"Lili, ayo kita pulang. Aku akan mengantarkanmu pulang sekalian. Oya, kamu mau beli apa??? Hari ini aku mau traktir kamu makan..." ucap Ryan yang baru saja memberikan salah satu helm yang selalu saja dia bawa ke kampus, yang memang dengan sengaja dia berikan untukku di sana itu sekarang.
Aku memakai helm itu dan mendongak untuk bisa melihatnya. "Terserah. Aku lagi bad mood banget hari ini..." jawabku dengan malas dan juga tidak lagj bertenanga. Dan sialnya memang, aku sudah kehilangan mood ku hari ini.
Aku seketika saja bisa mendengar Ryan menghela napasnya dengan cukup keras di sana itu. "Ya sudah... Kalau begitu, aku akan membelikanmu boba saja, bagaimana? Itu kan kesukaan kamu. Aku akan membelikan kamu dua gelas. Oke?! Sekarang naik ke sepeda motor dan kita berangkat bersama." ucap Ryan dengan nada suaranya yang terdengar ceria di sana itu.
Aku melihatmya tersenyum lebar ke arahku dan dengan seketika saja aku membalas senyumannya dengan lebar juga. Dan dengan perlahan, aku pun mulai naik ke atas sepeda motornya. Yang mana ini adalah rutinitasku dan juga Ryan setelah selesai kuliah. Dan ya, Ryan memang selalu mengantarku pulang bersama dengannya. Dan dia, sama sekali tidak keberatan. Lalu setelah itu, Ryan menjalankan sepeda motornya ke arah salah satu ruko boba dan benar-benar membelikanku dua gelas boba. Tentu saja tiga, karena satu gelasnya untuk Kak Rendi.
"Kamu yakin mau membelikan segini banyaknya??" Aku bertanya untuk yang kesekian kalinya. Karena aku merasa sangatlah tidak enak jika sampai membuat Ryan membelikanku segini banyaknya boba.
Ryan tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah. Lagipula, ini traktiran karena hari ini hari gajianku. Jadi aku ingin berbagi denganmu. Selain itu juga karena kamu adalah sahabatku dan juga Tina." jawabnya kembali.
Aku tersenyum kaku. Sahabat... Aku berbisik dalam hati. Kembali mengingat statusku di dalam kehidupan Ryan. Aku hanya sahabatnya dan... Itu sebenarnya adalah perasaan yang cukup bisa membuatku merasa sangatlah sakit. Aku jatuh cinta kepada Ryan sejak pertama kali kami berdua bertemu di semester awal perkuliahan. Meski, aku sendiri sama sekali tidak pernah mengatakan semua itu secara langsung. Karena, di satu sisi aku merasa malu dan juga di sisi yang lainnya, aku tidak ingin jika sampai hubungan persahabatan yang sudah lama kami miliki ini menjadi berantakan serta hancur seketika saja.
"Ayo, aku antar pulang. Sudah sore... Pasti sebentar lagi Kak Rendi pulang dari kantor." ucap Ryan yang seketika saja menyadarkan aku dari lamunan sesaat.
Aku mengangguk dengan tangan kananku yang membawa sebuah kantong kresek berisi tiga gelas boba aneka rasa di dalamnya. Dan kembali naik ke atas sepeda motornya dan kami pun berada di dalam perjalanan pulang.
***
Saat aku sampai di rumah, suasana rumah masih sangatlah sepi. Mobil Kak Rendi bahkan belum ada di halaman depan rumah. Dan hanya ada suasana sepi dan juga sunyi saat ini juga. Aku merasa rindu dengan masa kecilku. Di mana mama dan papa masih berada di dekatku dan juga Kak Rendi. Masih belum begitu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hingga melupakan kami, anak mereka berdua. Aku rindu betapa hangatnya keluargaku pada saat kumpul bersama dan membahas masa depan yang indah bagaikan dongeng di malam hari. Bukannya bercerita tentang masalah dan pencapaian kerja mereka berdua di kantor.
Aku menghela napas sebelum pada akhirnya meletakkan kantong kresek berisi tiga gelas boba itu tepat ke bagian atas dari meja makan di sana itu. Lalu berjalan cepat menuju kamarku untuk bisa membersihkan diri. Tak butuh waktu yang lama, aku pun dengan segera saja kembali turun ke ruang makan dan mulai menikmati segelas boba di sana. Tapi aku tahu jika pikiranku melayang ke mana-mana, meski aku sendiri pun sama sekali tidak ingin akan hal itu.
"Aku tidak... Aku merasa bosan dan juga hampa dengan kehidupanku yang sekarang."
Aku bergumam, meski sadar jika tidak akan ada satu pun yang mendengarkan dan juga menjawab ucapanku di sana ini sekarang juga. Sambil terus menikmati boba itu dan juga melihat isi media sosial yang ada di ponselku. Tidak ada yang spesial, hanya hal-hal yang biasa saja. Tapi pikiranku sama sekali tidak bisa beralih dari perkataan yang di katakan oleh Ryan tadi. Aku merasa sangatlah tidak tahan. Aku mencintainya, tapi aku harus menutupinya.
"Aku tidak tahu bagaimana bisa aku malah merasakan hal yang seperti ini kepada Ryan. Seharusnya sejak awal, aku tidak pernah mencintai dia. Seharusnya, aku katakan kepada diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta kepada Ryan. Tapi hatiku menolak untuk bisa melakukannya. Semakin aku mencoba untuk bisa menahan perasaan ini... Malah semakin besar perasaan ini aku rasakan. Kenapa?? Kenapa aku harus merasakan perasaan yang sangatlah rumit seperti ini?? Meski aku tahu ini adalah kesalahan, aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak jatuh cinta kepada Ryan, yaitu sahabatku sendiri. Lalu sekarang, bagaimana caranya agar aku bisa bertahan?? Dan tetap berpura-pura... Bahwa aku baik-baik saja dan tetap menjadi Lili yang dulu."
Aku bergumam dengan rasa yang sangatlah hampa. Meski sudah mengatakan kalimat-kalimat itu di sana. Aku masih saja merasa tidak cukup baik. Aku merasa kehilangan. Karena aku tahu bahwa aku sama sekali tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bisa mengatakan semua itu kepada Ryan. Meski aku mau, aku sadar bahwa aku tetaplah tidak akan pernah bisa melakukannya. Aku menghela napasku dengan keras, sebelum akhirnya kembali meminum boba.
Hingga tak lama setelah itu, suara mobil masuk ke dalam halaman depan rumah dan dengan segera saja aku meletakkan gelas berisi bobaku yang masih ada setengah kembali ke atas meja dan berlari ke arah luar rumah. Dan mendapati bahwa mobil Kak Rendi lah yang baru saja masuk. Dan tak lama setelah itu, Kak Rendi keluar dari mobil itu dan terlihat membawa sekantong kresek di tangan kanannya. Aku tersenyum dan mulai mendekat tepat ke arahnya di sana itu.
"Kakak bawa apa itu??" Aku bertanya dengan penasaran dan menatap sedikit melirik ke arah kantong kresek itu di tangan Kak Rendi.
"Ini... Ini martabak dan juga terang bulan rasa coklat keju susu. Sama persis seperti kesukaan kamu..." jawab Kak Rendi sambil menenteng tinggi kantong itu di sana dengan raut wajahnya yang terlihat sumringah.
Aku pun membalasnya dengan senyuman yang lebar. Meski aku merasa hampa dan juga kesepian karena tidak mendapatkan perhatian dari mama dan papa. Setidaknya, aku masih memiliki Kak Rendi yang selalu perhatian denganku meski hal sekecil apa pun itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Susana
lanjut...
2020-12-09
0
Si tukang tidur 😴😴😴
Ih itu gosip sumbernya darimana coba???
2019-08-31
2