BAB 9

"Ya Allah perutku sakit pisan, ini semua pasti gara-gara makanan yang selalu di beli Lee dari luar"

Aku memegang perutku yang terasa begitu melilit. Ingin rasanya aku marah pada Lee, kenapa dia harus memiliki rumah yang serumit ini?

"Gustiiiiiii... Lee awas wae nya kalau sudah datang saya pastikan kamu teh akan saya siksa"

Aku masih terus memegang perut yang terasa semakin melilit.

"Ah, iya kenapa aku tidak kesana saja"

Aku ingat kemarin saat Lee mengajakku jajan ke sebuah supermarket, aku melihat pembeli masuk ke ruang belakang, ada tulisan WC di atasnya.

Segera ku ambil kunci rumah, Ah lebih tepatnya kartu untuk membuka pintu. Aku segera berlari.

Aku mencoba menahan rasa sakit perutku saat memasuki minimarket itu agar tidak terlalu memalukan.

Aku berusaha menahan dan sedikit berpura-pura memilih barang, saat penjaga meleng, aku segera berlari ke toilet. Alhamdulillah toilet nya sama sperti yang di kamarku yang ada di rumah Eyang.

"Saya beli ini mba" aku menyodorkan chiki dan minuman teh kemasan kotak.

Sebenarnya itu hanya salah satu pura-pura ku, mana bisa kesana hanya untuk numpang buang air besar.

****

"Darimana?" Tanya Lee yang bersandar di bawah tangga, tanganya melipat tepat di Dadanya.

"ini..." Siti memperhatikan kantong keresek yang hanya berisi satu Chiki dan satu minuman kotak.

"Jajan cuma segitu?"

"iya"

"memalukan"

"Laahhh kunaon malu? saya bayar bukan maling" Siti melotot

"Sudahlah"

"Lee tunggu!"

"Ada apa?" yang sudah berjalan menaiki tangga pun berhenti dan membalikan badan.

"Aku tidak cocok dengan makanan yang kita makan"

"Lalu?"

"Kita masak saja ya"

"kamu bisa masak?"

"enggak"

Lee memajukan sedikit kepalanya, dan sedikit membuka mulutnya.

"Kalau begitu, kamu jangan beli makan buat aku ya, pesan untuk dirimu sendiri saja"

"Baiklah" ucap nya datar sambil berlalu.

Siti megerucutkan bibir nya, dia masuk ke kamar dan merebahkan badannya di atas kasur. Ini malam pertama dia tidur di rumah Lee.

02.30 WIB.

kriiiinngggg... kriiiiiiingggg... kriiiinngggg

Alarm di ponsel Siti membangunkannya dari tidurnya yang lelap. Dia mengangkat badannya sambil meregangkan badan. Siti berjalan keluar kamar menuju mushola kecil di belakang rumah.

Tangga menuju lantai atas ada di samping kamar Siti, hanya terhalang sebuah perpustakaan mini dan kursi baca, dekat tangga ada pintu keluar menuju dapur laundry dan juga mushola beserta tempat wudhunya.

Tepat di depan kitchen set, ada sebuah jembatan yang di bangun di atas kolam renang menuju ruang makan. Yups ruang makan Lee bangun di atas kolam renangnya yang berbentuk manjang dan lebar.

Hanya ruang tamu dan kamar yang ada di in door, sisanya outdoor semua.

Cuaca disini tidak sedingin cuaca di kampung Siti, jadi bukan penghalang yang berarti untuk tidak melaksanakan solat malam seperti yang dia lakukan di setiap malamnya.

"Apa yang sedang kamu kerjakan?"

"Astaghfirullah al adzim" Siti terkejut mendengar suara Lee yang tiba-tiba datang.

"Bukankah kamu mens? memangnya boleh solat?"

"Astaghfirullah" Siti menepok jidatnya.

"Dasar!"

"Kamu ngapain malam-malam bangun?"

"Haus"

"Oh, sini aku ambilin"

"Tidak usah"

"Kenapa?"

Lee berlalu meninggalkan Siti, mungkin Lee tidak ingin melihat Siti terluka lagi seperti tadi sore, Siti tidak tau bagaimana cara menggunakan dispenser, saat Lee mengajarkannya Lee lupa memberitahu Siti fungsi masing-masing lubang yang ada di dispenser, Siti salah mengambil air, di menekan air panas, airnya luber dari gelas mengenai jari Siti, Siti yang kaget melepaskan gelas dan pecah, pecahannya mengenai kaki Siti dan kakinya terluka.

Siti yang terbiasa bangun di jam jam ini, tidak bisa menutup matanya kembali. Dia melepaskan mukena dan duduk di sebuah taman kecil yang ada di sudut kolam renang.

Siti duduk di sebuah ayunan rotan, matanya fokus pada air yang ada di kolam renang, dia hanya menatap tanpa memperhatikan sekitar, pikiran nya jauh melayang.

Dia masih merasa bahwa saat ini dia sedang bermimpi, dia masih ingat terahir dia tidur di kamar yang butut, berdindingkan geribik yang beberapa bagian nya telah di tutupi bekas sepanduk iklan agar angin tidak berhembus terlalu kencang menerobos dan menyapa tubuh Siti.

Sekarang? Dia bisa tidur dengan kasur yang nyaman, rumah yang bagus, baju mahal dan uang jajan yang besar. Bukankah ini anugerah yang sangat besar?

Meski Siti merasa ragu dengan pernikahan nya saat ini, dia tau Lee baik, tapi menikah tidur terpisah kamar rasanya aneh menurut Siti. Kenapa Lee tidur di kamar yang berbeda?

Tapi bagaimana pun dia harus kuat, karena berkat pernikahan ini Bapak dan Zidan bahagia di kampung.

"Bapak sehat?"

"Alhamdulillah Siti, bapak di die teh sehat, kamu kumaha disana?"

// Alhamdulillah Siti, Bapak disini sehat, kamu bagaimana disana?//

"Siti baik Pak? Zidan gimana?"

"Ahh dia mah bahagia pisan, tadi Bapak habis ngajak Zidan ke pasar, beli perlengkapan sekolah"

"Bapak teh punya uang dariman?"

"Ini Pak Kades ke rumah, ngasih uang 5 juta, katanya itu dari Mama mertua kamu"

"Alhamdulillah atuh pak, oh enya pak nanti mah kita ngobrol nya tidak lewat Pak Kades lagi, Lee sudah ngirim paket buat Bapak isinya HP, ini Siti juga di beliin Pak"

"Alhamdulillah atuh nya"

"Siti juga belum bisa makenya, cuma bisa nelpon ajah Pak"

"ha ha ha"

Untuk sejenak Siti terdiam, dia tidak menyangka Bu Han ternyata begitu baik, karena masih memperdulikan keluarganya di kampung.

Pembicaraannya tadi setelah solat isa dengan Bapak Mahmudin membuat Siti merasa lega.

Air mata Siti menetes, apapun yang terjadi padanya selama Bapak dan Zidan bahagia akan Siti jalani.

Siti hanya asik dengan pikiran-pikiran nya yang melanglang kemana mana. Dia tidak menyadari bahwa di atas balkon sana ada sosok yang sedang memperhatikannya dengan seksama.

Lee memang tidak memungkiri bahwa Siti sangat cantik dan mampu membuat dia berdebar hebat saat disisinya. Hanya saja Lee tidak yakin dengan perasaan nya sendiri.

"Lee pokoknya kalau kamu tidak menikah dengan wanita pilihan Eyang, maka seluruh harta Eyang akan di serahkan pada Zein"

"Meski kak Zein bukan darah daging Eyang?"

"Benar! paling tidak Zein selalu menuruti apa yang Eyang inginkan"

"Tapi Eyang..."

"Eyang tau, wanita ini tidak sepintar dan berkelas seperti wanita yang selama ini dekat dengan kamu, siapa namanya Han?"

"Noureen Mammy" Ucap Bu Han.

"Ya itu dia, tapi kalau masalah cantik tidak kalah cantiknya Lee, kepintaran itu bisa di asah"

"apa yang bisa Lee lakukan jika Eyang sudah berkehendak" Lee pasrah meski dalam hatinya dia berontak dan marah. Menerima Siti artinya melupakan Noureen.

Itu alasan kenapa kini dia berada dalam satu rumah bersama Siti. Beruntung Siti begitu cantik dan lugu, hingga membuat Lee bisa bersikap baik padanya.

****

Lee dikejutkan oleh sampah bekas mie cup yang ada di tempat sampah di dapurnya, Lee menatap tempat sampah itu sambil berpikir, di telan nya perlahan air yang ada dalam mulutnya.

Dengan menenteng jas, Lee berjalan ke depan pintu kamar Siti.

Tok tok tok

Tidak butuh waktu lama Siti membuka pintu kamarnya.

Lee yang ingin segera bertanya mendadak gugup tidak karuan melihat Siti yang lagi lagi hanya memakai handuk, kali ini di kepala Siti pun ada handuk yang membungkus rambut nya.

"Ada apa?"

"Apa kamu akan seperti ini? membuka pintu dengan keadaan seperti ini?"

"Ahh ini, aku tadi mendengar suara kamu, makanya aku buka pintu"

"Kamu harus lebih hati-hati lain kali jangan sembarangan membuka pintu dalam keadaan tubuh hanya dililit handuk"

"iya iya maaf, tapi ada apa?"

"kenapa ada bekas mie cup dua bungkus di tempat sampah?"

"Oh itu? itu yang satu makan pagi dan yang satunya makan siang?"

"Apa?" Lee mengerutkan dahi

"Aku mau masak tapi gak tau caranya menggunakan kompor, Ya ampun kamu punya rumah tapi memusingkan kepalaku sajah"

"sudah sore begini kamu hanya makan mie? dan belum makan apapun?"

"Ya mau makan apa? biasa nya nih ya, di kampung Siti mah sok aya tukang cilok, tukang siomay, tukang tahu bulat di goreng dadakan lima ratusan, kenapa disini mah terbilang nya kota tapi tidak ada apa-apa"

Mata Lee membesar mendengar kan ocehan istrinya. Lee membuang nafas kesal.

"cepat berpakain, nanti aku pesan makanan"

"Ya sudah"

"Harusnya kalau lapar kamu telpon aku, kan ponsel sudah ada"

"Nomer kamunya yang gak ada nyaho!"

// Nomer kamunya yang gak ada tau!//

"apa itu nyaho?"

"Tau"

"aku serius nanya, nyaho itu apa?"

"Tau"

"Ya ampun Siti, aku nanya benar-benar Nyaho itu apa? kamu jangan marah"

"Gusti ari maneh kunaon? sakola lulusan luar negeri tapi bodo kabina-bina, ongkoh nanya di jawab nanya keneh wae" Siti kesal dan merapat Gigi nya saat bicara

// Gusti kamu kenapa? sekolah lulusan luar negeri tapi bodohnya keterlaluan, udah tau nanya di jawab masih ajah nanya//

"Itu apa lagi?"

"Aku mau ganti baju"

"Sesingkat itu artinya?"

"iya"

" Rasanya tidak mungkin" Lee menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Katanya mau pesan makanan, kapan? di suruh cepat pakai baju tapi masih di ajak ngobrol, jangan bilang sengaja ya karena kamu teh seneng melihat Siti seperti ini"

Tanpa basa-basi Lee membalikan badannya, dia pergi dan berdiri di tepi kolam renang, dia mulai mengetik dan memesan Beberap makanan.

"Cih! wanita ini! kenapa selalu membuat wajahku terbakar? Payah...."

Terpopuler

Comments

Lilis wahyuningsih

Lilis wahyuningsih

hhhhh lucu

2020-11-20

1

Siti Nurjanah

Siti Nurjanah

ngakak haha

2020-10-04

1

Nurvita

Nurvita

ngakak beut

2020-09-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!