Chapter 13

Eiden mengernyitkan dahinya. "Kau bilang tidak pandai minum tapi langsung menghabiskannya dalam sekali teguk, apa kau tahu akibatnya?"

"Uh... entahlah, tapi rasanya lumayan juga," Atreya mulai merasa pusing, tapi dia masih bisa menjaga kesadarannya.

Eiden meletakkan minumannya lalu menarik tangan Atreya, membawanya ke atas. Atreya hanya mengikuti dan langkah kakinya pun mulai tidak stabil.

Mereka sampai di sebuah kamar dan Atreya langsung mencari kamar mandi. Beruntung pintu kamar mandi berada tepat di depannya, jadi dia bisa langsung menyelesaikan urusannya. Sementara Eiden menyiapkan obat pereda mabuk.

"Hoek... "

"Rasanya sangat tidak nyaman," dia berjalan sempoyongan keluar dari kamar mandi dan langsung ambruk di atas sofa.

Eiden masuk dan segera menghampiri Atreya.

"Minumlah! kau akan merasa jauh lebih baik," dia duduk di tepi sofa mencoba memberikan gelas obat itu padanya.

Namun sepertinya Atreya sudah benar-benar mabuk, dia malah tertawa sendiri melihat Eiden,

"Kau siapa? ah... aku tahu kau adalah rekan kerja kakakku, kenapa kau di sini? pergilah? aku tidak tertarik padamu meskipun kuakui kau sangat tampan," dia mulai merancau tidak jelas.

"Ohh.. jadi kau tidak tertarik padaku?"

Eiden mendekatkan wajahnya ke arah Atreya tapi dia tak merespon apapun.

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar kau tertarik padaku?"

Atreya melihat wajah tampan itu berada sangat dekat dengannya, dia bisa merasakan hembusan nafasnya yang terasa hangat.

Detik kemudian Atreya menarik baju Eiden lalu menciumnya. Eiden membelalakkan matanya, dia tak pernah menyangka perempuan ini akan memulainya duluan. Atreya mulai memainkan lidahnya, Eiden hanya mengikutinya saja sampai dia melepaskan pagutan mereka.

"Belum pernah ada yang berani mengambil keuntungan dariku, kali ini aku merasa sangat dirugikan," dia memainkan rambut Atreya,

"Menurutmu apa yang harus kulakukan untuk membalasmu, hem?" dia mengucapkannya tepat di telinga Atreya.

"Uh... " Atreya merasakan hal aneh saat Eiden menggigit telinganya.

"Kau berani memancingku, kau harus bertanggung jawab," Eiden langsung menyambar bibir Atreya, ciuman yang dalam dan kali ini dia yang memegang kendali.

Eiden memaksa lidahnya masuk menerobos mulut Atreya lalu menjelajahinya. Atreya diam menikmati ciuman itu, lembut dan menuntun, lalu perlahan turun menuju lehernya. Sampai di sana tercium aroma yang sangat menggoda bagi Eiden, dia tak tahan lagi, gigi taringnya muncul dan menembus kulit Atreya.

"Ahh... " Atreya kesakitan, seluruh tubuhnya mati rasa namun sesaat kemudian ada sensasi berbeda yang muncul. Eiden pun sudah tidak bisa mengendalikan dirinya, darah Atreya terasa nikmat baginya.

Cukup lama hingga Atreya sudah tidak mempunyai tenaga lagi. "Eiden... hen.. ti.. kan!" Eiden tersadar, dia langsung melepaskan gigitannya. 'Sudah begini, kalau begitu sekarang aku harus mengubahnya'.

Eiden melihat Atreya yang mulai kehilangan kesadarannya. "Tahan sebentar, aku akan menyelesaikannya dengan cepat," Eiden kembali menggigit Atreya, tapi kali ini dia melakukan sesuatu seperti lebih merangsang sesuatu untuk mengubah Atreya.

"E..i.. den.. sa.. kit.. " matanya terpejam, Atreya berkata dengan lemah tapi Eiden tetap melanjutkannya, jika tidak akan lebih berbahaya.

Atreya merasakan jantungnya bekerja lebih cepat, dia membuka matanya, kali ini suhu tubuhnya meningkat dan darahnya bergejolak. Perlahan matanya berubah menjadi merah dan gigi taringnya berkembang sampai terlihat keluar dari mulutnya. Ritual perubahan selesai, Eiden meninggalkan jejak kepemilikannya pada bekas gigitan Atreya.

Dia senang karena telah menjadikan Atreya miliknya, untunglah dia menemukan Atreya lebih dulu bukan orang lain,tapi sekarang mungkin akan lebih sulit untuk mendekatinya. Apalagi Reza masih belum tahu kalau dialah yang melakukannya tanpa sepengetahuan Reza.

Pintu kamar dibuka secara paksa, Rezalah yang melakukannya diikuti Parvis, "Atreya, kau!" yang pertama terlihat adalah Atreya yang terbaring di sofa memejamkan matanya, dan Eiden yang duduk di sampingnya.

Eiden melihat ke arah Reza, "Maaf Reza!"

Dia tahu Atreya telah berubah, perlahan berjalan mendekati Atreya. Dia bahkan tidak tahu apakah Atreya bisa menerimanya, adiknya baru saja mengenal dunia ini. Dunia yang meninggalkan luka pertama kali ketika dia tinggalkan juga ketika kembali.

"Reza.. aku... " Eiden mencoba bicara namun Reza menahannya.

"Kau tidak perlu menjelaskannya, semuanya pasti akan terjadi," dia mengusap puncak rambut Atreya sayang. "Yang tidak kusangka adalah kau yang telah mengubahnya, jadi selama ini energi yang menyelimuti Atreya berasal darimu?" dia menatap tajam pada Eiden.

"Benar, tapi percayalah aku tidak sengaja melakukannya," meski Reza sangat menakutkan ketika marah, tapi tidak berpengaruh pada Eiden. Dia sudah mendapat julukan Dewa Perang sejak pertempuran seratus tahun lalu dan membawa perdamaian.

Dia tentu sudah terbiasa menghadapi banyak musuh.

"Kau harus menjelaskan segalanya padaku, dan untuk sementara jangan temui Atreya," Reza menggendong Atreya, "Dia baru saja masuk ke dunia kita, aku takut dia tidak bisa menerimanya,"

"Aku mengerti," Eiden melihat Atreya yang masih pingsang. Dia juga tidak menyangka bisa melakukannya secepat ini, seharusnya dia memastikan terlebih dahulu apakah Atreya sudah bisa menerima keberadaannya di sini atau belum. Tapi semuanya terjadi begitu saja, diapun tidak punya kuasa untuk menghentikannya.

Reza keluar membawa Atreya. Pesta telah usai dan semua orang sudah kembali.

"Tidak perlu merasa bersalah, kau sudah benar melakukannya!" Raja Empero menepuk pundak Eiden.

"Tapi ayahanda aku khawatir, bagaiman kalau Atreya tidak bisa menerimanya?" ucap Eiden lirih.

"Dia pasti bisa menerimanya, meskipun melewati kepahitan untuk memasuki tempat ini dia juga pasti sudah merasakan apa yang akan terjadi padanya kelak," Raja Empero terlihat menerawang, "Hanya saja kuharap dia tidak terlambat memahami keadaannya,"

"Ayahanda benar," Eiden merasa sedikit lega.

"Kita harus lebih percaya padanya dan aku sendiri yang akan mengawasi perkembangannya,"

"Jadi kau serius saat kau bilang akan mengejarnya?" dia belum pernah melihat Eiden seserius ini, bahkan ketika hendak menghadapi musuh pun tak seserius ini.

"Tentu saja, dia milikku dan tidak ada yang boleh mendekatinya,"

"Dasar anak muda," Raja Empero keluar dari ruangan itu.

"Semua akan dimulai dari sekarang," Eiden menatap rembulan, cahayanya tak seterang matahari, tapi lebih indah saat bersanding dengan bintang gemerlapan di langit gelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!