Kedatangan Gus Zidan

Dengan hati yang bingung, gus Zidan dan kang Ali memandang kedatangan gadis itu dari dalam mobil.

"Bukannya itu gadis yang tadi ya" Gumam gus Zidan.

"Leres gus, niku adek e sing wau ketingale ( Benar gus, itu adik yang tadi sepertinya) Benar-benar seperti seorang bidadari ini gus " Sahut kang Ali yang memperhatikan Nada tanpa berkedip juga. Nada tidak memandang sedikitpun kearah dua lelaki yang berada di dalam mobil itu. Iya malah cepat-cepat melepas helmnya. Lalu membuka jas hujannya. Keadaan masih gerimis saat iya datang. Iya segera mempersilahkan tamunya masuk. Nada tidak mengenali dua orang paruh baya tersebut karena mereka memakai masker.

"Mari... Silahkan masuk" Nada berkata sambil membuka pintu yang terkunci. Setelah tamunya masuk, iya minta izin sebentar untuk kebelakang.

"Silahkan duduk. Mohon maaf, akan saya tinggal sebentar ke belakang terlebih dahulu" Nada membungkukkan badan saat berjalan melewati tamunya. Tentunya setelah tamunya duduk. Abah Ayub dan ummi Nafi segera duduk. Terlihat mobil yang mereka tumpangi masuk kehalaman rumah. Setelahnya Gus Zidan dan kang Ali ikut masuk dan duduk bersama abah dan umminya.

"Kok yang punya rumah tidak ada bah? " Tanya gus Zidan.

"Sedang kebelakang" Jawab ummi Nafi pelan.

Tidak lama berselang, Nada keluar dengan sudah berganti baju. Iya mengenakan baju santai dan sopan. Dengan membawa sebuah nampan berisi beberapa cangkir teh panas lengkap dengan kue-kue. Nada menurunkan teh tersebut dan meletakkanya di atas meja.

"Silahkan diminum" Setelahnya Nada kembali kebelakang meletakkan nampan itu. Dan kembali lagi. Saat sudah duduk, iya memandang ke arah tamunya. Betapa kagetnya iya setelah tahu siapa tamunya itu karena masker sudah dibuka.

"Jadi kamu Annisa Qodrunnada? " Tanya ummi Nafi. Nada mengangguk sambil tersenyum. Tak terasa air matanya menetes karena kedatangan tamu ini.

"Sudah besar ya ternyata. Cantik lagi" Ummi Nafi berkata dengan memeluk Nada.

"Ini siapa ummi. Apa gus Zidan? " Tanya Nada sambil memandang ke arah gus Zidan dan kang Ali. Mereka semua mengangguk. Nada teringat sesatu yang terjadi padanya sebelum pulang tadi.

"Jadi kamu Annisa? " Tanya gus Zidan dengan nada penasaran. Nada mengangguk sopan lalu menunduk.

"Kalau jodoh memang tidak akan kemana ya" Tiba-tiba kang Ali berkata sambil memandang Nada penuh kekaguman.

"Kang Ali, kamu masih mau punya mata kah? " Gus Zidan berkata dengan nada dingin. Sontak hal tersebut membuat semuanya tertawa. Nada menunduk dengan pipi yang memerah.

"Kamu apa pernah ketemu sama Nisa to,kok bilang kalau jodoh ngga kemana? " Tanya abah Ayub.

"Ini kan yang tadi kita bicarakan di mobil bah" Jawab kang Ali, sontak hal tersebut membuat Nada mendongakkan kepala. Memandang ke arah gus Zidan.

"Jadi... Gus Zidan, kakak yang tadi nolongin Nada? " Tanya Nada. Pipinya memerah saat bertanya. Hal tersebut membuat dirinya semakin terlihat sangat imut dan cantik luar biasa. Zidan tidak  bisa menoleh karena maghnet kecantikan Nada yang terus menarik perhatiannya.

"Zidaan, matanya-matannya... " Semua orang memperhatikan gus Zidan, kecuali Nada. Iya tetap menunduk.

"Kaya ngga pernah lihat gadis cantik aja kalian berdua ini" Abah Ayub menambahkan.

"Silahkan diminum abah, ummi, gus, kang" Nada mempersilahkan tamunya untuk minum.

"Terimakasih nduk" Ummi Nafi meraih satu gelas teh yang sudah berkurang suhu panasnya, lalu memberikan kepada suaminya. Setelahnya iya mengambil untuk dirinya sendiri. Begitupun dengan gus Zidan kang Ali.

"Tehnya manis, seger. Terimakasih ning Nisa" Terdengar suara kang Ali. Nada menanggapi dengan senyuman.

"Monggo... Dicicipi kuenya" Nada berkata sambil membuka tutup kue tersebut.

"Lah, ayahmu dimana nduk. Kok ngga kelihatan. Apa asih kerja belum pulang? " Tanya abah Ayub. Mereka belum tahu jika ayah Nada sudah meninggal. Tak ada jawaban dari Nada. Iya malah menunduk. Tiba-tiba tetes demi tetes cairan bening itu mengalir membasahi rok Nada sambil sesekali iya mengelap ingusnya.

"Loh, Nisa kenapa? " Tanya ummi Nafi yang memperhatikan Nada yang sedang menunduk. Akhirnya Nada memberanikan diri mendongakkan kepala menatap dua pasangan paruh baya tersebut.

"Emmm... Maaf sebelumnya" Nada mulai berkata dengan matanya yang terlihat memerah.

"Ada apa nduk? " Tanya ummi Nafi.

"Sebenarnya... Ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu ummi, abah" Nada berkata dengan suara yang menyayat hati. Iya tak bisa membendung air matanya. Nada membiarkan air mata itu mengalir membasahi kedua pipinya.

"Inna lillahi waa inna ilaihi roji'un" Semua orang diruagan itu mengucapkan kalimat istirja.

"Nisa, kapan? " Tanya abah Ayub pelan. Ummi Nafi mendekat lalu memeluk Nada.

" Ketika saya berumur 12 tahun bah. Setahun setelah kami pindah kesini. Abah kecelakaan dan akhirnya... Allah memanggilnya" Nada berkata dengan suara pelan. Ummi Nafi semakin erat memeluk Nada. Berharap gadis itu tetap kuat.

"Jadi kamu tinggal sendiri? " Tanya abah Ayub lagi. Nada mengangguk. Iya tak mampu menjawab karena tenggorokkannya seakan tercekat.

"Sabar ya Nisa sayang" ummi Nafi berkata sambil memeluk Nada. Iya tahu gadis dalam pelukannya itu sangat rapuh. Namun iya berusaha tetap kuat. Untuk beberapa saat semuanya terdiam, hanya tercipta keheningan. Setelah itu, Nada bangkit dari pelukan ummi Nafi. Iya tersenyum sambil memandang ke arah tamunya.

"Mari di makan lagi kuenya" Nada tersenyum. Hatinya terasa kebas. Sudah bertahun-tahun iya tak merasakan kehadiran orang terdekatnya. Kini iya ditemani orang yang dulu pernah merawatnya. Hatinyab terasa berwarna kembali.

"Nada, kenapa kamu tidak kembali ke pesantren nduk? " Tanya ummi.

"Alhamdulillah ummi. Disini walaupun hidup sendiri. Namun Nada hidup dengan baik ummi" Jawab Nada. Iya tersenyum, tak ingin menangis lagi. lalu mereka berbincang-bicang ringan.

"Ummi, nanti sekeluarga nginap disini saja ya"

Nada meminta tamunya untuk menginap.

"Insya Allah nduk" Ummi tersenyum lalu menjawab Nada. Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Nada segera ke depan untuk melihat. Setelah masuk, Nada membawa beberapa kantong keresek berisi makanan yang iya pesan secara online.

"Sebentar ya, Nada tinggal ke belakang dulu" Nada membungkuk lalu berjalan menuju dapur.

Sedangkan gus Zidan sedari tadi terdiam. Entah apa yang membuatnya membisu. Sedangkan kang Ali senyum-senyum sendiri melihat gusnya tampak melamun memikirkan sesuatu.

"Kenapa harus bertemu lagi sama Nada ya Allah. Apakah ini adalah jawaban dari semua do'a-do'a hamba? Lama hamba mencari Nada sejak iya pergi dari pesantren. Dan sekarang, kita Engkau pertemukan dengan keadaan seperti ini. Sungguh, maha besar-Mu ya Allah. Setelah hamba menemukan seorang insan untuk menambatkan hati. Engkau kembalikan Nada dengan keadaan yang jauh berbeda dari dulu" Ucap gus Zidan dalam lamunannya.

"Hmmm... hmmm... Tiba-tiba aku laper ya. Lihat gus Zidan sedari tadi diam kayaknya laper juga" Seru kang Ali membuyarkan lamunan gus Zidan yang menunduk.

"Kalian carilah makan. Mungkin Annisa sedang tidak punya stok makanan" Ucap ummi Nafi. Tiba-tiba Nada keluar dari dapur dengan senyuman termanisnya.

"Mohon maaf. Nada tidak sempat masak. Tapi sudah pesankan makanan. Kita makan dulu nggeh ummi, abi. Monggo kita ke meja makan" Nada sudah selesai menata piring di atas meja makan. Dan mengajak tamunya untuk makan bersama.

Terpopuler

Comments

Anisa Lukas

Anisa Lukas

Lanjut dong Thor ..🙏

2021-12-04

0

Nur Hayati

Nur Hayati

apakah Gus Zidan jodohnya Nanda trs gmn dgn Arsad yg TDK bisa menghilangkan bayangan Nanda d fkrn nya☺️🥰

2021-12-04

0

lihat semua
Episodes
1 Rintik Hujan
2 Salah Satu Aset Negara
3 Panggilan Darurat
4 Luar Biasa
5 Berhasil menyelamatkan
6 Saling Membantu
7 Kedatangan Hana Kerumah Nada
8 Annisa Qodrunnada
9 Pembullyan
10 Rasa Hati
11 Rasa Hati 2
12 Gus Zidan
13 Kedatangan Gus Zidan
14 Kenangan Dahulu Kala
15 Rencana
16 Memasak
17 Para Tamu
18 Kembali ke Indonesia
19 Perasaan
20 Kecurigaan
21 Penculikan
22 Penyelamatan Seorang Aset Negara
23 Keselamatan
24 Pertemuan Kedua
25 Di Rumah Sakit
26 Kembali
27 Pesan
28 Menunggu balasan
29 Makan Malam
30 Jaga Diri Baik-Baik
31 Maukah Kamu Menikah?
32 Beban Fikiran dan Tugas Negara
33 Gudang Rahasia
34 Rencana
35 Tamu Tak Diundang
36 Bantuan Arsyad
37 Done
38 Kejutan
39 Larangan Arsyad
40 Twin A dan Nada
41 Cincin Prioritas
42 Rumah Sakit
43 Membuat Panik Arsyad
44 Arsyad Di RS Harapan Mulya
45 Kalung Warisan
46 Ikan Cupang Di Kolam Tengah Taman
47 Permintaan Kakek
48 Kedatangan Arsyad
49 Kakek Wira
50 Mencari Sebab
51 Aku Tidak Bisa
52 Kepanikan Arsyad
53 Sakitnya Sang Kakek
54 Kehadiran
55 Kedatangan Arsyad
56 Bertemu om Arsyad
57 Teman
58 Ponsel yang tertukar
59 Pedih
60 Ponsel siapa?
61 Prasangka Arsyad
62 Satu Titik Terang
63 Tamu Dari Ponorogo
64 Perlahan pulih
65 Siapa Dia?
66 Mencari Tahu
67 Lintasan Bayangan Masa Lalu
68 Abah dan Umi Berpamitan
69 Sebuah undangan
70 Mempersiapkan diri
71 Bingungnya Seorang aset negara
72 Berfikir Negatif
73 Prayoga
74 Pembalasan Daffa
75 Ke Kantor pusat
76 Prank Kemarahan Tuan Voltus
77 Bertemu
78 Bandara Soekarno Hatta menuju bandara Juanda
79 Keluarga Daffa
80 Perjalanan Di dalam Mobil
81 Tiba di Tempat Tujuan
82 Meminta Nada
83 Pendamping terbaik untuk Arsyad.
84 Rasa Penasaran Arsyad
85 Hukuman
86 Rencana Daffa
87 Pernikahan Masal
88 Extra Part 1 Peraturan
89 Pemberitahuan Karya Baru
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Rintik Hujan
2
Salah Satu Aset Negara
3
Panggilan Darurat
4
Luar Biasa
5
Berhasil menyelamatkan
6
Saling Membantu
7
Kedatangan Hana Kerumah Nada
8
Annisa Qodrunnada
9
Pembullyan
10
Rasa Hati
11
Rasa Hati 2
12
Gus Zidan
13
Kedatangan Gus Zidan
14
Kenangan Dahulu Kala
15
Rencana
16
Memasak
17
Para Tamu
18
Kembali ke Indonesia
19
Perasaan
20
Kecurigaan
21
Penculikan
22
Penyelamatan Seorang Aset Negara
23
Keselamatan
24
Pertemuan Kedua
25
Di Rumah Sakit
26
Kembali
27
Pesan
28
Menunggu balasan
29
Makan Malam
30
Jaga Diri Baik-Baik
31
Maukah Kamu Menikah?
32
Beban Fikiran dan Tugas Negara
33
Gudang Rahasia
34
Rencana
35
Tamu Tak Diundang
36
Bantuan Arsyad
37
Done
38
Kejutan
39
Larangan Arsyad
40
Twin A dan Nada
41
Cincin Prioritas
42
Rumah Sakit
43
Membuat Panik Arsyad
44
Arsyad Di RS Harapan Mulya
45
Kalung Warisan
46
Ikan Cupang Di Kolam Tengah Taman
47
Permintaan Kakek
48
Kedatangan Arsyad
49
Kakek Wira
50
Mencari Sebab
51
Aku Tidak Bisa
52
Kepanikan Arsyad
53
Sakitnya Sang Kakek
54
Kehadiran
55
Kedatangan Arsyad
56
Bertemu om Arsyad
57
Teman
58
Ponsel yang tertukar
59
Pedih
60
Ponsel siapa?
61
Prasangka Arsyad
62
Satu Titik Terang
63
Tamu Dari Ponorogo
64
Perlahan pulih
65
Siapa Dia?
66
Mencari Tahu
67
Lintasan Bayangan Masa Lalu
68
Abah dan Umi Berpamitan
69
Sebuah undangan
70
Mempersiapkan diri
71
Bingungnya Seorang aset negara
72
Berfikir Negatif
73
Prayoga
74
Pembalasan Daffa
75
Ke Kantor pusat
76
Prank Kemarahan Tuan Voltus
77
Bertemu
78
Bandara Soekarno Hatta menuju bandara Juanda
79
Keluarga Daffa
80
Perjalanan Di dalam Mobil
81
Tiba di Tempat Tujuan
82
Meminta Nada
83
Pendamping terbaik untuk Arsyad.
84
Rasa Penasaran Arsyad
85
Hukuman
86
Rencana Daffa
87
Pernikahan Masal
88
Extra Part 1 Peraturan
89
Pemberitahuan Karya Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!