Lee tersenyum pada semua orang, dengan gerakan tangan seakan dia meminta maaf pada tamu yang hadir.
Lee membawa Siti duduk di kursi yang sudah di sediakan oleh panitia khusus untukmu pengantin.
"Aku tinggal sebentar ya..." ucapnya saat mereka baru saja duduk. Siti tidak memberikan jawaban apapun, dia sibuk menahan air mata yang sudah di ambang pintunya untuk segera terjun.
Benar saja, Lee berjalan menghampiri Noura yang masih berdiri. Dan mereka pergi.
Siti hanya diam dengan seribu rasa dalam hatinya, rasa sedih dan sesak dalam hatinya, belum lagi rasa malu di tatap bebrapa mata yang hadir di acara pesta itu.
"Aku duduk ya"
Tidak ada jawaban, dan akhirnya Erlangga duduk meski tanpa persetujuan dari Siti.
" Ti, hey!" Erlangga menggerak- gerakan tangannya di depan wajah Siti yang masih termenung.
"Siti..." Erlangga menepuk pundaknya pelan.
" Eh.. iya kenapa?" Siti tersentak. "Eh Aa, sejak kapan disini?"
"Sejak kamu lahir"
"Ishhhh apa sih Aa teh ya... bisa ajah" ucapnya sambil menyeka air mata yang sedikit terjatuh.
"Laper gak? aku ambil makan ya"
"Boleh, tapi yang bisa Siti makan ya A "
"He-em" tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Erlangga tau Siti berasal dari kampung, jadi dia hanya mengambil cake dan cookies yang tersedia disana, sementara makanan yang lain pasti tidak akan sesuai dengan lidah Siti.
"Bagaimana bisa Lee hanya menyediakan makanan korea?" gumam nya dalam hati. Sejauh mata memandang, Erlangga hanya melihat hidangan khas korea dan makanan luar lain nya.
"Ck! tidakkah Lee menyediakan mkanan yang bisa Siti makan?"
Bibir Erlangga tersenyum sinis dengan dua piring makanan manis untuk Siti.
"hupf... ini makanlah"
"Terima kasih"
"hmm"
Erlangga menggerakkan kursinya lebih mendekati Siti. Sementara itu Siti memakan cake dengan mata terbuka begitu penuh arti. Mulutnya mengunyah tanpa menikmati rasa makanan yang sedang ia makan.
"Tersenyumlah...."
"Susah A". Bibir Siti bergetar
"Jika tidak benar-benar lapar lebih baik kita pergi, apa kamu mau melihat pantai disini?"
"Apa tidak apa-apa meninggalkan tamu?"
"Mereka sibuk dengan obrolan mereka sendiri, lihatlah... tidak ada yang peduli pada kita saat ini"
Siti menatap kesemua arah, hanya ada senyuman, tawa dan obrolan tentang diri mereka disana .
"Baiklah, ayo kita pergi"
Erlangga dan Siti melangkah pergi, tidak ada satu orangpun yang sadar dengan kepergian mereka berdua kecuali para bodyguard yang selalu setia mengikuti langkah Siti kemanapun pergi.
Mereka menyusuri pantai yang sudah semakin gelap, hanya beberapa lampu yang menerangi sepanjang sisi pantai itu, deburan ombak begitu terdengar nyaring di antara suara angin dan helaan nafas Siti yang sesekali begitu dalam dan panjang, Siti begitu kuat menahan agar air matanya tidak jatuh.
Erlangga hanya melirik Siti sekilas setiap Siti menghela nafas, dia tau wanita di sampingnya begitu bersedih hati, tapi apa daya tak banyak yang bisa dia lakukan selain menemaninya menghirup udara agar dada nya terasa sedikit lega.
"Kenapa mau menikahi Lee?"
"Ehmm?" Siti menoleh
"apa kamu mencintai Lee?"
"A-... itu Siti tidak tau A, Siti juga tidak mengerti kenapa Siti ada disini sekarang teh Siti juga bingung"
"Harusnya kamu menolak jika tidak ingin menikah dengannya"
"Semua demi Bapak dan Zidan A, paling tidak hidup mereka teh sekarang bahagia dan terjamin"
Erlangga mengerutkan dahi begitu dalam mendengar penjelasan Siti, rasanya tidak mungkin Siti menikahi Lee hanya karena uang, tapi andai saja itu benar maka Erlangga siap menggantikan posisi Lee, dengan senang hati dia akan memberikan segalanya untuk Siti.
"Paling tidak alasan itu membuat Siti bertahan A"
"Sudah ku duga" Erlangga membatin.
"Tidak ada yang bisa Siti harapkan dari semua itu, hanya dengan memikirkan kebahagiaan Bapak dan Zidan hati Siti menjadi tidak sakit"
Tak ada jawaban. Erlangga dan Siti terus berjalan menjauh dan semakin jauh dari pesta yang tanpa ada tuan nya disana.
Erlangga terus menyesali dirinya sendiri, andai dia lebih dulu datang dan mengatakan cinta pada wanita yang kini menjadi istri sodara nya, andai rasa gengsi itu tidak merajai ego nya saat itu, andai dia punya keberanian meminta restu pada orang tuanya untuk menikahi gadis desa ini. Ahh.....
"Kenapa A?"
Siti merasa heran melihat Erlangga menggaruk kepalanya begitu keras.
"he he . gatel" Erlangga cengengesan.
Malam semakin larut, angin di tepi pantai tak lagi sepoi-sepoi, dia bertiup begitu keras, membuat daun daun pohon kelapa melambai tak lagi indah.
"Sepertinya kita harus pergi sekarang, nanti masuk angin"
"Iya A, tapi Siti gak mau ke pesta lagi, langsung tidur sajah".
"Ok!"
Langkah Siti begitu cepat karena dia merasa tulang nya sakit tertusuk angin pantai yang begitu dingin.
Setelah berpamitan pada Erlangga, Siti segera masuk ke kamarnya. Dia melihat sekeliling tak nampak pun tanda-tanda ada orang disana.
"Apa mereka masih berduaan?" Siti menundukkan kepala begitu lama, terlihat tetesan air mata jatuh dari matanya.
Ceklakk
Terdengar suara pintu kamar terbuka, menyadari hal itu Siti segera menghapus air matanya.
"Dari mana saja? aku mencari mu kemana mana" tanya Lee datar
"Ada"
"Sudah makan?"
"Hemm"
"Dimana?"
"Di luar sama Erlangga, di pesta tidak ada makanan yang bisa aku makan, maklum orang udik" sindir Siti.
"Kenapa pergi dengan dia?"
"Kamu kan sibuk sama tamu spesial mu itu, mau bagaimana? perutku lapar"
"Siti..." nada suara Lee terdengar seperti irang yang merasa bersalah.
"Aku mau mandi dulu ya, habis itu tidur, ngantuk" Siti berusaha menghindar.
Lee hanya bisa berdiam diri menatap istrinya tak bergeming. Dia tau dan sadar Siti marah saat ini.
Malam semakin larut, meski mereka tidur dalam satu ranjang, tapi terlihat seperti terhalang ribuan mil jauhnya. Siti yang tidur membelakangi Lee tidak bisa memejamkan matanya, begitupun dengan Lee yang terlentang dengan bantalan tangannya hanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang tidak bisa di terka.
Alarm di ponsel Siti berbunyi, namun Siti tidak lantas beranjak dari tidur nya, meski matanya masih terbuka, dia sama sekali tida bergerak turun untuk melakukan solat malamnya.
Lee menyadari itu, dia melirik ke arah istrinya yang masih terdiam meski alarmnya terus berbunyi dengan nyaring. Lee mendekat dan melihat wajah istrinya.
"Siti..." Lee berbisik perlahan. Siti tetap diam, dia bahkan berpura-pura menutup matanya. Lee menggoyangkan tubuh Siti lembut, namun Siti tetap diam.
Setelah di rasa tubuh Lee menjauh dari tubuhnya, Siti kembali membuka matanya seiring dengan tetesan air matanya yang ikut keluar.
"Siti, entahlah... kamu mendengar atau tidak saat ini" Lee menghela nafas panjang. " tapi aku ingin mengatakan sesuatu padamu, jujur Siti aku tidak akan menikahi wanita yang sama sekali tidak aku cintai, aneh memang tapi inilah kenyataannya bahwa sejak aku melihat mu waktu itu aku merasa kamu telah mengambil alih ruang di hatiku" Lee kembali menghela nafas panjang.
"Tapi Siti, aku juga tidak bisa berpaling dari Noura, saat ini aku bingung harus bagaimana? tapi kenyataannya aku memang egois tidak ingin kehilangan kalian berdua"
Air mata Siti kini mengalir deras, entah dia harus bahagian karena mengetahui bahwa Lee suaminya memang mencintai nya, atau harus sedih karena Lee pun mencintai wanita lain?
"Aku minta maaf..." lanjut Lee sambil memeluk Siti dari belakang. Siti menghapuskan air matanya dengan sangat perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Tri Widayanti
Nyesek😥
2021-03-04
1
Azzahra Rara
sedih banget😭😭
2020-11-11
1
Riza Anggelina
aku naangis😭😭😭😭
2020-11-10
1