Chapter 4

Atreya membelalakkan matanya ketika seorang bayi perempuan lahir dan di sekelilingnya berkumpul orang-orang yang mengenakan jubah hitam, mata mereka merah dan saat merapalkan mantra menampakkan gigi taring mereka yang tajam. Ketika mereka merentangkan tangan mereka nampak kuku-kuku panjang dan runcing.

Setelah itu muncul cahaya yang mengelilinginya, beberaa saat kemudian cahayanya hilang. Bayi itupun dibawa menuju sebuah kamar tempat ibunya berbaring.

Bayi itu diserahkan kepada ibunya, di sampingnya nampak sang ayah yang duduk di tepi ranjang. Lalu datanglah seorang anak laki-laki yang merupakan putra pertama mereka. Dia menyentuh sang adik, menggenggam tangannya, lalu tersenyum. Sang ayah memiliki tampang rupawan dengan raut wajah tegas,ibunya adalah wanita yang sangat cantik dan memiliki wajah yang lembut. Putra mereka meskipun masih kecil juga sangat tampan. Sungguh...mereka adalah keluarga yang sempurna.

Gambaran itu hilang dan berubah menjadi gumpalan asap, lalu mulai membentuk gambaran yang lain. Dalam kejadian itu si bayi sudah tumbuh besar menjadi gadis cantik yang anggun. Atreya tertegun, bukankah ini dirinya waktu kecil? tapi dia memutuskan untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Keluarga itu sedang berada di taman belakang, taman yang dipenuhi mawar putih.

Di tengah-tengah taman itu terdapat sebuah kolam, dan kolam itu sama persis seperti yang ada di rumah Reza. Disaat mereka sedang bersenda gurau, datang beberapa orang bertudung. Dengan sigap ibu mendekap putrinya, sementara ayah dan kakaknya menghalangi mereka. Gadis itu terkejut dan ketakutan, dia bersembunyi di pelukan ibunya.

Lalu datanglah para pelayan yang menjaga tempat itu, ibu membawa putrinya masuk ke rumah.

Dia membawa anaknya menuju kamar mereka, si ibu tersenyum lalu mendudukkannya di tempat tidur. Setelah itu dia membaca sebuah mantra. Anak itu diam, tapi pipinya sudah basah oleh air mata karana terkejut.

Pelindung ghaib muncul, namun sebelum pelindung itu sempurna salah satu orang bertudung itu menusuk ibunya tepat di jantungnya.

Seketika ibunya jatuh tersungkur, orang itu mendekati anaknya. Tapi sebelum menangkapnya ada sekelebat bayangan datang, lalu membawa gadis itu pergi. Tidak terlihat siapa dia sebenarnya.

Gambaran itu berubah lagi, menunjukkan dirinya yang sedang tidur di rumah kecilnya. Semuanya berhenti di situ.

Gambarnya mulai menghilang, berubah menjadi asap yang kemudian lenyap. Cahaya bola kristal pun lenyap.

Atreya diam, dia mencoba mencerna setiap kejadian-kejadian yang dilihatnya.

Benarkah gadis itu adalah dirinya waktu kecil. Lalu di mana keluarganya?

Disaat sedang berfikir keras, Reza memeluknya.

"Akhirnya aku menemukanmu, adikku... " Reza memeluknya makin erat, meluapkan kerinduan dan rasa bersalahnya selama ini. Atreya yang mendapat perlakuan seperti itu tidak sungkan untuk memeluk kakaknya.

Dia tahu kakaknya telah mencarinya selama ini dan dia tidak pernah menyerah. Atreya merasa pundaknya basah, sepertinya kini Reza menangis dalam pelukannya. Sekarang mereka sudah berkumpul kembali.

"Iya... aku sudah kembali," Atreya bahagia sekaligus lega, dia tidak lagi sendirian di dunia ini.

Meski begitu, dia masih sedih atas kepergian Mey, bagaimanapun juga mereka telah melewati banyak hal bersama.

Reza melepaskan pelukannya, lalu menatap Atreya lekat,

"Kau sangat mirip dengan ibu, kenapa aku baru menyadarinya," Reza mengacak puncak rambut Atreya.

Atreya tersenyum, "Karena kau tidak pernah memperhatikanku," Atreya berpura-pura memasang wajah kesal.

"Hmmm.... jadi apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku?"

"Pertama karena kau kakakku, aku akan memanggilmu kakak," Atreya menyilangkan tangannya di dada, lalu mengarahkan pandangannya ke atas seperti sedang berfikir.

Sebenarnya Atreya bukan tipe orang yang bisa diajak bercanda oleh orang yang baru dikenalnya. Tapi mengetahui bahwa Reza adalah kakanya, entah mengapa dia ingin sekali mendapat perhatian dari orang itu dan sedikit mengerjainya. Seperti menemukan yang telah hilang.

Atreya tidak bisa menyembunyikan sifat kekanak-kanakannya.

"Yang kedua, kakak harus menceritakan segalanya padaku," ucap Atreya antusias.

Parvis hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah nona mudanya. Pasalnya pada pertemuan pertama mereka, gadis itu cenderung pendiam dan bersikap dingin.

Sekarang Atreya malah blak-blakan bersikap manja kepada orang yang selalu memasang wajah sedingin es dan kejam itu.

"Baiklah, tapi sebelum itu kita harus keluar dulu dari sini,"

"Hmm... " Reza berjalan duluan diikuti Atreya dan Parviz.

Mereka berjalan menuju arah yang berlawanan. Atreya hanya diam mengikuti tanpa banyak bertanya.

Jujur saja, berlama-lama di sini membuat bulu kuduknya berdiri. Tempat ini begitu dingin dan cenderung mengeluarkan hawa mistis karena terlindungi oleh sihir.

Reza berhentu di depan dinding. Dinding itu berwarna merah yang membuarnya mudah difahami karena berbeda dengan dinding-dinding lain yang cenderung berwarna coklat gelap.

"Kenapa berhenti?" Atreya memperhatikan Reza yang menekan salah satu batu bata merah di depannya.

"Karena kita sudah sampai,"

Dinding itu bergeser dengan sendirinya. Merekapun keluar dari tempat itu.

Mereka tidak berada di taman belakang, tapi di ruang belajar Reza.

"Wow... kita bisa di sini, benar-benar sebuah ruang rahasia," Atreya menunjukkan ekspresi terkejut, kepolosannya benar-benar tidak dibuat-buat.

"Haihh.. ekspresi macam apa itu?" Reza menjitak jidat Atreya.

"Aduh... sakit kak!" Atreya meringis sambil memegang jidatnya yang sakit.

"Jadi inilah sifatmu yang sebenarnya!" ucap Reza mengejek.

"Apa seperti itu cara menghadapi adikmu yang manis ini?" Atreya tak mau kalah,

"Mau bagaimana lagi?" Reza mengangkat kedua tangannya ke udara sambil mengedikkan bahunya.

"Kakak... " Atreya bertambah kesal, melihat kelakuan adiknya Reza tertawa gemas,

"Ok..aku mengaku salah, sudahlah jangan tunjukkan ekspresi seperti itu lagi,"

Melihat adiknya yang tidak memberikan tanggapan, Reza langsung menariknya keluar.

"Kita makan dulu, atau kau tidak akan punya tenaga untuk melawanku,"

"Hmmppp," meakipun begitu Atreya tetap mengikutinya.

Parvis tersenyum melihatnya, akhirnya dia bisa melihat tuan mudanya tersenyum kembali setelah kepergian orang tuanya.

Parvis mengepalkan tangannya. "Aku akan berusaha mengungkapkan kebenarannya, tunggulah James, Jo!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!