Hari ini, setidaknya aku harus bisa terlihat baik-baik saja. Setidaknya. Aku memandang bayangan diriku tepat di cermin dan sedikit mengeluh, ketika menyadari bahwa kantung mataku yang terlihat sangatlah sembab dan juga kedua mataku yang terlihat sangatlah memerah. Seharusnya aku tidak menangis semalaman. Jika tidak, ini sama saja aku memperlihatkan kepada mereka jika aku baru saja menangis. Dan aku sama sekali tidak menyukai hal ini. ini semua secara tidak langsung membuatku terlihat sangatlah lemah. Dan sial. Aku tidak ingin jika hal itu bisa terjadi nantinya. Dengan segera saja aku memakai bedak dan berusaha untuk bisa menutupi hal itu. Setelah siap, maka aku pun dengan segera saja keluar dari dalam kamar dan melihat jika Kak Rendi saat ini bahkan sudah menungguku.
Kami berangkat bersama, seperti yang biasanya kami lakukan. Dan di dalam perjalanan, aku berpikir, jika saja memang Ryan dan Tina benar memiliki hubungan pacaran. Bukankah itu namanya suatu pengkhianatan? Maksudku adalah Tina bahkan tahu jika aku menyukai Ryan. Dan... itu seketika saja membuatku tersaingi. Tapi aku menggelengkan kepalaku dengan gerakan yang cepat. Mencoba untuk bisa mengenyahkan pemikiran itu di sana. Aku seharusnya tidak berpikiran seperti itu tentang kedua sahabatku. Mungkin saja mereka berdua memang tidak ingin mengajakku dan berbicara kepadaku. Dan juga hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja. Sebelumnya, aku dan Ryan juga sering melakukan itu. Jadi, aku pikir itu bukanlah masalah lagi.
“Aku harus segera masuk ke dalam kelas sekarang. Aku tidak ingin terlambat.” Ucapku kepada Kak Rendi ketika kami berdua baru saja sampai di dalam kampus.
“Baiklah. Oya, jangan lupa hubungi Ryan kalau nanti kamu mau pulang. Oke?” ucap Kak Rendi di sana yang seketika saja membuat aku terdiam.
“Sepertinya... hari ini aku ingin pulang sendiri, Kak.” Aku menjawab meski di penuhi dengan perasaan yang sangatlah ragu sekarang ini juga.
Kak Rendi sendiri seketika saja menolehkan kepalanya dengan cepat ke arahku, dengan ketidak percayaan di kedua matanya itu sekarang ini juga. “Eh, tapi kenapa? Biasanya kan kamu pulang kuliahnya bareng sama Ryan, kan? Kok sekarang malah nggak? Ada apa? Kalian bertengkar? Atau ada masalah?” tanya Kak Rendi dengan beruntun di sana itu.
Aku membulatkan kedua mataku, seketika saja aku menjadi sedikit tergagap di sana. Dan dengan segera saja aku menggelengkan kepalaku dengan gerakan yang sangatlah cepat. “Tidak. Tidak. Tentu saja tidak ada masalah apa pun di antara aku dan Ryan. Em, hanya saja, hari ini aku memang ada urusan yang lain, jadi aku pikir, aku bisa pulang sendiri nanti. itu bukan masalah, kan?” ucapku menjelaskan.
Kak Rendi seketika saja menganggukkan kepalanya dengan gerakan yang perlahan. Terlihat sangatlah tidak yakin dengan jawaban yang baru saja aku katakan itu kepada dirinya. Dan aku merasa sangatlah bersalah, karena akhir-akhir ini aku sering berbohong kepadanya. Yang mana sama sekali bukan ciri-ciriku selama ini. “Baiklah, kalau begitu. Jika ada masalah apa pun, kamu harus cerita ke kakak. Oke?” pintanya dengan serius.
Dan aku hanya menganggukkan kepalaku, lalu setelah itu keluar dari dalam mobil dan berlari masuk ke dalam kampus, menuju ruang kelas. Aku menemukan Tina yang tersenyum lebar ke arahku. Dan entah mengapa aku merasa itu senyuman yang mengejek. Mungkin aku terlalu overthinking dengan dia dan juga Ryan sekarang, hingga aku bahkan sama sekali tidak membalas senyumannya di sana dan memutuskan untuk duduk di kursi yang lainnya. Aku ingin menjauh.
***
Aku menatap pemandangan yang terlihat indah di kampus melalui balkon, lantai tujuh di fakultasku itu. Aku sudah ada di sana sejak tiga puluh menit yang lalu. Yang mana juga seharusnya ini adalah waktu diriku untuk segera pulang. Tapi aku tidak melakukan hal itu. Aku hanya duduk di sana dan terdiam, sambil melihat pemandangan yang tersaji dari ketinggian itu. Aku merasa tenang dan juga rileks di sana. Terlebih lagi dengan hembusan angin yang menerpaku beberapa kali.
“Aku pikir, seharusnya aku tidak benar-benar menjauhi mereka. Hanya saja, mereka sudah menutupi sesuatu dariku. Dan aku merasa terkhianati. Kenapa mereka melakukan itu kepadaku?” Aku bergumam sendiri, dan sama sekali tidak peduli.
“Lili?”
“Astaga!”
Aku terkejut dengan adanya suara yang secara tiba-tiba saja sudah ada tepat di dekat diriku itu sekarang ini juga. Dan aku dengan segera saja mendongakkan kepalaku, dan terlihat jika Pa Deo ada di sana. Dan aku merasa sangatlah aneh, karena Pak Deo sendiri seperti sedang mengikuti diriku kemana pun aku pergi. Tapi aku berusaha santai. Dan aku bahkan sama sekali tidak berusaha berdiri dari posisi dudukku yang sekarang ini.
“Pak Deo? Bapak di sini?” Aku bertanya. Sambil membisikkan diriku sendiri jika aku harus tetap terlihat sopan sekarang ini juga.
Pak Deo terlihat mengangguk. “Ya, saya baru berjalan-jalan saja. Dan menyadari jika ada kamu di sini. Kamu sudah sering ke sini?” Dia bertanya dengan penasaran.
Aku menggelengkan kepala dan kembali menatap pemandangan di sana itu sekarang ini juga. “Tidak. Ini pertama kalinya saya ke sini. Sebelumnya, saya belum pernah.”
Dari ujung mataku, aku bisa melihat Pak Deo yang mulai ikut duduk tepat di dekatku sekarang ini juga. “Sama kalau begitu.” Gumamnya sambil ikut memandangan pemandangan yang ada di sana.
“Pak, boleh saya bertanya?” Ini bahkan belum pernah aku pikirkan. Tapi mengingat umur Pak Deo yang tidak terlalu jauh dari umur Kak Rendi, aku pikir, aku bisa bertanya hal-hal kepada dirinya di sana itu sekarang ini juga.
“Tentu saja, boleh. Lagi pula, saya tidak terlalu galak atau menyebalkan, bukan?”
Aku terdiam sejenak dan menatap ke arahnya yang tersenyum menenangkan itu. “Apa bapak pernah jatuh cinta?”
Pak Deo terlihat terkejut. “Pernah...”
“Apakah itu sakit? Jika melihat orang yang kita cintai malah, mencintai sahabat kita sendiri?” Aku bertanya dengan tatapan kedua mataku yang terlihat menerawang.
“Tentu saja. Itu akan terasa sangat sakit.”
“Saya merasakan hal itu sekarang.”
Aku mengalihkan pandanganku. Dan saat itulah, aku sadar bahwa kini aku sedang menangis. “Jangan menangis, Lili. Aku yakin, pasti akan ada orang lain yang bisa mencintai kamu juga. Kamu tidak perlu berpaku pada satu orang yang bahkan tidak bisa mengerti perasaanmu kepada diri mereka.”
“Saya ingin sekali untuk tidak menangis. Tapi saya tidak bisa menahannya. Saya juga ingin membuktikan bahwa saya memang layak untuk di cintai...”
“Kamu layak... hanya saja kamu belum bertemu dengan orang yang tepat.”
Kami sama-sama terdiam. Dan aku berhenti menangis. “Lili, jika kamu mau. Saya bisa bantu kamu.” Pak Deo bergumam di sana.
Aku menatapnya. “Membantu bagaimana Pak?”
“Jadilah pacar saya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Susana
wah... senengnya.. dua hati sedang jatuh cinta.. 😘😘😘
2020-12-09
0
Si tukang tidur 😴😴😴
Bagaimana ini thor😭😭😭
Gara2 lily nge fans sama syahrukhan gue jadi ngebayangin si pak galang itu syahrukhan
. oh tidak...
2019-08-31
3