Aku baru saja sampai di dalam ruang dosen dan melihat Pak Deo yang sedang memperhatikanku dari meja kerjanya di sana itu. Pak Deo terlihat tersenyum lebar dengan kedua matanya yang terlihat berbinar. Ini terasa sangat aneh, tapi juga membuatku ikut tersenyum pada saat menatapnya. Dan dengan segera saja aku berjalan mendekat tepat ke arahnya, dan di sanalah dia mulai bangkit dari duduknya.
“Hei...” sapanya dengan gumaman.
“Hai...”
Astaga. Ini terasa seperti sangatlah canggung, tapi aku benar-benar malu karena hal ini semuanya. Kami berdua seketika saja terdiam, dan aku mulai menundukkan kepalaku serta tidak ingin melihat secara langsung tepat ke arah Pak Deo yang sedang berdiri di hadapanku sekarang ini juga. Tentu saja karena hal itu terjadi akibat masih ada banyaknya dosen lain yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua terlihat tersenyum tertahan sambil memperhatikan kami berdua.
“Astaga... dua anak ini, jika ada kita selalu saja malu-malu.” Ucap salah satu dosen wanita paruh baya yang ada di sana itu sekarang.
Mereka bahkan terlihat tertawa kecil karena hal itu. Aku seketika saja sama sekali tidak bisa menyembunyikan senyuman tertahanku. Ini semua terasa aneh, ketika aku menyadari jika aku sangat senang dan juga bahagia ketika semua orang mendukung hubungan yang aku dan Pak Deo jalani sekarang ini juga. Setelah itu beberapa dosen mulai keluar dari dalam ruang dosen dan pulang. Maka setelah itulah Pak Deo mulai menggenggam telapak tanganku. “Kita pulang sekarang?” Dia bertanya.
Aku mengangkat kepala dan menganggukkan kepalaku. “Iya...” jawabku. Dan dengan segera saja, Pak Deo mulai membereskan barang-barangnya. Dan setelah itu kami berjalan bersama keluar dari dalam ruang dosen itu. Menuju tepat ke arah tempat parkir fakultas. Pak Deo membantuku memasang helm.
Ketika kami baru saja akan naik ke atas sepeda motor, aku melihat Ryan yang berjalan secara tergesa-gesa menuju tepat ke arah kami. “Lili, tunggu. Aku masih ingin bicara.” Ucapnya seketika saja ketika sudah ada di dekatku dan juga Pak Deo yang ada di sana itu sekarang ini juga.
“Apa lagi, Ryan? Yang kita bicarakan tadi sudah cukup.” Jawabku yang mencoba untuk sebisa mungkin menghindar darinya sekarang ini juga di sana itu.
“Lili, ini tidak seperti yang kamu kira. Aku dan Tina pergi keluar berdua karena kami sedang menyiapkan pesta kejutan untukmu. Apakah kamu lupa jika sebentar lagi adalah ulang tahun kamu. Maka dari itu, kami sedang membahasnya bersama. Aku dan Tina tidak bisa mengatakan semua ini karena kamu yang mulai dekat dengan dia.”
Ryan menjeda ucapannya sambil menatap ke arah Pak Deo dengan sengit. Sedangkan Pak Deo menatap ke arahnya dengan kernyitan di dahinya. “Kamu berubah setelah menjalani hubungan dengannya. Dan aku sama sekali tidak pernah bisa menyangka jika hal itu bisa terjadi.”
“Pesta kejutan untuk hari ulang tahunku? Apa kamu beralasan lagi, Ryan?” Aku tersenyum mengejek. Aku sama sekali tidak bisa menyangka jika Ryan akan berbohong seperti ini. “Ulang tahunku sudah lewat, Ryan. Dan kita tidak merayakannya. Tapi jika kamu berkata sedang merencanakan pesta ulang tahun untukku, maka kamu keliru. Karena dekat-dekat ini adalah ulang tahunnya Tina. Aku tidak menyangka jika kamu akan berbohong seperti itu.” Dan aku merasa sedih dan juga kecewa ketika menyadari jika Ryan yang bahkan sama sekali tidak ingat dengan hari ulang tahunku yang bahkan sudah lewat hampir tiga bulan yang lalu.
Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali. Ketika menyadari jika Ryan benar-benar tidak bisa lagi berbicara. Dia hanya terdiam dengan wajahnya yang pucat. “Lili, ayo kita pulang sekarang.” ucap Pak Deo yang secara tiba-tiba.
“Baiklah...”
Aku tidak lagi menatap ke arah Ryan di sana dan mulai naik ke atas sepeda motor. Memeluk pinggang Pak Deo dengan cukup erat. Karena rasanya aku akan menangis saat ini juga di sana. Aku menyandarkan kepalaku tepat di bagian punggung Pak Deo. Dan dengan segera saja sepeda motor itu melaju. Di dalam perjalanan kami berdua sama-sama terdiam. Hingga sampai tepat di lampu merah, Pak Deo mulai menggenggam erat telapak tanganku yang memeluknya di sana itu. Tapi Pak Deo tidak mengatakan apa pun. Dan hal itulah yang secara seketika saja membuatku menangis lagi.
Perjalanan ke rumah, aku merasa itu adalah perjalanan yang sangatlah panjang. Terlebih lagi, ketika kami berdua pada akhirnya sudah sampai tepat di depan rumahku, masih belum ada Kak Rendi di sana dan aku secara diam-diam merasa sangatlah beruntung akan hal itu. Aku dengan segera saja turun dari sepeda motor, dan membuka helm itu. Aku menundukkan kepalaku pada saat menyerahkan helm itu kepada Pak Deo. Namun, setelah menerima helm itu, secara tiba-tiba saja Pak Deo mengulurkan tangannya di sana untuk bisa mengangkat kepalaku. Dan aku seketika saja merasa sangatlah yakin jika saja saat ini wajah dan juga kedua mataku sedang sangatlah sembab. Pak Deo mengusap perlahan wajahku yang terlihat sembab.
“Jangan menangis lagi. Oke? Semuanya pasti akan baik-baik saja. Jangan terlalu di pikirkan. Aku akan selalu ada bersama dengan kamu. Oke?”
Aku mengangguk, dan juga bergumam terima kasih. Dan segera setelah itu, Pak Deo kembali memegang sepeda motoronya di sana itu. “Baiklah, kalau begitu. Aku harus segera pulang. Dan besok, aku akan menjemputmu di rumah, jam sepuluh pagi. Aku akan menyiapkan kejutan untukmu, dan aku yakin, ibuku juga akan senang ketika bertemu denganmu nantinya.”
“Baiklah. Aku akan berdandan.”
Aku tersenyum. Dan Pak Deo menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Pak Deo pun pergi mengendarai sepeda motornya dan pulang. Kini aku tahu jika saja aku memiliki Pak Deo dan Kak Rendi. Dan aku sangatlah berharap jika semuanya memang akan baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments