BAB 5

Hari itu tiba. Aku akan menikah dengan Lee besok. Sebelumnya Bapak terus menerus bertanya apakah aku sudah benar-benar siap dan mau menikah dengan Lee?

"Aku siap Pak, insyaallah ini yang terbaik untuk kita semua"

"Bapak mah cuma bisa berdoa semoga kamu teh bahagia"

"Aamiin"

Pernikahan akan di lakukan secara sederhana di mesjid Desa ku. Bagai pernikahan artis, Desa ku menjadi riuh ramai, banyak sekali orang berjualan meskipun tak ada hiburan apapun yang kami sajikan. Ah mungkin karena aku di pinang oleh keluarga orang kaya dari ibu kota.

Keluarga Lee menginap di hotel di kota yang tidak jauh dari Desa, mungkin hanya butuh waktu 60 menit perjalanan.

Hanya saja beberapa orang dan mobil sudah banyak sekali yang datang. Pernikahan ini biayanya di tanggung semua oleh keluarga Lee. Lagi pula darimana aku mendapat kan biaya untuk pernikahan.

Ku tatap lagi gaun pengantin untuk acara akad besok. Indah, satu kata yang bisa ku ucapkan, meski aku tidak terlalu tahu tentang nilai sebuah barang, tapi aku bisa pastikan ini sangat mahal.

"Ya Allah, jika ini yang terbaik dari-Mu maka akan aku jalani dengan ikhlas"

Malam ini aku tidak akan melaksanakan solat tahajjud, karena sedang datang bulan, rasanya sangat tidak nyaman, perut ku terasa kram beberapa kali. Ughh....

Pagi sekali aku bangun membersihkan diri, dan menyiapkan teh untuk Bapak, tak lama kemudian tukang rias datang. Ada empat orang wanita yang datang ke rumahku, mereka sengaja di bawa dari kota, katanya salon mereka adalah tempat langganan Bu Lee jika ada arisan atau acara lainnya.

Mereka mulai membersihkan wajahku, entah apa yang mereka tempelkan di wajahku, rasanya dingin. Ke empat wanita itu memakai masker. sesekali mereka bercanda tanpa ku dengar kan apa yang mereka bicarakan, aku hanya memikirkan apa yang akan terjadi setelah aku menikah.

"Beruntung banget ya Neng, nikah sama Pak. Lee"

"Alhamdulillah"

"Pacaran nya sama siapa nikahnya sama siapa?"

"Memangnya Lee punya pacar?"

"Eh... gak Neng maksdunya mantan pacar, dulu Bu Han sering membawa gadis cantik ke salon kami, dia bilang itu calon menantunya"

"siapa Bu Han?"

"Aihhh Neng masa gak kenal sama ibu mertuamu sendiri?"

"Oh Bu Lee? saya biasa manggil nya Bu Lee"

"Bukan Bu Lee Neng, beliau itu di panggil nya Bu Han"

"Oh iya iya"

Mereka kembali berbicara tentang urusan mereka tanpa mengaitkan nya dengan keluarga Lee.

Pacar? kalau memang Lee punya pacar kenapa dia meminta ku untuk menikah dengannya? Apa dia di paksa oleh keluarga nya? Ah! apapun alasannya aku tidak bisa menghindari saat ini. Bismillah tawakaltu a'lallah.

Jam 7 sudah. Aku berjalan dari rumah menuju mesjid yang cukup jauh, di apit oleh ke empat orang tadi, dua orang memegang tanganku kiri kanan, dan duanya lagi memegang gaunku, sepertinya semalam gerimis, jalanan agak basah.

Bak putri kerjaan, masyarakat antusias melihat ku, mereka berjejer menyambut ku. Aku melempar kan senyuman terbaikku. Para ibu-ibu berdecak kagum karena riasan dan gaunku begitu cantik. Tidak pernah sekalipun tersirat di lamunanku kalau aku akan mengalami hari seperti ini. Terimakasih ya Allah, setidaknya aku hari ini bahagia karena diperlukan begitu hormat.

Aku di bawa kesebuah ruangan yang hanya di halangi oleh tirai - tirai berwarna putih, aku duduk di sebuah kursi plastik, masih di temani ke empat tukang rias tadi. Keluarga? Ah tidak, manusia miskin seperti diriku ini mana punya keluarga. Mereka ada hanya saja Bapak bilang tidak perlu di beritahu, takut merepotkan mereka nantinya. Karena biasanya setiap kami berkunjung pun merek selalu bilang bahwa kami hanya merepotkan mereka saja. Aku hargai keinginan Bapak, karena untuk mengikhlaskan rasa sakit sekian lamanya itu tidak lah mudah, meski aku sendiri telah memaafkan, tapi Bapak tidak. Aku rasa itu hal yang wajar jika di lihat dari sifat manusia.

Hari itu emak sakit parah, badannya demam berhari hari, emak bertahan dengan obat-obatan dari warung dan dari bidan terdekat yang mau memberikan pengobatan gratis, hanya saja seperti nya kondisi emak tidak membaik.

Emak harus di bawa ke rumah sakit, tapi kami tidak punya biaya. Bapak mendengar bahwa Kakak nya menjual warisan dari mertua nya, uang cukup besar sekitar 120 juta, Bapak mendatangi rumah Uwa berniat meminjam uang untuk membawa emak ke rumah sakit.

"Kamu mau bayar pake apa nantinya? saya tidak yakin kamu bisa membayar hutang"

"itu nanti saya pikirkan lagi A, sekarang mah yang penting bawa istri saya dulu bertobat"

"Aduuhhh ya gak bisa di pikirkan nanti atuh. ah sudahlah ini mah udah terlihat tidak akan bisa bayar nantinya"

"Rumah, kalau saya tidak bisa bayar hutang rumah saya sok Aa ambil"

"Rumah butut itu mah gak ada harganya Mahmudin, ulah ngaco kamu!"

"Saya mohon A, tolong bantu saya sekali ini saja" Pak Mahmudin memohon dengan deraian air mata.

"Berapa minjemnya"

"5 juta A"

"waduuuuuh! itu mah gede pisan atuh gak sebanding dengan rumahnya"

"Berapa atuh Aa mau ngasih nya"

"Udahlah ya 2 juta saja"

"Ya Allah A, itu mah keterlaluan namanya"

"Ya sudah atuh kalau tidak mau, pake bilang saya keterlaluan. Udah sekarang mah sok pergi sana cari ke yang lain sajah"

"Iya atuh A, gak apa-apa segitu juga"

"udahlah gak usah, saya sudah tersinggung sama kamu, saya ini berbaik hati mau nolong kamu malah bilang saya keterlaluan, udah sana pergi"

" Aa gak jadi pinjemin saya uang?"

" gak! Gak ada pinjem pinjeman, pulang sana, ikhlasken wae mungkin udah waktunya istri kamu pergi"

Pak Mahmudin yang sejak tadi berlutut pun berdiri dengan perasaan yang amat sedih, dia juga marah namun tidak banyak yang bisa dia lakukan. Hingga esok harinya Emak Siti meninggal.

Tak terasa air mataku menetes mengingat kejadian itu.

"Neng, jangan nangis dulu, nanti bulu matanya rusak" ucap perias wajahku dengan pelan, dia juga memeriksa riasanku dan mengusap air mataku begitu hati-hati.

"Kalau riasan nya sampai rusak, nanti saya yang akan di marahi Bu Han, Neng belum tau sih kalau Bu Han udah marah"

Aku berusaha menahan ari mataku agar tidak jatuh lagi, lagi pula ini adalah pengalaman sekali seumur hidup, aku ingin semuanya terlihat bagus.

Seperti nya keluarga Lee sudah masuk ke mesjid, aku mendengar orang-orang riuh membicarakan ketampanan Lee.

Aku sangat ingin melihat, hanya saja tidak di perbolehkan, kami boleh bertemu hanya setelah ijab qobul terlaksana dan sah menjadi suami istri.

Aku hanya bisa mendengar dari pengeras suara yang biasa dipakai untuk adzan di mesjid.

"Mangga Pak Mahmudin berikan wejangan dulu untuk calon menantunya" petugas KUA.

"Ah apa atuh ya... sayah gak bisa ngomong apa apa Pak he he he" ucap Bapak polos.

Ha ha ha. orang-orang tertawa.

"Apa aja Pak barang kali mau ngasih tau rahasia supaya bisa punya anak secantik Siti"

"Ha ha ha. itu mah rahasia Pak" jawab Bapak polos

Ha ha ha. orang-orang tertawa lagi.

" Saya mau titip pesan saja buat Nak Lee"

Hening.

"Kalau suatu hari nanti Nak Lee sudah tidak mencintai anak Bapak, barang kali bosan, tolong .. tolong jangan sakiti anak Bapak, jangan bilang padanya, Nak Lee datang saja pada Bapak, kembali kan Siti pada bapak akan bapak terima dia dengan tulus hati"

Suasana menjadi terasa sedih, beberapa orang mulai terisak.

"Kami memang orang miskin, paling miskin di Desa ini, Bapak tidak memiliki apa-apa, tapi Nak, bagi orang tua di dunia ini, anak mereka adalah harta yang paling berharga, jangan kecewakan Siti, bahagiakan dia cukuplah hidup dengan Bapak dia sangat sengsara, itu saja" Bapak terisak.

" insyaallah Pak" ucap Lee singkat.

" Ya sudah kita mulai saja akad nikahnya"

Orang-orang mulai antusias dan agak sedikti riuh.

"Sodara Lee Teuk Kartasasmita bin Hermanto Kartasasmita apa benar itu nama anda?"

"Iya Pak benar"

"Akan saya nikahkan anda kepada Siti Nurul Khotimah, itu nama istri anda?''

"Iya pak"

"Anda yakin? tidak salah nama" Goda penghulu.

"Yakin Pak" Lee lantang

"Tidak ingin ganti atau nambah mislanya?"

"He he he. tidak pak ini satu saja saya belum tentu kuat"

"Kuat bagaimana maksudnya?"

"Ah, maksdunya menafkahinya Pak"

"Oh .. saya kira anu toh.."

"Itu sih gak perlu khawatir pak"

"Ya Allah, belum juga akad udah panas seperti nya pengantin kita."

Ha ha ha. orang-orang tertawa terbahak bahak. Setelah melakukan sedikit lelucon, kami melakukan solawat terlebih dahulu. ah! rasanya begitu khidmat dan terharu saat kami memberikan salam pada Nabi kami Muhammad Saw.

Sampai pada acara inti, akad nikah di laksanakan, dengan satu kali tarikan nafas dan dengan suara lantang Lee berhasil melakukan Ijab Qabul.

"Alhamdulillah" Semua orang bersyukur termasuk aku. Ya Allah sekarang aku sah menjadi istri seseorang.

"Pengantin wanitanya sok mangga di bawa masuk, jangan di sembunyikan saja, ini suaminya sudah kepanasan spertinya" canda penghulu.

Aku berjalan perlahan bersama ke empat penghias wajahku. Aku melihat sekeliling, semua mata tertuju padaku dengan senyuman terukir di wajah mereka. Aku memang diam menunggu di luar di pelataran mesjid, saat aku akan masuk harus melewati beberapa orang yang berkumpul untuk menyaksikan akad pernikahan ku.

Aku memasuki mesjid yang kini di sulap menjadi ruangan yang begitu indah, banyak bunga di pinggir dan atas atap mesjid. keluarga Lee berkumpul di satu tempat, mereka tersenyum padaku.

Aku berjalan dari arah punggung Lee. Aku melihat penghulu memberikan isyarat pada Lee tentang keberadaan ku. Lee pun menoleh dan menatap ke arahku. Dia terpana melihatku yang berjalan ke arahnya, Matanya sama sekali tidak berkedip. Aku merasa pipiku panas. hi hi hi

"Alhamdulillah ya Sekarang kalian sah menjadi suami istri, Nah Siti tanda tangan disini"

Aku melakukan tanda tangan di beberapa berkas dan surat nikah. Aku melihat di ujung sana bingkisan seserahan ku. Sungguh aku merasa terkejut karena begitu banyak dan terlihat sepertinya barang mewah semua.

Setelah selsai melakukan tanda tangan, aku menyalami suamiku, ini pertama kalinya aku memegang tangan seorang laki-laki, awalnya aku sangat ragu hingga orang-orang tertawa melihat ku yang seperti ketakutan saat memegang tangan Lee.

"Tangan ku bukan sarang kuman" ucapnya datar.

"Maaf, ini pertama kalinya aku memegang tangan laki-laki, aku grogi"

Lee mengangkat alisnya sebelah seperti tak percaya pada yang ku ucapkan barusan. Dengan hati hati aku memegang tangan Lee, lembut dan dingin. Ku angkat perlahan tanganya seiring dengan menunduknya kepalaku, ku kecup tangan Lee yang kini telah sah jadi muhrim ku.

Aku merasa ada hal aneh dalam hatiku, rasanya dag dig dug tidak karuan. Aku mengangkat kepala dan menatap matanya.

Perlahan wajah Lee mendekat, dengan otomatis kepalaku ku tarik menjauh ke belakang.

Ha Ha ha .

Semua orang tertawa terbahak-bahak, aku melihat ke sekeliling, ada apa mereka tertawa, sementara tanganku mengucek gaun yang ku pakai sambil mengigit bibir bawahku.

Eyang mendekat dan berbisik padaku, Mataku terbelalak mendengar apa yang di bisikannya di telinga. Apa harus di hadapan orang banyak? tanyaku dalam hati.

Aku menghela nafas panjang, dan perlahan memjamkan mata. Aku merasa sesuatu yang lembut dan dingin mendarat di keningku. Aku merasakan nafas Lee di keningku.

Ya Allah rasanya aku ingin loncat. jantung ku berdegup kencang, apa aku kena serangan jantung? Kenapa sekujur tubuhku tiba-tiba terasa panas? aku merasa ada hal aneh dalam tubuhku, bulu kudukku berdiri.

Orang-orang bergemuruh menyoraki ku. Pipiku memanas.

Lee memegang jemariku dan berjalan ke sebuah kursi, disana orang tua Lee tengah duduk, kami akan melakukan acara sungkeman.

Aku dan Lee berlutut, kami menjabat kedua orang tua Lee, kami letakan dahi kami di lutut mereka, meminta maaf dan mengucapkan terimakasih untuk segala pengorbanan mereka, kami juga meminta restu agar pernikahan kami bahagia. Kami juga melakukan sungkem pada Bu Amira, yang kini menjadi Eyang ku juga.

Kini giliran kami melakukan acara sungkem pada Bapak ku dan Zidan sebagai pengganti emak, bukankah hanya mereka keluarga yang aku punya.

Aku memohon ampun di bawah kaki Bapak, aku bersujud di telapak kakinya. Air mataku tak lagi bisa ku bendung, tangisanku pecah pun Bapak.

Bapak memelukku erat, dia menangis sambil terus meminta maaf karena tidak bisa membahagiakan aku selama ini. Ku peluk Zidan adikku, dia pun menangis. Kami berpelukan dan menangis tak peduli orang-orang sekitar.

Lee membelai pundakku, aku menoleh ke arahnya, dia menganggukkan kepala.

Ku lepas pelukan Bapak dan Zidan, ku usap air mata mereka.

Riasanku di benahi karena kami akan melakukan sesi pemotretan keluarga, hanya keluarga inti.

Kini aku harus berfoto berdua bersama suamiku, rasanya masih kaku dan takut, lain halnya dengan Lee yang terlihat santai.

Lee memeluk tubuh ku dari belakang, Tangan nya melingkar di perutku, dagunya menempel persis di pipi kiriku.

Ya Allah, aku benar-benar gugup, tanganku reflek mengucek lengan jas Lee, membuat fokus dia ke arah kamera buyar dan mengalihkan pandangannya ke tanganku.

"Apa yang kamu lakukan?"

"emm?" reflek aku menoleh ke arah suara Lee, dan itu membuat sudut bibirku menempel pada bibir Lee.

DEG!

Ya Allah lindungi jantung hamba yang hanya satu ini.

Terpopuler

Comments

neli nurullailah

neli nurullailah

sedih pas bapa ngasih wejangan.

2020-12-08

1

Azzahra Rara

Azzahra Rara

aku sedih😭😭😭

2020-11-11

1

Riza Anggelina

Riza Anggelina

ikan hiu makan aligator
i love u author😘😘😘

2020-11-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!