Saat sudah memasuki gedung perusahaan, Arsyad turun dilobby bersama Arsyida. Mereka segera menuju lantai atas. Disebuah ruangan kerja yang mewah. Arsyad berjalan memasuki ruangan tersebut.
"Tuan muda Arsyad" Dua sekertaris berdiri daei duduknya. Arsyad mengangguk dan terus berlalu ke ruangannya. Tanpa mengetuk pintu, iya masuk.
"Arsyad" Ucap Fahri saat pintu terbuka dengan tiba-tiba. Pandangan Arsyad menyapu seluruh ruangan.
"Papa ngga kesini kah? " Arsyad bertanya kepada Fahri sambil melepas jasnya. Sedangkan Arsyida masuk ke dalam kamar yang berada disitu. Iya diam karena sedang asyik memainkan ponselnya.
"Sudah pulang. Ada apa. Kata om Daffa kamu sedang di Korea? " Fahri bertanya.
"Sudah pulang Ri. Kamu sendirian dari pagi? " Arsyad mengeluarkan ponselnya sambil bertanya.
"Papa dan mama kamu pulang setelah makan siang tadi. Katanya ada urusan" Fahri memberi tahu.
"Oh... Kirain masih disini" Arsyad menghubungi seseorang.
"Aku sudah dikantor. Kamu dimana? " Tanya Arsyad saat panggilan sudah terhubung.
"Kita dibawah tuan. Kita akan segera kesana" Jawab orang itu. Panggilan pun berakhir. Arsyad menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. Iya memejamkan mata dan menghela nafas panjang. Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar.
"Masuk" Fahri berkata. Dan 2 orang suruhan Arsyad pun masuk.
"Mohon maaf jika tuan harus menunggu" Sambil meletakkan map diatas meja didepan Arsyad, orang tersebut berkata. Arsyad dengan segera membuka map tersebut dan memeriksanya satu persatu. Hal tersebut membuat Fahri mengerutkan keningnya. Pasalnya tidak ada pekerjaan kantor yang sangat penting. Namun Arsyad seakan-akan sedang melakukan tugas berat. Iya pun mendekat.
"Syad... Apa ada masalah? " Tanya Fahri.
"Ngga, kamu lanjut kerja saja. Ini urusanku" Arsyad menjawab tanpa menoleh sedikitpun kearah Fahri. Pandangannya tetap terfokus kepada dokumen di depannya. Akhirnya Fahri kembali ke mejanya.
Setelah sekian lama, Arsyad menemukan sebuah foto yang sangat mirip dengan gadis pujaannya. Iya tersenyum lalu mengangkat lembaran itu. Membacanya dengan seksama.
"Jadi namanya Annisa Qodrunnada" Arsyad tersenyum setelah tahu apa yang memang ingin diketahuinya. Iya melanjutkan membaca data diri gadis itu.
"Tepat sekali. Iya bersekolah ditempat papa" Seakan menemukan emas 1 ton, Arsyad tersenyum. Hal itu tidak luput dari pandangan Fahri dan perhatian dari 2 orang disampingnya.
"Tuan, apa ada masalah dengan gadis itu. Biar kita membawanya kesini" Ucap seseorang. Namun Arsyad terlihat menggeleng.
"Tidak perlu. Tugas kalian sudah selesai" Arsyad berkata sambil terus memandangi foto gadis itu.
"Pergilah. Terimakasih" Arsyad menyuruh kedua orang itu pergi. Setelah mereka berdua pergi, Fahri mendekatinya.
"Ada masalah apa Syad? " Tanya Fahri penasaran.
"Masalah hati" Arsyad menjawab dengan senyuman.
"Kamu jatuh cinta? " Fahri bertanya seolah tak percaya.
"Kembalilah bekerja. Aku sudah bilang ini urusanku" Arsyad kembali memandangi foto Nada. Fahri pun segera kembali ke mejanya.
Sama halnya dengan Arsyida di dalam kamar diruangan tersebut. Iya sedang sibuk dengan ponsel didepannya sambil melakukan VC.
"Sudah makan? " Tanya Haidar. Arsyi hanya mengangguk dan tersenyum.
"Kakak kapan pulang? " Arsyida tidak sabar menanti kedatangan Haidar.
"Kakak baru beberapa hari disini sayang. Jangan diangan-angan terus. Nanti tambah kangen lo"Haidar berkata tanpa mengalihkan pandangan. Jangan tanya bagaimana ekspresi Arsyida. Sudah pasti wajahnya memerah karena malu. Apalagi Haidar menyebut sayang.
"Kakak mau kerja dulu. Nanti malam kakak telpon lagi. Biar kerjaan disini cepat selesai dan bisa pulang" Haidar berkata. Arsyida mengangguk senang. Setelah panggilan berakhir. Arsyida tidak juga bangkit dari rebahannya. Akhirnya iya tertidur.
~Nada~
Malam sudah tiba. Setelah sholat isya' dan makan malam. Nada pamit untuk ke kamar dengan alasan akan mengerjakan tugas. Memang benar ada tugas, tapi bukan dari sekolah, melainkan dari tim kerjanya. Hingga pukul 11 malam iya baru selesai dengan tugas itu. Saat akan tidur, Nada merasa Haus. Dan saat akan minum, ternyata air galon dikamarnya juga habis. Nada lupa untuk menggantinya. Dengan terpaksa iya keluar karena tenggorokannya terasa kering. Iya mengambil botol dan mengisinya dengan air galon didapur hingga penuh lalu menutupnya. Ketika iya berbalik untuk kembali ke kamar, gus Zidan sudah berada di belakangnya.
"Astaghfirullahaladzim... Gus Zidan" Nada mengelus dadanya karena jantungnya berdetak dengan cepat. Selain terkejut, iya juga merasa jika gus Zidan adalah satu penyebabnya.
"Lagi apa? " Tanya gus Zidan singkat.
"Ambil air gus. Gus Zidan kok belum tidur" Ucap Nada tanpa memandang mata gus Zidan.
"Belum bisa tidur" Nada tersenyum pada gus Zidan yang berkata.
"Sudah malam gus, Nada kekamar dulu ya" Pamit Nada. Namun saat baru berjalan 3 langkah, gus Zidan memegang tangan berlengan panjang Nada.
"Gus..." Nada memandang ke arah tangannya.
"Bisa bicara? " Gus Zidan berkata dengan dingin. Hatinya terasa kebas, entah apa penyebabnya. Setiap kali iya memandang Nada, seperti ada sesuatu yang membuat hatinya terasa perih.
"Ini sudah malam gus, bisa besok saja bicaranya? " Nada ingin menolak.
"Mumpung kita ada disini. Aku sudah menunggu hal ini untuk bisa berbicara empat mata denganmu" Gus Zidan berkata dengan penuh harap. Akhirnya Nada mengangguk.
"Ingat ini? " Gus Zidan menyodorkan sebuah gelang tasbih kaokah ke depan Nada. Nada memandangi gelang itu sebentar, lalu menatap gus Zidan. Disaat yang bersamaan, sepasang mata memandangi mereka dibalik tembok.
"Ini gelang yang pernah Nada berikan saat akan berangkat kesini kan, gus Zidan masih menyimpannya? " Tanya Nada. Tak terasa bibirnya mengukir senyum. Dengan lesung pipi disisi kanan dan kirinya. Gus Zidan mengangguk. Hatinya terasa lebih hancur saat menatap senyum manis Nada.
"Aku... Aku minta maaf, gelang ini akan ku kembalikan padamu Nada. Bukannya aku tidak mau menyimpannya lagi. Tapi aku sudah tak mampu" Ucap gus Zidan.
"Maksud gus Zidan apa? " Nada tak mengerti maksudnya. Iya memalingkan muka dari tatapan gus Zidan. Matanya terasa panas, dan mungkin sebentar lagi akan menetes cairan bening itu.
"Maafkan aku Nada. Aku sudah menyimpannya dalam waktu yang lama. dan selama itu juga, aku selalu berharap kamu akan kembali dengan cepat. Tapi kenyataan tak sesuai harapanku. Bertahun-tahun aku menahan luka, perihnya bahkan tak hilang. Aku kehilanganmu setelah kamu pergi dari pesantren" Gus Zidan berkata dengan setetes air mata membasahi pipinya. Bukannya lemah, namun hatinya sudah tak sanggup menanggung besan cinta.
"Apa yang gus e bicarakan? " Nada belum mengerti.
"Kamu tahu tentang perasaan kan? Dan disat kamu pergi, perasaan itu tetap tinggal. Hingga aku terus melukai hatiku sendiri karena kekecewaan atas kepergianmu. Atas harapan yang kubangun diatas angan-anganku. Sebenarnya aku merindukanmu, menginginkan dirimu untuk kembali. Namun kamu tak kunjung datang"
"Lama aku menanggung rindu, hingga akhirnya. Abah sama ummi menjodohkanku dengan putri dari kyai Kholil" Gus Zidan berkata lirih, namun air matanya terus menetes.
"Ning Nazwa? " Tanya Nada. Gus Zidan mengangguk. Tak terasa pula air matanya menetes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Yuliana Gandong
nada jodoh kamu Abang Arsyad kok tenang aja author bakalan gantiin nanti cepat atau lambat ya
2021-12-10
0
Reva Novianti Pasaribu
nada jodoh mu sedang menunggu.......
jadi Sabar lah nanti babang Arsyad yg menaklukkan hati muu
babang Arsyad yg akan membantu menghilangkan rasa cintamu terhadap guz zidan.jadi jangan kecewa yaa,,,,
2021-12-10
0
Anisa Lukas
Lanjut Thor...🙏
2021-12-10
0