"Assalamualaikum, mama, papa" Ucap Haidar menyapa orang tua dan adik angkatnya. Iya mengulurkan tangan untuk bersalaman kepada Hana dan Daffa. Setelah selesai, tiba-tiba Arsyad mengulurkan tangan kepada Haidar. Haidar pun balas menjabat tangan adik angkatnya dengan tawa dan sedikit bingung. Iya kembali meraih tangan Arsyida.
"Wa'alaikumsalam" Ucap semua yang ada di ruangan itu.
"Sini duduk" Daffa menyuruh Haidar duduk di tempat kosong disampingnya.
"Bagaimana keadaan keluarga sini mah, pah" Tanya Haidar. Sambil sesekali melirik ke arah Arsyida.
"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri bagaimana? " Balas Daffa bertanya kepada putra sulungnya.
"Baik juga pah" Jawab Haidar.
"Gimana keadaan kantor. Om sama tante kamu ngga macam-macam kan? " Daffa bertanya perihal kantor Mandala.
"Alhamdulillah pah, sekarang om sama tante ngga kaya dulu. Mereka sudah mulai menyadari kesalahannya" Jawab Haidar. Tiba-tiba Arsyad mengusili saudara kembarnya.
"Punya adik durhaka ya kak, ngga mau sungkem sama kakaknya" Sindir Arsyad kepada Arsyida. Haidar yang mendengarpun menoleh kearah Arsyida dan tersenyum.
"Ngga apa ya dek. Yang penting ngga durhaka sama mama dan papa" Sahut Haidar membela Arsyida. Dengan cepat Arsyida melemparkan senyum kearah Haidar. Pandangan mereka bertemu beberapa saat.
"Hemm... huuk huk huk" Arsyad tiba-tiba terbatuk-batuk entah tersedak apa saat melihat netra kedua saudaranya bertemu.
"Tiba-tiba tenggorokan aku kaya tercekat sesuatu ya" Ucap Arsyad sambil memegang lehernya. Iya tersenyum sinis menatap kedua saudaranya.
"Kamu itu keselek karma" Ucap Arsyida tiba-tiba. Sontak hal tersebut membuat tertawa semuanya.
"Lebih baik keselek karma daripada dosa" Balas Arsyad.
"Kalian ini ngga ada berubahnya. Sudah pada dewasa juga" Ucap Daffa.
"Papaa... Arsyad yang usil" Rengek Arsyida mengadu.
"Kak haidar belain arsyi nih ceritanya... Oke kita end ya" Arsyad pura-pura merajuk. Haidar pun bangkit dari duduknya lalu kembali duduk diantara Arsyad dan Arsyida. Tangannya merangkul kedua saudara angkatnya.
"Kalian ini sudah dewasa, jangan terus-terusan kaya bocah ya" Ucapnya dengan tawa.
"Tapi kak, Arsyad selalu memulai" Arsyida berdiam diri setelah mengatakan itu. Entah mengapa jantungnya berdetak tidak karuan.
"Kalian berdua sama saja. Sama-sama saling memulai" Hana menyahut dengan tiba-tiba. Lalu pandangannya tertuju pada kedua tangan Haidar. Haidar yang merasa pandangan itu tertuju padanya, segera melepaskan tangannya dari pundak kedua adiknya.
"Hmmm... Haidar, ingat ya, kalian memang sudah hidup bersama sejak kecil. Tapi bukan berarti kalian menjadi muhrim ya" Ucap Hana. Haidar menunduk sambil tersenyum. Iya tahu dirinya salah.
"Maaf mah, habis mereka berdua dari dulu selalu bisa buat Haidar gemas" Jawab Haidar sambil cengengesan. Akhirnya setelah melepas tanganya, Haidar kembali ke temapt duduknya disamping Daffa.
Sedang dirumah sederhana itu. Nada sedang berkutat dengan layar monitor. Ditemani Ardi, Hendra dan Vian. Mereka memasang wajah tegang mengurusi sebuah Bom yang hampir aktif kembali. Nada saat ini tak bisa di ganggu. Iya pun terlihat khawatir dengan keadaan dan keselamatan banyak orang. Pasalnya, perakit bom itu sudah hampir berhasil mengaktifkan kembali remot controlnya.
"Kalian hubungi pihak kepolisian yang kesana tadi. Jangan izinkan mereka masuk" Nada berkata dengan tatapan lurus ke depan. Dirinya merasa bersalah karena belum berhasil menjinakkan bom itu.
"Bang, tolong ini" Nada berlari kearah dimana sebuah komputer menyala lengkap dengan sebuah system peretas yang telah aktif. Vian dan Hendra segera mendekat. Sedangkan Ardi menghubungi pihak kepolisian. Disaat memandang jarum jam yang berputar di dinding, hati Nada berubah menjadi kecut.
"Akankah aku gagal dalam misi ini? " Gumamnya dalam hati. Lalu iya kembali fokus. Waktu tinggal 29 menit 37 detik. Hatinya menjadi kebas dengan apa yang akan terjadi, jika iya tak berhasil menaklukkan bom itu. Banyak nyawa yang akan melayang karena mall iti tetap terbuka untuk pengunjung. Mereka tidak tahu jika bahaya mengancamnya.
"Bang, lebih cepat sedikit. Kita tidak punya waktu banyak" Nada berkata dengan suara hampir putus asa. Terdengar iya sangat mengkhawatirkan apa yang akan terjadi.
"Nad, ini bagaimana? " Tanya Vian. Nada segera mendekat dan melihat sebuah komputer yang dipegang oleh Vian.
"Bang, bukan ini. Perakit itu mengganti nomor serinya" Ucap Nada cepat. Iya berlari kearah laptopnya sendiri. Dengan cepat melacak beberapa nomor seri yang berhasil iya dapatkan. Lalu mencoba satu persatu.
Hampir 25 menit mencoba, namun Nada belum juga berhasil. Iya sudah hampir putus asa. Tiba-tiba air matanya menetes. Memikirkan nasib para pengunjung mall beserta lingkungan terdekat dari mall itu.
"Nad, 4 menit lagi" Hendra berkata dengan suara serak menahan rasa panik. Nada tak menjawab sedikitpun. Iya masih fokus pada layar laptopnya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"Bang, bukannya rakitannya terhubung dengan kabel-kabel ya? system itu terhubung dengannya. Jadi tanpa remot control, jika ada kerusakan... Berarti..." Nada berkata. Lalu dengan cepat dirinya kembali memeriksa sesuatu. Waktu tinggal 1 menit 29 detik lagi. Nada dengan cepat melakukan apa yang ada di dalam fikirannya.
'15... 14... 13... 12... 11... Detik waktu meledaknya bom itu tinggal beberapa detik lagi. Dan 'Klik klik klik klik' Suara Nada memencet mouse. Lalu 'Sukses' Sebuah pesan muncul dilayar monitor.
"Alhamdulillah ya Allah" Nada menghela nafas lega, iya menyandarkan punggungnya dikursi sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Terlihat Nada begitu bahagia. akhirnya bom itu tidak jadi meledak. Nada telah menyelamatkan banyak jiwa yang telah terancam. Tiba-tiba Nada turun dati kursinya dan bersujud. Iya melakukan sujud syukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Yaitu keberhasilan menyelamatkan banyak jiwa yang terancam. Ketiga orang di ruangan itu pun menatap Nada penuh haru. Tak terasa air mata mereka menetes melihat ketulusan hati seorang Nada. Mereka pun ikut bersujud mensyukuri keberhasilan itu. Tanpa bantuan Nada, mereka pasti tidak akan bisa menyelamatkan banyak jiwa.
"Nad, kamu berhasil. Terimakasih" Ucap Vian.
"Bukan aku bang, tapi Allah sudah membantu kita. Dengan memberikan kemudahan kepada kita" Jawab Nada. Iya masih duduk dilantai. Kakinya terasa lemas. Bahkan tak mampu menopang berat badannya.
Disisi lain, berita pembongkaran bom yang ditanam diruang bawah tanah mall Indonesia sudah menyebar ke berbagai media.
"Alhamdulillah... Siapapun yang sudah membantu polisi itu, semoga Allah memberikan kemudahan dalam hidupnya" Ucap Hana ketika iya melihat berita di televisi. Iya tahu dirinya bisa meretas dengan baik. Namun tidak seberapa jika dibandingkan oleh seseorang yang sudah menggagalkan rencana bom bunuh diri itu.
"Ma, siapa ya kira-kira yang sudah membantu pihak polisi. Orang-orang yang berhati tulus seperti mereka pantas mendapatkan imbalan" Ucap Arsyida yang duduk disamping Hana.
"Yang pasti dia bukan peretas biasa" Sahut Daffa.
"Papa benar, peretas biasapun tak akan mampu menjinakkan bom. Dan perakit bom itu juga sepertinya bukan perakit biasa. Dia pasti menggunakan system untuk merakitnya. Benar-benar sebuah kelebihan yang di salah gunakan" Ucap Arsyad.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments