Chapter 18

Eiden berusaha membawa Atreya pergi dari tempat itu, dan dia juga harus menghadapi mayat hidup haus darah yang terus mengejar mereka.

'Masih belum tahu siapa di balik semua ini, kuharap Mark bisa cepat menyelesaikannya.' Mereka telah sampai di luar villa. Tanpa sadar ada yang membuntuti mereka setelah keluar dari villa.

"Awas!" Sebuah panah perak meluncur, Eiden memeluk Atrya untuk melindunginya dan panah itu malah mengenai dada kanan Eiden. Sang pelaku langsung ditembak mati, tapi anehnya para vampir zombi itu berhenti mengejar mereka.

"Ada apa ini, kenapa mereka tidak bergerak lagi?" Atreya melepaskan diri dari pelukan Eiden, meskipun dia terlihat ingin melindunginya tapi tetap saja.... tidak wajar dia melakukan itu untuk melindunginya.

"Sepertinya pengendali mereka sudah dilumpuhkan,"

"Bagus kalian masih bisa selamat," Jonathan muncul dengan beberapa orang.

Eiden dan Atreya sama-sama terkejut.

"Kalian pasti bertanya-tanya kenapa aku bida ada di sini, kan?" Jonathan duduk di sofa ruang tamu, "Kebetulan saja kami lewat dan merasakan aura yang tidak biasa di sekitar sini, jadi kami memeriksanya tapi kalian tidak perlu berterima kasih karena kau pasti lebih tau apa yang kuinginkan! kakak.. " Jonathan menatap Eiden begitupula sebaliknya.

"Wah... wah... ternyata adik masih memperdulikan kakaknya, apakah aku harus terharu atau kecewa mendengar alasan tindakanmu,"

"Haiss... jangan tersinggung kakak, adikmu ini hanya memintamu memberikan dukungan, kau tahu kalau aku tidak sebaik dirimu,"

"Bagaimana aku bisa tersinggung, tapi untuk permintaanmu itu lebih baik kita bicarakan secara pribadi," Eiden menekan kata-kata terakhirnya, Jonathan pun melihat Atreya yang berada di sebelah Eiden.

"Kukira kita akan segera menjadi keluarga jadi aku berani menyinggungnya di sini, lagipula kau pergi tanpa alasan," Jonathan berdiri dan berjalan menghampiri Eiden, saat berdiri di sampingnya dia membisikkan sesuatu.

"Aku tebak kau tidak memberitahu situasimu karena mengkhawatirkannya," dia mengeluarkan senyum smirknya, tapi Eiden tetap tenang.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, meskipun kau tidak datang pun aku bisa mengatasi semuanya," kata-katanya sangat santai. Jonathan melirik Atreya sekilas, matanya membelalak seolah menemukan sesuatu, "Bagaimana bisa, bukankah dia adalah gadis itu,"

Menyadari Jonathan yang memperhatikan Atreya begitu dalam, Eiden segera menghalinginya.

"Jika kau sudah tidak ada urusan lain lagi sebaiknya kembalilah," kali ini kata-katanya memancarkan aura dingin yang mencekam. Sebenarnya Atreya ingin berterima kasih pada Jonathan tapi melihat Eiden yang seperti itu membuatnya mengurungkan niatnya.

'Ada apa dengannya, bukannya harusnya berterima kasih dan juga mereka bersaudara, bukan? Sepertinya hubungan mereka tidak terlalu baik, mungkin lain kali bisa berterima kasih padanya.'

Ekspresi wajahnya langsung berubah, "Memang.. aku sudah tidak ada urusan lagi," Jonathan berbalik dan berjalan keluar sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, "Kalau begitu kita lanjutkan lagi nanti!" dia melambaikan tangannya.

Setelah kepergian Jonathan,

"Kau masih di sini?"

"Kenapa, kau mengusirku? seharusnya kau berterima kasih!" Eiden melipat kedua tangannya di depan dada.

"Apa kepercayaan dirimu setinggi itu, aku rasa kau lebih cocok mendapat julukan vampir narsis daripada dewa perang," Eiden mendelik tajam,

"Kau bahkan belum pernah melihatku saat bertarung," jawabnya tak terima.

"Aku sudah melihatnya tadi," Atreya malah seakan meremehkannya.

"Kau..." Eiden mulai geram, "Sudahlah! kali ini kumaafkan, lainkali kau akan tahu akibat menyinggungku," Eiden mendekat mengunci Atreya dengan kedua lengannya dan menghirup aroma Atreya sangat dalam.

"Mungkin lain kali aku harus minum darah darimu, kau bahkan jadi lebih sering memberontak," Eiden mendekati leher Atreya.

Atreya bergidik ngeri, dia lupa dia berubah gara-gara siapa. Mungkinkah karena ini dia selalu memikirkannya? tapi dia selalu menyangkal kemungkinan lain.

Seperti, mungkin dia jatuh cinta pada Eiden.

Atreya mencoba menahan nafasnya, entah mengapa sulit sekali bernafas saat bertemu orang ini.

"Sayangnya aku masih ada urusan yang belum terselesaikan, jadi kau harus menungguku hingga aku datang padamu, kau mengerti?" Eiden membelai lembut pipi Atreya.

Seperti tersihir dengannya Atreya hanya diam dengan tatapan yang sulit dimengerti.

"Sampai jumpa!" Eiden benar-benar pergi, Atreya masih mematung di sana.

"Ahhh...apa yang sedang aku pikirkan?" Atreya segera sadar dan menepuk kedua pipinya.

"Dasar, selain narsis dia selalu bicara omong kosong," wajahnya memerah karena tersipu malu.

"Tapi situasi saat ini aku belum mengetahui apapun, selain berdiam diri di rumah tidak ada yang bisa ku lakukan," Atreya keluar menuju taman belakang, melihat pekarangan yang dipenuhi mawar hitam.

"Semoga mereka semua baik-baik saja, jika aku sendirian lagi entah bagaimana menghadapi mawar hitam sebelum mereka mekar, bahkan musim dingin juga hampir tiba," dia membelai mawar yang masih menguncup, "Kuharap di saat itu aku tidak merasakan kedinginan seperti sebelumnya, yah... sekarang hanya kalian yang bisa menemaniku saat ini,"

Atreya menerawang jauh ketika dia tinggal sendiri, baik musim panas atau dingin dia tetap merasa kedinginan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!