Malam ini terdengar petir begitu memekakkan telinga, Terus dan terus berulang. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya, sepertinya hujan akan turun malam ini.
"Hmm, sepertinya aku harus menyediakan beberapa ember dan baskom"
Ya, saat hujan turun di sertai angin kencang, atap rumahku banyak yang bocor, hampir semua ember dan baskom yang aku miliki kugunakan untuk menadah air yang menetes, ehmm tepatnya bukan menetes tapi mengucur. hi hi hi hi
Dan benar saja, malam ini hujan turun begitu lebat, gemuruh petir di langit membuatku semakin merasa takut, semoga saja rumah ini tidak roboh. Tak apa bocor pun, yang penting kami masih bisa bermalam di rumah.
Bcor di kamar Bapak, di ruang tamu yang sekaligus ruang makan dan ruang keluarga, serta di kamarku. ember dan baskom yang kami punya semuanya terpakai, kasurku basah karena sepertinya genting kamarku pecah hingga air turun dengan derasnya.
Aku menghela nafas panjang, kali ini aku harus tidur dengan tempat yang sempit, tempat yang kering dengan lebar hanya pas untuk badanku saja.
Meski keadaan nya menyedihkan seperti ini, aku tidak terlalu ambil hati, ini sudah menjadi hal yang bisa bagiku, kenapa harus di tangisi? Allah memberikan cobaan pada mereka yang hebat dan kuat, itu artinya aku adalah orang yang hebat dan kuat.
Malam ini ayam jantan tidak berkokok, dia telah berada di dalam perut si empunya. Entah di jadikan apa si ayam itu?
Meski begitu aku tidak terlambat untuk melaksanakan solat tahajjud. Hingga subuh tiba, hujan tak kunjung berhenti. Aku dan Zidan duduk di depan tungku menunggu nasi matang sambil menghangatkan diri.
Hari ini aku menggoreng kerupuk bawang, 250gr seharga 4 ribu rupiah sudah dapat dua toples kerupuk, kami akan makan dengan itu.
Zidan menyodorkan telapak tangannya ke arah api, dirasa cukup panas dia menempelkan kedua tangannya ke wajahnya. Ku tatap wajah kecil adikku dengan rasa bersalah dan sedih.
"Zidan..."
"kamu sedih gak kita hidup seperti ini?"
"gak atuh teh, biasa ajah"
" gak pengen gitu kaya orang lain? sepatu na bagus, tas na bagus uang jajan besar"
"he he he mau" ucapnya polos sambil menyeringai.
Aku tidak pernah sedih dengan keadaanku seperti ini, hanya saja aku kadang merasa begitu sedih melihat adik semata wayang ku tidak bisa seperti anak lain yang seumuran denganya.
"Teh besok malam ada pengajian akbar di balai desa, katanya sih Kiai nya yang suka ada di TV"
"Iya, teteh juga kan jadi panitia nya yang ngasih air minum ke tamu undangannya"
Begitulah, setiap ada acara besar aku selalu di tugaskan untuk mengantar sajian pada tamu undangan kehormatan atau tamu VIP. Mereka bilang karena aku cantik, ya si cantik yang miskin. Astaghfirullah.
"ya sudah bangunkan Bapak, kita makan bareng, gak apa-apa ya hari ini kita makan sama kerupuk aja"
Makan kerupuk tok bukan hal yang aneh bagi kami. Hanya saja Sekarang bapak sedang sakit, rasanya tak pantas hanya makan dengan kerupuk saja. Ya Allah bisakah engkau mengubah hidup hamba, tidak perlu mewah hanya saja hamba ingin Bapak dan adik hamba bisa makan enak dan tinggal di tempat yang layak. aamiin. doaku dalam hati.
****
Antusiasme masyarakat bukan hanya dari desaku saja, penduduk dari desa yang lain pun turut hadir, bagaimana tidak penceramah nya ustadz yang selalu muncul ti TV. Ah aku tidak terlalu tahu siapa, karena aku tidak punya TV di rumah.
Hari ini fokus saja menjadi panitia dan aku bisa mendapatkan sejumlah uang panitia dan nasi kotak, tak lupa juga dengan Snack box nya. Bapak dan Zidan akan makan enak malam ini.
Orang orang begitu bejibun mendatangi acara siraman rohani kali ini, suasana begitu ramai dan riuh. Ustadz nya masih ada di rumah kepala Desa, acara nya akan di mulai setelah isa nanti, tapi begitu selesai magrib orang orang sudah berkumpul berebut ingin duduk paling depan. Aku penasaran bagaimana ustadz ini sampai warga antusias banget apa lagi kaum emak emak.
Adzan isa berkumandang, sepertinya tamu undangan belum ada yang datang, aku memilih untuk pergi ke mesjid yang kebetulan masih satu lokasi. Aku bergegas mengambil air wudhu dan masuk ke dalam mesjid. Masih kosong? apa mungkin orang orang menunda solat isa hanya karena ingin duduk paling depan?
Tiba tiba aku melihat serombongan para laki-laki masuk, aku tidak memperhatikan satu per satu dari mereka, mataku hanya fokus pada orang yang berpenampilan mencolok dan beda dari yang lain, dia nampak sedang berbicara dengan pak kepala Desa.
Laki laki itu nampak sangat tampan menurutku, dia melilitkan kain sorban nya di kepala, dengan jubah putihnya yang di lapisi dengan jas hitam, dia juga memakai kacamata, hidungnya mancung dan bibirnya padat merah merona, tidak memiliki kumis hanya ada jenggot yang tipis. Ah mungkin saja itu ustadz yang membuat emak emak begitu heboh.
Beberapa orang di antara mereka menetap ke arahku, aku melihat sekeliling dan baru sadar bahwa hanya ada aku satu satunya wanita di dalam mesjid.
Aku memutuskan untuk ikut berjamaah bersama mereka, pada waktu yang bersamaan ada seorang wanita sepuh masuk dan berdiri di samping ku, dia tersenyum sekilas, sebelum akhirnya kami melaksanakan solat berjamaah dengan khusyuk.
Kami melakukan dzikir sebentar. Aku melepas mukena dan melipat nya kembali, ku taruh di laci mesjid.
"hei nak, tunggu sebentar" ucap wanita sepuh itu.
"iya Bu ada apa?" tanyaku buru buru
"apa kamu asli orang sini?"
"iya Bu saya asli penduduk sini, ada apa?" tanyaku ramah
"siapa namamu?"
"Siti Nurul Khotimah Bu, maaf Bu saya buru buru saya haru menyajikan minuman pada tamu VIP"
"oh iya nak, silahkan"
Aku segera bergegas agar tidak terlambat, aku takut pak kepala Desa marah.
Brukkkk
"Maaf pak, saya tidak sengaja, maaf"
Aku hanya meminta maaf dengan menundukkan kepala dan langsung berlari, aku pikir itu hanya masalah kecil yang tidak harus jadi permasalahan yang besar.
Ah! untungnya aku tidak terlambat, teman teman panitia yang bertugas menyajikan makanan dan minuman masih duduk santai.
"Hayu, itu kepala Desa sudah menyuruh kita ke depan"
Aku mengambil nampan yang membawa piring buah-buahan. Kami berjalan saat tamu sudah duduk di kursi paling depan. Seperti nya mereka adalah rombongan ustadz dari kota, karena wajahnya begitu asing, tidak pernah ku lihat sebelumnya. Sementara di barisan kedua tamu undangan dari aparat sekitar. Meski tidak kenal tapi wajah mereka tidak asing lagi.
"silahkan diminum" ucap temanku pada seorang wanita yang seperti nya pernah aku lihat.
"Siti..." sapa nya lembut seraya tersenyum. Aku hanya membalas senyumannya dan menganggukan kepala.
Aku dan temanku pergi ke belakang, aku dan panitia yang lain berkumpul disana.
"Siti, tadi siapa?"
"gak tau Siti juga, tadi lagi solat di mesjid ketemu"
"Oh, yang mana sih?" tanya temanku yang lain penasaran.
"Itu tuh yang pake gamis hitam, yang cantik pisan"
"itu teh udah nini tapi cantik nya"
"iya atuh pan orang kota mah apa lagi orang kaya suka perawatan ke salon"
"pantesan itu udah tua juga tetep wae geulis nya"
"enya atuh"
Aku hanya tersenyum mendengar mereka bergosip dia dia tengah acara pengajian.Wow?
Kami mendengar kan ceramah ustadz itu dengan khidmat, kadang kami semua di buat tertawa terbahak-bahak karena lontaran lelucon pak ustadz.
Ah, ustadz itu kenapa begitu tampan. Masha Allah ciptaan Mu. Gumamku dalam hati.
Aku merasa tidak nyaman, entahlah tapi aku merasa seseorang sedang memperhatikan aku, tidak tau darimana arahnya. Aku celingukan mencari ke setiap sudut, mencari mata yang sedang menatapku. Tapi tak kutemukan siapapun dimana pun, orang orang sedang fokus pada ceramah sang ustadz. Ah itu hanya perasaan ku saja mungkin. Malu banget kali ya kalau orang lain tau tentang sikapku ini, apa gak di bilang terlalu kepedean nanti nya?
Aku mencoba menepis perasaan itu, dan fokus kembali pada isi ceramah sang ustadz. tapi lagi-lagi aku sangat merasa tidak nyaman, aku yakin kali ini ada seseorang sedang menatap ku,,, mataku tertuju pada sebuah mobil mewah berwarna putih, aku merasa ada seseorang di dalamnya yang sedang memperhatikanku. Supir! ha ha ha mungkin saja memang ada supir yang sedang menunggu majikannya. Aku merasa geli pada diriku sendiri.
Tiga jam sudah si ustadz memberikan tausiyah nya. Berakhir sudah acara yang di tutup dengan doa bersama.
Ustadz itu dan rombongan nya berjalan menuju rumah Pak kepala Desa. Barulah pada audiens membubarkan diri mereka dengan teratur.
Tinggal lah kami para panitia yang bertugas membersihkan semua tektek bengek dan perintilan perintilan yang ada, termasuk sampah yang berserakan. Sudah tidak aneh lagi jika setiap ada acara, apapun itu bentuk acara nya selalu banyak pedagang dengan pembeli yang tidak sadar untuk membuang sampah pada tempatnya.
Aku mengambil sapu dan mulai membersihkan sampah sampah itu, di susul Diah temanku.
"Ti, ustadz nya ganteng pisan nya, ih aku mah jadinya inget terus"
"pantesan ajah ya, ibu ibu pada heboh dan semangat pisan, sampe cepet cepetan duduk paling depan"
"iya ya,,, ternyata lebih ganteng aslinya daripada di TV"
" gak tau atuh da Siti mah gak punya TV di rumah"
"nih ya Ti, ustadz itu sering banget ada di acara TV, sering ngisi acara di kultum kalau bulan puasa menjelang berbuka"
Ah! mana mungkin aku tau ada acara seperti itu? TV ajah gak punya, lagi pula saat menjelang berbuka aku paling sedang memasak di dapur.
"Ti... Siti..." Pak kepala Desa memanggil sambil berlari kecil. Aku dan Diah mengehentikan tangan kami yang sedang menyapu.
"Ada apa pak Kades?"
"Ikut heula sama saya, sok simpen dulu sapu nya"
"mau kemana kita pak?"
"Udah ikut saya ajah dulu"
Pak Kades berjalan di depan ku dengan terburu-buru. Langkahnya berhenti di depan sebuah mobil mewah berwarna putih, mobil yang sempat aku curigai. ha ha ha
Pintu mobil itu terbuka setelah ada bunyi Tiit, apa suara pintu mobil seperti itu? benakku bertanya. Dari dalam mobil keluar seorang wanita sepuh yang tadi bertemu denganku di mesjid.
"Siti, ini namanya ibu Amira. Beliau ini nenek dari pas ustadz Zaelani yang tadi ceramah di Desa kita" jelas pak Kades.
"Oh... " aku hanya tersenyum lembut pada Ibu Amira, jemari tanganku ku tautkan satu sama lain. Aku merasa gugup.
"Siti..." Ibu Amira meraih tanganku, tanganya dingin dan sangat lembut, baunya juga begitu harum.
"Iya Bu"
"Kenalkan, ini Zaelani cucu saya"
ustadz yang barusan ceramah turun dari mobil. Dia menempelkan kedua telapak tangannya, dan menunduk seraya tersenyum. Aku pun melakukan bal yang sama, tidak mungkin kami berjabatan tangan, karena kami bukan muhrim.
" Zein, ini Siti, cantik bukan?"
"Pilihan eyang tidak pernah salah"
Aku sedikit merasakan panas di wajahku mendengar pembicaraan mereka. Apa maksud dari ucapan mereka berdua ya Allah.
"Siti, ini ada sedikit bingkisan untukmu ambilah"
"Tapi Bu..."
"Jangan panggil saya ibu, panggil saya eyang saja seperti zein"
"oh?" Aku merasa bingung dengan kebaikan Ibu Amira.
Aku mengambil bingkisan besar dari ibu Amira, karena dia begitu memaksanya.
"Terimakasih Eyang, hati hati di jalan"
"Iya, saya permisi dulu pak Kades"
"Iya Bu mangga, hati hati di jalan" ucap pak Kades.
"saya permisi dulu Siti, Assalamualaikum" ucap Zein.
"Waalaikumsalam" jawabku dan pak Kades berbarengan.
Empat mobil rombongan ustadz Zein pun pergi meninggalkan Desa kami.
"Pak Kades ini isinya apa? berat pisan"
"Atuh mana saya tau Neng Siti, coba nanti kamu buka di rumah, nanti kalau ketemu saya lagi kamu baru kasih tau saya itu isinya apa ya"
"Pak kades juga mau tau ya isinya apa?"
"iya atuh, ya sudah bantu yang lain biar cepet selesai, ini udah malam"
"iya pak"
Aku pergi meninggalkan pak Kades, aku menyimpan bingkisan pemberian Bu Amira di atas meja, secara otomatis teman teman ku riuh bertanya, aku menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi tadi. Beberapa di antara mereka ada yang merasa iri padaku. Aku tidak mengerti kenapa mereka bisa iri? apa karena bingkisan itu?
Malam semakin larut, dan akhirnya pekerjaan kami selesai, kami para wanita di perbolehkan pulang lebih dulu, sementara panitia lain nya beserta beberapa masyarakat masih membereskan yang lainnya.
Aku membuka pintu rumah yang tidak terkunci, lagi pula apa benda berharga dalam gubug reot ini hingga harus mengunci pintu. Bapak dan Zidan sepertinya sudah tertidur lelap, itu bisa ku dengar dari dengkuran mereka berdua. he he he
Kok bisa ya mereka tidur dengan suara berisik seperti itu? aku saja yang berbeda kamar kadang merasa terganggu. oopss!
Rasanya aku tidak sabar ingin membuka bingkisan yang tertutup rapi. Ku buka perlahan.
Aku merasa bahagia saat ku lihat isi di dalamnya ada beberapa jenis kue yang sepertinya sangat lezat, Ada juga buah-buahan dan ada sebuah amplop. Aku menyobek amplop itu, dan betapa terkejutnya diriku melihat isi amplop itu. 1 juta! ada uang 1 juta di dalam amplop itu. Aku bahagia sangat bahagia. Tapi kemudian aku terdiam, untuk apa Bu Amira memberiku semua ini? Ah, ini pasti sumbangan Bu Amira karena tau aku gadis yang begitu miskin.
"Alhamdulillah" ucapku sujud syukur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Alhamdulillah dpt rejeki
2021-03-02
1
Endang Oke
jd siti cantik dr siapa garis ibu atau bpknya...klu ibunya cantik kok mau dpt susmi miskin..atau bpknya ganteng kok mau dama wanita miskin kan bisa cari istri yg kayaaa iar jelek duit vanyak bisa prrmak
2020-12-12
3
Endang Oke
mana ada org kiskin cantik..cantik dari mana bpknya ganteng ...ibunya cantik..ibunya tolol csntik mau aja sama org miskin.banyakan org cantik yg nsksir pastinya org yg kaya.pendidikan..jgn 2 ibunya jd selingkuhan suami org tajir ganreng . makanya snaknya csntik..atau ibunya jelek tapi mau ditidurin sama duda kaya yg ganteng cuma buat pelampiasan.
ada2 aja org miskin cantik..babu babu mana ada yg cantik. ..klu cantik mana mau jd bsbu.
2020-12-12
2