawatir.
Tuan Brian dan Nyonya Jeny pun ke kamar Ronald untuk melihat keadaan Ronald.
"Pa, panggil dokter Ferry, Pa. Mama khawatir panasnya makin tinggi," kata Nyonya Jeny.
Tuan Brian pun menuruti perkataan istrinya. Setelah beberapa kali, barulah panggilan teleponnya diangkat. Mereka bicara dengan serius. Tuan Brian tampak mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian mengucapkan terimakasih setelah mengakhiri percakapannya.
"Dokter Ferry masih dalam perjalanan dari luar kota. Mungkin baru tiba besok pagi. Nanti dia akan langsung ke sini setelah tiba di rumahnya," kata Tuan Brian.
"Kak Ronald sudah minum obat turun panas dari kotak obat, Pa. Nanti Mila akan terus mengompres Kak Ronald supaya panasnya turun," kata Mila.
"Kamu jangan sok baik ya pada Ronald!" kata Nyonya Jeny sinis.
"Mama ..., gak ada salahnya kan seorang istri mengurus suaminya yang sedang sakit?" Tuan Brian memperingatkan istrinya.
"Mila, Papa titip Ronald ya. Kalau panasnya makin tinggi, panggil Papa dan Mama ya. Tidak perlu sungkan. Walau tengah malam sekalipun," kata Tuan Brian.
.
"Papa malam ini tidur di rumah. Sudah ada Arga yang menginap di rumah sakit menemani Kakekmu,"
"Baik, Pa," jawab Mila.
Sepeninggal mertuanya, Mila duduk di dekat ranjang menghadap Ronald. Mila berapa menit sekali mengompres dahi Ronald. Kemudian mengganti air untuk mengompres bila dirasa sudah dingin.
Hingga Mila jatuh tertidur karena kelelahan setelah semalaman mengompres Ronald. Mila tertidur di kursi sambil wajahnya menangkup pada sisi ranjang.
Pagi-pagi Ronald bangun. Perutnya terasa lapar karena semalam ia melewatkan makan malamnya. Ronald tertegun melihat Mila tertidur disisinya dengan posisi duduk. Ronald juga mendapati dahinya ada saputangan basah. Sejenak Ronald merasa trenyuh atas perhatian Mila. Tapi hanya sejenak. Selanjutnya Ronald merasa tidak perduli. Ia harus menepis jauh-jauh perasaan iba dan perasaan tertarik pada wanita lain. Ia harus hanya mencintai Susy. Wanita pujaan hatinya.
Dengan pelan, Ronald turun ke lantai dasar. Ia pergi ke dapur untuk mencari makanan.
"Tuan, Tuan sudah sembuh? Kata nyonya besar, semalam tuan sakit," kata Bi Atun, pelayan paruh baya yang sudah lama mengabdi di rumah itu.
"Iya, Bi. Tapi aku sekarang merasa sudah sehat. Aku lapar bi. Apa ada makanan?"
"Sebentar tuan. Bibi buatkan Roti panggang dulu."
🌸
"Kak Ronald dari mana? Kak Ronald sudah sembuh?" Mila terbangun ketika Ronald masuk ke kamar.
"Jangan banyak bertanya. Cepat, siapkan air mandinya! Aku mau mandi air hangat!" bentak Ronald.
Milapun mengisi bathup dengan air hangat. Setelah penuh, Ronald pergi mandi. Mila beres-beres kamar. Hingga Ronald keluar dari kamar mandi, Mila menghampiri suaminya. Ronald hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Mila ragu-ragu untuk membantu suaminya mencari pakaian di walk in closet.
"Kamu mau melihatku berpakaian?" ketus Ronald.
"Ti-tidak Kak! Mila hanya mau membantu mengambilkan pakaian untuk Kak Ronald,"
"Oke. Ambilkan tuxedo warna hitam itu!" Ronald menunjuk pada lemari dimana terdapat beberapa tuxedo dan jas tergantung di sana. Ia sibuk memakai kemeja.
"Ini, Kak!" Mila menyerahkan tuxedo hitam pada Ronald.
"Ya sudah, sana pergi. Aku mau pakai celana," kata Ronald dengan entengnya.
Mila merona. Ia buru-buru pergi dari walk on closet. Ia melanjutkan membereskan tempat tidur.
Setelah sepuluh menit, Ronald keluar dari walk in closet dengan berpakaian sudah rapi. Ia tampak tampan dan gagah dengan memakai tuxedo hitam.
"Pakaian dasi!" perintah Ronald pada Mila.
Mila sedikit heran, karena tumben Ronald meminta bantuannya lagi. Milapun memakaikan dasi. Walupun dulu tinggal di kampung, tapi karena sewaktu SMA ia harus memakai dasi, jadi Mila sudah terbiasa memakai dasi, sehingga tidak kesulitan untuk memakaikan dasi pada Ronald. Diam-diam Mila mengagumi suaminya. tubuh six packnya tadi sewaku bertelanjang dada, wajah tampannya,, ah ... ini gila! Mila merasa harus menepis perasaan itu. Ronald tidak mencintainya! Jadi Ia tidak boleh berharap Ronald akan membalas perasaannya.
Setelah selesai memakaikan dasi, Mila kembali membereskan kamar. Ronald tampak menyisir rambut dan menyemprotkan parfum ke pakaiannya.
"Kamu lihat peciku?" tanya Ronald.
'Hah?! Sejak kapan Kak Ronald suka pakai peci?' batin Mila bertanya.
"Sebentar, aku ambilkan, Kak! Aku pernah melihatnya di lemari kabinet," jawab Mila. Milapun mengambilkan peci untuk Ronald.
Pecipun diserahkan pada Ronald. Ronald memasukkan peci itu pada tas kerjanya.
"Memangnya Kak Ronald ada acara apa? Tidak biasanya memakai peci," tanya Mila.
"Itu bukan urusanmu! Aku sudah sarapan tadi pagi-pagi. Aku harus pergi sekarang!" kata Ronald bersiap pergi.
"Sebentar, Kak!" Mila menghampiri Ronald. kemudian mencium tangan Ronald. Ronald hanya tersenyum sedikit. Kemudian segera bergegas pergi.
Mila merasa ada yang janggal. Perasaannya merasa tidak enak. Kak Ronald mau kemana? Ada acara apa?
To be continued
**Berikan vote, like dan komenmu ya**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Dee Na
mau nikah sama susy similikiti kayanya
2022-10-23
0
auliasiamatir
ya ampiuuuuunnn, racun aja si Ronal,
2022-08-30
0
Neneng cinta
peci?...jgn2 mau nikahin susy🤔
2022-04-14
0