Chapter 2

Kini dia hanya bisa membagi kesedihannya bersama rembulan dan bintang-bintang yang bersinar menghiasi langit malam.

"Jangan khawatir, mereka tidak akan mencurigaimu." dia buru-buru menyeka air matanya, lalu berbalik menatap pemilik suara itu.

"Apa maksudmu?", saat ini pikirannya sedang kacau, begitu juga dengan hatinya.

Pria itu tersenyum, lalu mengambil tempat di sampingnya, "Tidak akan ada yang tahu tentang kejadian itu, semua orang hanya tahu kalau temanmu meninggal dalam kecelakaan mobil,"

Atreya terkejut, "Tidak mungkin! meskipun hanya aku yang menyaksikan kejadian itu, tapi luka di lehernya terlihat jelas dan itu bukan hal yang wajar, bukankah kau juga melihatnya?,"

'Apa maksud pria ini, jelas-jelas ada makhluk seperti itu. Tapi dia bisa bersikap seolah tidak terjadi apapun.

Apa mungkin dia juga... '

Dia bergeming, raut wajahnya perlahan berubah datar.

"Sebaiknya kau tidak membahas kejadian itu lagi, lagipula semua sudah berlalu," ucapnya dingin.

Atreya semakin tidak mengerti, kenapa pria itu tiba-tiba menyuruhnya melupakan kejadian tadi. Bukankah tadi dia yang menolongnya? lalu kenapa?

"Kenapa? aku tidak boleh...," suaraku tercekat, rasanya sulit sekali untuk mengeluarkannya. 'Kenapa aku malah terisak dan air mataku keluar tanpa aba-aba'.

Pria itu menatapnya dengan tatapan yang tidak dimengerti, sedang Atreya masih berusaha untuk meneruskan kalimatnya.

"Sejak dulu aku hidup sendiri, tidak tahu di mana keluargaku, tidak mengenal siapapun."

"Tapi kemudian Mey datang, dia menjadi satu-satunya orang yang menjadi temanku, kami selalu bersama, sekarang dia sudah pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya dan kau menyuruhku untuk melupakan kejadian itu?"

"Ini bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan, kau akan lebih aman jika tidak mengungkitnya lagi.

Lupakan kejadian itu, pulanglah! anggap saja kau tak pernah melihatnya," ucapnya datar, tapi tatapannya saat ini sangat mengerikan bahkan lebih mengerikan dari orang-orang yang tadi. 'Tunggu! apakah dia juga salah satu dari mereka?'

Dia mulai berjalan menjauh, tapi kemudian berhenti, "Tidak ada gunanya, sebentar lagi kau akan melihat sendiri, kenyataan di depan matamu!" dia berbicara tanpa menoleh sedikitpun pada gadis itu, setelah mengucapkannya dia berlalu pergi.

"Apa maksudnya? aku akan aman? tapi kenapa? "

......................

"Tuan muda," seru seorang pria paruh baya yang kini berada di hadapannya.

"Kau menemukan sesuatu?" pria itu menyerahkan beberapa lembar kertas, seperti berisi informasi tentang seseorang.

"Kupikir dia hanyalah gadis biasa, tuan!" pria itu menimpali.

Benar saja, di kertas itu hanya bertuliskan data diri lengkap tanpa informasi mengenai salah satu keluarganya.

"Jadi benar apa yang dikatakannya, dia memang hidup sendirian, tapi kenapa mereka mengincarnya?" Dia masih bertanya-tanya siapa sebenarnya gadis itu.

"Apa hanya ini yang kau dapatkan, Parvis?"

"Benar tuan, apakah ada sesuatu yang mengganggu anda? "

"Entahlah, jika dia benar-benar gadis biasa kenapa mereka mengincarnya?" dia masih menimang-nimang kemungkinan yang ada.

"Maksud tuan dengan mereka?"

"Pemburu bayangan, aku bertemu dengan mereka saat menolong gadis itu," Parvis terkejut, meski dia belum melihat langsung gadis itu tapi kini dia memiliki pemikiran yang sama dengan tuannya.

......................

Atreya masih berdiri memandangi kolam di belakang villa, kemudian datanglah seorang pelayan perempuan, sepertinya dia seumuran dengan Atreya. "Nona, silahkan ikut saya!," ucap perempuan itu.

"Baiklah," Atreya mengangguk lalu mengikuti pelayan itu.

'Apakah pria itu menyuruhku pulang sekarang? tapi ini sudah larut malam, lagipula aku tidak tahu tempat apa ini' batin Atreya. Dia berpikir orang yang menolongnya akan menyuruhnya pulang.

Tapi pelayan itu mengantarnya masuk ke villa. Villa itu sangat indah. Jalan menuju pintu masuk berlantaikan batu alam berwarna merah bata, di samping kanan kiri jalan ditanami mawar putih. Halaman depan dipenuhi rumput hijau yang dipangkas rapi, Atreya terkagum-kagum melihatnya.

Tapi di sisi lain ia merasa familiar dengan pemandangan ini, tapi di mana. Seingatnya dia belum pernah pergi ke tempat seperti itu. Penjaga pintu membukakan pintu untuk mereka,setelah pintu terbuka Atreya makin membelalakkan matanya.

Sebenarnya dia sudah melewati tempat itu, tapi karena terlalu sedih dengan kepergian sahabatnya dia tidak begitu memperhatikan seisi ruangan. Dia langsung menuju belakang villa di mana terdapat kolam ikan besar denga air mancur kecil di keempat sisinya.

Diluar dugaan, pelayan itu mengantarnya menuju sebuah ruangan dan kini mereka berada di depan pintu. "Silahkan Nona beristirahat terlebih dulu, kunci kamar ada di dalam,"

"Eh.. bukannya aku disuruh pulang ya?"

Pelayan itu tersenyum ramah, "Tidak nona tuan Reza menyuruh kami menyiapkan kamar untuk nona, sekarang nona bisa beristirahat terlebih dulu,"

"O.. oh baiklah, terima kasih," ucap Atreya gugup, dia merasa tidak enak telah berprasangka buruk terhadap orang yang telah menyelamatkannya. Pelayan itu membungkuk kemudian pergi.

Atreya memasuki kamar itu, "Wow... kamar ini lebih besar dari rumahku," kamar itu bernuansa putih dengan tempat tidur king size di ujung kiri, di sebelahnya terdapat meja dengan cermin oval yang disatukan dengan meja, juga tempat pakaian di sebelah kiri dengan sofa yang berada tak jauh dari meja. Terdapat pintu yang terbuat dari kaca yang menghubungkan dengan balkon.

"Hah... aku tidak mengerti pikiran orang kaya, mereka menghamburkan begitu banyak uang untuk membuat sebuah rumah," Atreya merebahkan dirinya di kasur itu 'sangat nyaman' kata-kata itu yang terbesit di pikirannya, lalu dia berpindah menuju alam mimpi.

Di sisi lain, nampak seorang pria paruh baya yang disekap di sebuah gudang dihajar habis-habisan oleh sekelompok laki-laki bertubuh kekar. Dia hanya diam.

"Berhenti!" kemudian datang orang berjas hitam, wajahnya menampakkan ketegasan, salah satu pelayannya mengambilkan kursi lalu dia duduk di depan pria paruh baya itu.

"Katakan! di mana dia? kau masih punya waktu sebelum matahari terbit," kata-katanya menunjukkan penekanan yang menakutkan, meski begitu pria itu tetap bungkam.

"Jadi kau tetap memilih diam, huh... James kau memang anjing setianya," laki-laki itu menyunggingkan senyum, memandangnya remeh. Pria itu menyeringai,

"Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti nona, sampai kapanpun kau tidak akan bisa menemukannya!" dia tetap bersikukuh. 'Sekarang aku bisa tenang meski malam ini adalah malam terakhirku, setidaknya nona telah bertemu dengan tuan muda. Kuharap tuan muda tahu kalau gadis itu adalah adiknya. Parvis.. kuserahkan semuanya padamu'.

"Cih... dasar tidak berguna, sudahlah biarkan saja dia di sini, dia tidak akan beetahan lama!" laki-laki itu beranjak dari kursinya,

"Kenapa kau melakukan semua ini, Jo? bukankah tuan besar sangat mempercayaimu."

"Dia sudah menganggapmu saudaranya, dan kau malah menghabisi tuan dan nyonya," dia berteriak lantang, lalu laki-laki yang bernama Jonathan itu berhenti.

"Kau tidak tahu apapun, meski kau mengerti semua yang terjadi tidak akan berubah dan aku akan tetap pada pendirianku," ucapnya tanpa menoleh, meski begitu James tahu persis bahwa dia menyimpan amarah juga kesedihan yang mendalam.

Setelah laki-laki itu pergi, orang-orang yang tadi menghajarnya pun ikut pergi. Kini dia terikat sendirian di dalam gudang.

"Huh... apa maksudnya berkata begitu, aku tidak percaya kau melakukannya Jo."

"Tapi kenapa harus kau yang ada di sana waktu itu dan kau malah melarikan diri, sebenarnya apa yang terjadi,"

Dia menerawang lewat jendela yang mengarah langsung pada bulan. Tapi untunglah ia selamat malam ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!