Chaptet 17

"Kalian jaga adikku dengan baik, jangan biarkan siapapun masuk sampai aku datang!" Reza mengumpulkan para penjaga untuk berjaga di setiap sudut villa.

"Baik tuan," jawab mereka serempak, diapun pergi diikuti Parvis. Atreya melihatnya dari balik jendela.

"Andai aku bisa melakukan sesuatu," Atreya menyenderkan tubuhnya di tembok.

"Kalau begitu temani aku sebentar, itu akan membantu," seseorang telah masuk dan duduk di tepi ranjangnya, sungguh... Atreya memlompat kaget.

"Kau lagi! bisakah kau tidak muncul diam-diam seperti itu," dia berusaha menstabilkan kembali detak jantungnya, "Tuan Eiden.. tempat ini punya banyak pintu, bisakah kau masuk dari salah satu pintu itu?"

"Bagaimana lagi...kakakmu tidak mengijinkan siapapun masuk dan aku juga terpaksa, tapi apa kau tidak membuatkanku minuman? aku juga seorang tamu!" ucapnya memasang wajah memelas. Atreya membelalakkan matanya, tak percaya dengan apa yang dia dengar.

Tanpa pikir panjang ia langsung melakukan apa yang Eiden katakan. Entah apa yang dilakukannya selama ini hingga membuatnya bertemu dengan Eiden. Mungkin seumur hidupnya baru kali ini dia bertemu dengan orang seperti Eiden.

Dia keluar menuju dapur untuk membuat secangkir kopi, sebelum itu ia mengambil setoples cookies coklat di atas meja.

Ana, pelayan yang sedang membereskan dapur melihat Atreya membuat kopi,

"Nona, apa yang anda lakukan?" dia telah berdiri di samping Atreya,

"Aku sedang membuat kopi," jawabnya santai.

"Anda tidak perlu melakukannya sendiri, aku bisa membuatkannya dan mengantarkan minuman itu ke kamar anda!" sahut Ana.

"Tidak perlu, aku terbiasa membuatnya sendiri lagipula kalian juga sedang sibuk," kopi yang Atreya buat sudah jadi, dia meletakkannya di nampan beserta cookies yang telah diambilnya tadi, "aku akan ke kamar dulu, kau bisa melanjutkan tugasmu," ucapnya ramah.

Dia bergegas naik, tidak menunggu jawaban dari Ana. "Baik nona," Ana pun melanjutkan pekerjaannya.

Kini Atreya sampai di lantai atas,

"Fyuh... untung tidak ada yang curiga,"

Pintu kamar terbuka, Atreya masuk dan meletakkan kopi itu di atasvmeja kecil yang berada di depan sofa yang diduduki Eiden, sementara ia duduk di sisi yang lain sambil melahap cookies yang ia bawa.

"Kau hanya membuat satu, lalu di mana camilanku?" Eiden melihat Atreya yang sibuk memakan cookiesnya.

"Aku sudah minum tadi aku menyiapkannya untuk tamu dan jika kau ingin camilan, kenapa tidak membawanya sendiri dari rumah?" dia tak perduli, kenapa orang ini selalu berdebat dengannya.

"Ahh... jadi kau menyambutku?" Eiden tersenyum nakal, Atreya semakin tidak memperdulikannya.

"Tapi aku tidak sedang piknik, kenapa aku harus membawa makanan?" Eiden tidak ingin kalah,

"Kalau begitu untuk apa kau ke sini?"

"Aku hanya ingin melihat bulan," ucapnya santai sambil meminum kopi.

'Bahkan ini masih sore, apa dia sudah gila?' Atreya semakin jengkel, dia terus mengutuk Eiden dalam hati.

Di saat dia melahap sebuah cookies tiba-tiba, 'Hap' Eiden mengambilnya dari mulut Atreya dengan mulutnya. Sekilas bibir mereka bersentuhan, wajah Atreya bersemu merah dan ia langsung meminum kopi yang ada di depannya.

"Wah, kau bahkan tidak keberatan minum dari gelasku, apa sebaiknya aku segera melamarmu?" wajahnya pura-pura menunjukkan ekspresi sedang berfikir,

"Uhuk... uhuk... " begitu sadar ia langsung meletakkan cangkir itu, sayangnya ia sudah menelan kopinya.

"Tidak perlu terburu-buru, kita masih punya banyak waktu dan juga saat ini aku sedang dalam misi," ucapnya sembari mengedipkan sebelah matanya.

Atreya hanya diam, meskipun sering membuatnya marah tapi ia tak keberatan dengan perilaku Eiden terhadapnya.

'Apakah aku sudah ikut menjadi gila karena sering bersamanya?'

"Tidak! aku hanya.. "

Dorr...

Dorr...

Dorr...

Suara pistol menggema sangat keras sampai ke kamar Atreya, mereka berdua sangat terkejut tapi Eiden dengan sigap menyembunyikan Atreya di belakangnya dan berjalan ke arah pintu.

"Itu..." tubuh Atreya bergetar, baru pertama kali ini dia mendengar suara pistol. Meski tidak secara langsung melihatnya, tapi suaranya sangat jelas.

Eiden menyembunyikan Atreya di belakangnya, lalu perlahan ia berjalan ke arah pintu diikuti Atreya.

"Tenanglah! sekarang kita amati keadaan di luar," Eiden membuka pintu dengan hati-hati, memastikan semuanya aman. Suasana kembali tenang.

Tapi Eiden dapat merasakan adanya makhluk haus darah yang memburu apapun yang ada di depannya. Dia bersiap mengeluarkan pistol miliknya.

Mereka berdua sudah keluar dari kamar, setelah beberapa langkah ada seauatu yang muncul dari atas secara tiba-tiba.

Dorr..

Peluru menembak tepat di jantungnya sehingga makhluk itu terbakar,

"Hmpp," Atreya hampir menjerit tapi Eiden langsung membekapnya untuk mencegah lebih banyak yang datang.

Setelah Atreya lebih tenang Eiden melepaskan tangannya. Kini dia bersandar pada dinding karena kakinya mati rasa, untunglah Eiden masih memeganginya.

"Hah.. hah.. ap..a itu?"

"Vampir zombi, mereka vampir yang dikendalikan ilmu hitam. Mencari orang yang diperintahkan dan tidak merasakan sakit meskipun diserang berkali-kali,"

"Tapi masih bisa menggunakan ini!" Eiden menunjuk pistolnya, "Perak murni dapat membakarnya, untung aku selalu menyimpannya,"

"Kukira mereka tidak ada," Atreya berhasil menstabilkan kembali tubuhnya meski masih dibantu Eiden, dia ingat pernah membaca buku tentang vampir zombi. Seharusnya mereka sudah dimusnahkan dan mantra itu juga disegel.

Sedangkan orang yang menggunakannya telah dikurung di dalam peti sebelum akhirnya dihancurkan.

"Seharusnya begitu, tapi sekarang mereka muncul pasti karena petinya belum benar-benar dihancurkan," raut wajahnya serius.

Kini mereka harus menghadapi bahaya yang tidak terduga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!