Ke esok harinya. Jualan, Adam yang handle, Sebab Fatir tengah mengurus surat keperluan menikah. Di kantor Desa tempatnya ia tinggal.
Kemudian Fatir di jemput oleh Viona untuk ke kantor Urusan agama, mendaftar pernikahan mereka berdua. Setelah selesai di kantor tersebut, lanjut menuju wedding organizer terdekat. Dan di sana sudah ada bu Asri dan Oma Yani menunggu kedatangan nya.
Fatir tak lantas turun, ia malah bengong menatap ke tempat wedding organizer yang berada di depan.
"Ayo, Mas turun?" ajak Viona yang sudah berdiri dekat pintu tempatnya keluar barusan.
"Apa harus ke sini juga. Itu kan urusan perempuan, saya di sini saja." Dengan malasnya. Fatir memilih tunggu di mobil saja.
"Yakin gak mau turun? lihat-lihat gitu," tanya Viona sambil meraih tas nya yang tertinggal di jok.
Fatir menggeleng, "Nggak usahlah. Terserah aja." Menyandarkan punggungnya di belakang kemudi.
"Baiklah," gumam Viona langsung berjalan menuju sang bunda dan omanya.
Namun tidak lama kemudian, Viona kembali mendekati, dimana Fatir terduduk.
Viona mengetuk kaca mobil, tepat samping Fatir yang sedang terpejam. "Mas? buka."
Fatir pun terbangun dan menoleh. Membuka pintu, sambil memicingkan mata menahan kantuk. "Ada apa?"
"Mas ikut aku, sebab anda diminta mencoba baju pengantin." Pinta Viona, setelah pintu terbuka.
Dengan malas, Fatir keluar. Berjalan mengikuti langkah wanita yang tidak lama lagi berstatus istri itu, sesampainya di dalam. Langsung di suguhi patung-patung yang mengenakan pakaian pengantin pria maupun wanita yang tampak indah dan mewah.
Melihat wajah Fatir yang lusuh, Viona langsung menegur. "Muka bantal banget, kurang tidur apa?"
Fatir yang sedang melihat patung-patung itu menoleh. "Ha, Iya Mbak, semalam cuma tidur 3 jam saja. Pukul 03 dini hari baru pulang dari Rumah sakit."
"Oh, gimana keadaan adik mu sekarang?" tanya Viona dengan mata melihat pakaian pengantin dan disentuhnya.
"Agak, membaik." Fatir mengusap wajahnya kasar. Matanya ngantuk bukan main. "Oya kata ibu, makasih atas kiriman makanan dan buahnya. Semalam"
"Ya, sama-sama." Viona mengangguk.
Fatir terus menguap sampai berkali-kali, membuat Viona menggeleng.
"Ck, cuci muka sana?" Viona menunjuk ke wastafel.
Bu Asri dan oma Yani sedang berbincang dengan pihak WO. Kemudian menghampiri Viona.
"Sayang ayo dong di coba pakaiannya? Oma sudah tak sabar ingin melihatnya!"
Viona pun masuk ke tempat ganti dengan baju pengantin di tangan. Dengan dua macam baju satunya buat akad dan satunya buat resepsi. Dengan warna-warna pastel.
Viona meminta, sekalian aja di make up buat pemotretan. Makanya keduanya sama-sama di make up, dan hasilnya bikin pangling setiap yang memandang.
"Ya ampun ... cantiknya putri Mama," pandangannya begitu mengagumi akan kecantikan sang putri.
Saatnya pemotretan. Keduanya masih tampak canggung. "Buat apa sih pemotretan ini Mbak?" bisik Fatir.
"Buat prawed," sahut Viona singkat.
Keduanya tak bicara lagi. Selain mengikuti perintah fotografer.
Oma Yani begitu kagum dengan kecantikan cucunya, Fatir pun yang awal mula terlihat kucel, lusuh, saat ini tampak bercahaya dan tampan. Aura kecantikan dan ketampanan Viona dan Fatir nampak keluar.
"Cucu ku cantik sekali." Gumam oma Yani. Berdecak kagum.
"Iya, Bu ... cantik sekali," sahut bu Asri menoleh sang ibu.
"Ngomong-ngomong tuh laki yang tadinya kucel, lusuh. Cakep juga kalau diurus yang bener." Kata oma Yani.
"Ibu, bisa aja."
"Bener, nanti kalau sudah menikah biar Viona urus, agar penampilannya gak terlalu kampungan," ungkap oma Yani.
Bu Asri cuma bisa mengangguk, menyetujui ucapan sang bunda tentang calon mantunya.
Sekitar pukul 19.30 pemotretan baru selesai. Setelah berganti pakaian. Mereka langsung mencari makan.
Baru masuk aja hati Fatir dibuat cemas dengan isi dompet, makan di restoran gak akan cukup seratus ribu. Sedangkan di dompet ada juga uang modal usaha aja, bahkan hasil hari ini entahlah gak ia pegang. Sebab yang dagangnya juga adik-adiknya.
Ketika yang lain pesan. Fatir malah bengong. Bingung mau pesan apa? mau pesan takut kemahalan.
"Mau pesan apa?" tanya Viona melirik ke arah Fatir sekilas, kemudian menjatuhkan pandangannya kembali ke buku menu.
"Nggak tau, bingung," sahutnya sambil menggaruk kepalanya. "Saya nanti di rumah saja makannya." Setengah berbisik.
Sebagai orang yang paling dekat duduknya dengan Fatir, jelas Viona mendengar suara cacing perut Fatir yang berdemo meminta makan.
Mendengar ucapan Fatir seperti itu, yang kebalikan dengan kenyataannya. Viona berinisiatif sendiri. "Sup buntut 1, ayam bakar 2. Nasi 2 ya Mas?" pesan Viona pada pada pelayan sambil menutup daftar menu.
Fatir bengong aja mendengar pesanan Viona. Pandang matanya mengarah ke buku daftar menu di meja.
"Nak Fatir, kamu jualan mie ayam bukan?" tanya bu Asri menatap ke arah pria yang sebentar lagi menjadi mantunya. Fatir.
"Oh, iya Tante." Fatir mengangguk.
"Lain kali, Tante ajak ke tempat mangkal kamu ya? pengen nyicipi," ucap wanita yang berada di hadapannya Fatir itu.
"Iya, Tante!" sahut Fatir lagi-lagi mengangguk.
Tidak lama kemudian, pesanan pun datang. Viona membagi dua, porsi nasinya, ditambahkan ke piring miliknya Fatir. Lanjut mereka pun makan dengan lahapnya.
Sesekali bu Asri dan oma Yani melirik Fatir yang nakan sagat lahap bagai orang yang kelaparan. Namun mereka tak berkata apapun.
Viona pun melirik pria yang ada di sampingnya itu, Fatir begitu lahapnya dan tampak lapar sekali. Melihat dua pasang mata memperhatikan ke arah Fatir, Viona berkata. "Mas Fatir dari siang gak makan ya Mas?" sambil melempar lirikan pada Fatir.
Fatir mendongak tak lantas menjawab. "I-iya, gak sempat makan siang." Pada akhirnya menjawab juga. Seingatnya memang dari pagi pun cuma makan mie goreng saja seingatnya.
"Oh, sibuk ya? jangan lupa makan nanti kamu sakit, kalau kamu sakit. Siapa yang akan membiayai keluarga mu?" ujar oma Yani menatap pria muda itu.
Viona menghentikan makannya. "Aku kenyang, habiskan Mas. Nggak jijik kok. Sayang kalau gak di habiskan, mubazir." Viona menoleh ke arah Fatir yang menghabiskan ayam di piringnya.
"Oh, iya. Tapi bisa di bawa gak ke rumah?" bisik Fatir sambil matanya melihat kedua wanita yang berada di depannya.
Viona tersenyum, tanpa menoleh ia menjawab. "Itu makan saja di sini."
Akhirnya Fatir mengangguk, dan menghabiskannya. Tadinya sih ia ingin bawa ke rumah saja tuk makan di rumah. Lumayan sup dan ayam nya buat lauk di rumah saja.
"Vi ke toilet sebentar." Viona beranjak sambil menjinjing tas kecilnya.
"Jangan lama-lama Nak?" pesan bu Asri, menatap putrinya yang berjalan bergegas ke toilet.
Tinggallah, bertiga di meja itu. Fatir masih makan, terus menunduk tak perduli dengan dua wanita yang terus mengamatinya.
"Kamu, kapan akan kenalkan kami dengan ibu mu. Keluarga mu?" tanya oma Yani menatap tajam ke arah Fatir.
Fatir mengangkat wajahnya. Menoleh oma dan bu Asri yang juga menatapnya. "Ibu ku menunggui adik yang sedang sakit."
"Sakit? sakit apa!" tanya bu Asri dan oma berbarengan sedikit terkejut.
"Dia ... sakit kanker." Jawab Fatir sambil mengabiskan suapan terakhirnya.
"Adik mu atau ibu mu?" tanya oma sedikit memasang telinganya dengan baik.
"Adik bungsu ku Oma."
"Usia berapa tahun adik mu?" tanya bu Asri penasaran.
"Em, sekitar berapa ya lupa, kalau gak salah sekitar 13 tahun," sahutnya sambil berdiri. "Saya mau ke kasir dulu."
Kedua wanita itu bengong. Hingga akhirnya mengangguk.
Sambil berjalan, Fatir berpikir kira-kira cukup gak uang di dompet untuk membayar makan di restoran ini? tangan merogoh saku celananya. Mengambil dompet yang lusuh ....
****
Hai ... reader ku, Semoga kalian terhibur dengan cerita ini. Terus dukung aku ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Dedew
ya ampun sisa makanan nya mau dibungkus🤭ada2 aja si fatir
2022-09-26
2
Ummi Alfa
Pasti Viona pura2 ke toilet padahal mau bayar makanan sekalian bungkus.
2022-04-21
2
Wiek Soen
semoga uang nya cukup untuk bayar makanan biar Fatir GK malu sama camer thor
2022-03-05
2