Dengan perlahan Siti mengetuk pintu kamar Lee, namun tak ada jawaban sejak dari beberapa menit berlalu.
Siti memberanikan diri mencoba membuka pintu kamar Lee, dan ternyata tidak terkunci. Perlahan Siti membuka pintu dan masuk satu langkah. Kepalanya berputar ke kanan dan kiri, dia tidak menemukan sosok Lee disana, ruangan yang pertama dia masukin adalah ruang seperti ruang TV, ada sofa besar dan TV yang juga tak kalah besar, ada lemari pendingin dan juga dispenser. Dispenser? lalu kenapa setiap ingin minum Lee selalu turun ke bawah?
Siti masuk lebih dalam, ada sebuah ranjang berukuran besar disana, kamar Lee dominan berwarna abu dan hitam, segala hiasan dan pernak-pernik di dalamnya berwarna hitam dan abu begitu juga dengan seprei dan selimut nya. Siti tak kunjung mendapat kan sosok Lee.
Siti melihat pintu yang terbuka menuju arah balkon, dan benar, Lee ada disana sedang duduk santai di sebuah kursi.
"Kenapa?"
"Lee ... " Siti ragu
"Apa kamu menyesali sesuatu?"
"Tidak sih, hanya saja saya teh mau bertanya sama kamu"
"Apa?"
"Kamu kenapa marah?"
Lee yang menyelonjorkan kaki nya, merubah posisi duduknya. Dia duduk dengan tegak, dan berdiri menghampiri Siti.
"apa kamu benar-benar tidak tau?"
Tangan Siti mengucek jilbab nya, bibir bawahnya dia gigit sambil menggeleng kan kepala.
Tidak ada jawaban dari mulut Lee, dia hanya mengecup bibir istrinya yang selalu saja nampak menggoda saat dia terlihat cemas.
"Apa kamu mau keluar hari ini? Aku ingin jalan-jalan"
Siti yang masih terkejut tidak menjawab pertanyaan Lee, matanya terbelalak besar, tangan nya kini tiba-tiba terasa kaku.
"Ayo kita pergi" Lee menarik tangan Siti.
****
Sampailah mereka di suatu tempat, Siti tidak tau tempat apa itu? Dia hanya melihat beberapa gaun begitu bagus terpajang di depan kaca besar. Lee masih menggenggam jemari istrinya, mereka memasuki sebuah butik.
"Hallo Tuan Lee, sudah lama anda tak datang kesini" sambut seorang wanita yang tak lain adalah pemilik butik tersebut.
"Ini istri saya"
"Ah ya ampun kenapa istri anda begitu cantik Tuan Lee" pujinya sambil memeluk Siti.
"Terimakasih, mana baju yang saya inginkan?"
"oh iya, kita masuk ke ruang VIP saja ya Tuan, supaya istri anda bisa leluasa disana"
Siti hanya mengikuti langkah suaminya, Tanpa mengerti hal lain.
"ini Tuan, apa anda suka?"
Wanita itu menunjukkan sebuah gaun yang indah namun sederhana, sesuai dengan kepribadian Siti.
"Cobalah"
Lee menggerakkan kepala nya memberi isyarat agar Siti mencoba gaun itu. Pemilik butik segera menghampiri Siti dan meraih tangannya dengan lembut.
"Mari Nyonya, kita akan mencoba gaun ini"
"Ah iya ... " Tanpa perlawan dan pertanyaan Siti pun mengikuti langkah wanita itu. Lama mereka di dalam kamar ganti.
"Tuan Lee..."
Lee yang sedang memainkan ponselnya mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sumber suara.
Matanya sejenak terpana tanpa kedipan melihat gaun itu melekat di tubuh istrinya. Lengkap dengan riasan wajah dan jilbabnya.
"Dari raut wajahnya, saya yakin Tuan Lee tidak kecewa"
"Itu cantik"
Siti merona mendengar pujian Lee, pun wanita pemilik butik, dia sperti nya sangat puas dengan tanggapan Lee yang hanya dua patah kata itu.
****
"Itu gaun untuk apa?"
"Pesta"
"Pesta?"
"Dua hari lagi kita akan ke Bali, aku akan mengadakan pesta pernikahan kita dengan teman-teman ku disana"
"Oh..."
"Kenapa?"
"Lee, apa kamu mengundang mantan pacar kamu?"
Lee nampak terkejut dengan pertanyaan Siti, dia hanya diam tanpa jawaban.
"Kenapa tidak di jawab Lee aku..."
"Iya"
Siti tidak meneruskan ucapannya yang terpotong oleh Lee, Siti merasa dadanya sangat panas sesak, tenggorokan nya seakan terganjal sesuatu. Tapi di balik itu, Siti pun merasa penasaran dengan rupa mantan pacarnya Lee, benarkah manatan?
Hanya terdiam dengan pikirannya sendiri itulah Siti, sejak Lee mengatakan bahwa mantan kekasih Lee akan hadir dia merasa begitu resah.
"Apa tidak apa-apa?" Tanya Lee sesaat sebelum Siti memasuki kamarnya.
"Apa?"
"Dia datang?" Lee menundukan kepala dengan lengan menyilang di depan dada.
"ini acara kamu, Semuanya kamu yang berkuasa" Siti masuk kamar meninggalkan Lee yang masih sibuk dengan perasaan tak karuannya.
Lee membalik badan dan berjalan menaiki tangga, sesekali dia menengok ke arah pintunya kamar Siti. Selangkah dia kembali berbalik arah, namun kemudian dia kembali menaiki tangga tanpa menoleh dengan langkah yang cepat.
Mata Siti menatap gaun yang ada di depan nya, tapi pikiran dia berada jauh entah dimana? Dia merasa sedikit takut akan bertemu dengan teman-teman Lee, Siti takut akan terlihat bodoh mengingat dirinya berasal dari kampung dengan pendidikan yang sangat rendah.
Tangan Siti meraba-raba ranjang berusaha mencari ponselnya.
Dia mulai mengetik.
Apa Erlangga di undang?
Pesan itu ia kirim ke nomor Lee. Namun lama tak ada jawaban. Siti membaringkan tubuhnya di atas kasur. Baru sejenak dia menutup matanya, ponsel Siti berdering.
"Assalamualaikum Bapak" salam Siti ceria
"Waalaikumsalam Neng, kumaha kabarna? damang?
//waalaikumsalam Neng, bagaimana kabarnya?sehat?//
"Alhamdulillah Pak, Siti teh sehat? kumaha Bapak sama Zidan? Siti kangen pisan Pak"
"Alhamdulillah kami juga sehat, Bapak mau ngasih tau kamu neng"
"Aya naon Pak?"
//Ada apa.Pak?//
"Begini, kamari teh pak Ridwan ke rumah dia bilang balong anu di sisi imah tea udah jadi milik kita"
//Begini, kemarin teh pak Ridwan ke rumah, dia bilang kolam ikan yang di samping rumah udah jadi milik kita//
Siti mencoba mencerna ucapan Bapak nya yang sedikit tidak masuk di akal itu. Untuk sesaat Siti terdiam tak mendengar Bapak nya yang dari tadi memanggil dirinya di sebrang sana.
"Eng iya Pak... kumaha Pak?"
//Eng iya Pak... gimana pak?"
"Iya Siti, balong lauk anu pak Ridwan teh udah jadi milik kita, katanya Mama mertua kamu yang sudah membelinya dua kali lipat tina harga pasaran di dieu"
//Iya Siti, kolam ikan milik pak Ridwan sudah jadi milik kita, katanya Mama mertua kamu yang sudah membelinya dua kali lipat dari harga pasaran disini//
"Ya Allah Pak, beneran?" Ucap Siti tak percaya, matanya sedikit nanar.
"Iya Siti, Alhamdulillah setelah kamu menikah belum sebulan tapi keluarga kamu sudah sangat baik"
"Iya Pak, mereka sangat baik"
Kebahagiaan Siti yang mendapat kabar dari Bapak nya di kampung berhasil mengalihkan perhatiannya pada rasa penasaran sosok mantan kekasih Lee.
Bu Han memang sangat memperhatikan keluarga Siti, baginya memberikan sesuatu berupa materi yang hanya seujung kuku itu tidak sebanding dengan apa yang dia dapatkan.
Bahkan Bu Han saat ini sedang meminta Pak Kades mencari sebuah sawah yang tak jauh dari rumah orang tua Siti agar Bapak Siti tidak lagi menggarap sawah orang lain.
Setelah mengakhiri percakapan nya dengan Bapak, Siti bergegas menemui Lee di atas, dengan maksud ingin meminta no telepon Bu Han, bagaimana pun juga dia ingin berterima kasih pada mertuanya itu.
Langkah Siti terhenti saat mendengar suara Lee sedang menelpon seseorang di balkon luar yang berada di depan piano. Siti melangkah mengendap- ngendap.
"Tidak, aku saat ini bahkan sedang sendirian di atas..// Iya iya jangan bawel ah!" ucap Lee manja.
"Nanti kita ketemu di bali ya jangan ngambek ah! Jelek kalau kamu ngambek tuh.. // Ha-ha-ha...// ya sudah jangan lupa makan ya nanti kamu saki... aku..."
"Maaf Lee, boleh minta no telepon Mama?" Siti yang tidak tahan dengan obrolan mereka sengaja menyela.
Lee menoleh cepat dengan ponsel masih di telinga, ada gurat keterkejutan di wajah Lee.
"Aku ingin menelpon Mama tapi tidak punya nomernya"
Lee menurunkan tanganya dan mematikan sambungan nya dengan seseorang di sebrang sana.
"Nanti aku kirim nomernya" sambil berlalu
"Apa itu mantan pacar mu? apa masih jadi pacar mu?"
Lee menghentikan langkahnya, di melirik sekilas ke belakang, dan melangkah kan kakinya.
" Kita memang menikah tanpa sadar apapun, tapi setidaknya hargai hubungan ini, aku yakin kamu tau hukum nya bukan jika kamu menghubungi wanita lain dan..."
"Aku lelah" Hanya itu jawaban Lee.
"Baiklah, sebagai istri aku hanya mengingatkan mu karena kewajiban kita untuk saling mengingatkan dalam kebenaran, aku sudah melakukan kewajibanku, sisanya itu urusan kamu sama Allah"
Dengan langkah gontai Siti berlalu meninggalkan Lee yang berdiri terpaku, belum jauh dari jangkauan nya Lee menarik tubuh Siti dengan kuat hingga Siti masuk ke dalam pelukan Lee.
"Maaf" Bisik Lee. Lee memeluk istrinya dengan begitu erat tanpa balasan. Siti hanya terdiam dengan jantungnya yang berdebar kencang.
"Aku minta maaf, tapi aku benar-benar tidak bisa meninggalkan dia"
Jantung Siti kini seakan berhenti, jantung yang sempat berjingkrak tak karuan, kini seakan berhenti untuk sesaat, matanya membulat besar.
"Maaf... " Ulang Lee yang semakin mengeratkan pelukannya. Lee membenamkan wajahnya di jilbab Siti dia merengkuh erat tubuh istrinya. Lee tidak tau apa yang sedang ia rasakan saat ini, dia hanya merasa benar-benar tidak berdaya.
"Kirim nomer Mama segera" Dengan cepat Siti melepaskan pelukan Lee, dengan tanpa sengaja jilbabnya tertarik dan terlepas. Siti bahkan tak perduli, dia terus melangkahkan kakinya.
Lee meraih jilbab istrinya, dan mempercepat langkah kakinya mengikuti Siti menuruni tangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Semoga nanti di Bali ada Erlangga yang selalu menemani Siti
2021-03-04
1
Zaky Badut Pekanbaru D'Kompenk
kk author..tambah dong up na lagi dlm sehari jgn satu dong..
please 😢
2020-04-12
2
Zaky Badut Pekanbaru D'Kompenk
iss Baper 😢Lee ego..
tiba Siti gk bolh sama Erlangga
2020-04-12
2