Blak!
Viona membuka pintu, tampak berdiri seorang pria memunggungi pintu. Dengan penampilan sangat sederhana, jauh dari kata elegan atau pakaian yang bermerek.
"Mau cari siapa ya? maaf," sapa Viona menatap punggung Pria tersebut.
Setelah mendengar suara Viona, pria itu memutar badan. Dan bengong melihat Viona, wanita yang baru ia temui di tempat sahabatnya itu. Ia melihat Viona dari ujung kepala sampai ujung kaki, penampilan Viona yang tampak bukan wanita biasa ataupun sederhana.
Begitupun, Viona pandangannya begitu intens pada pria tersebut. kedua alisnya saling bertaut. Heran dengan pria ini, sering ia datang dan malah tidur di rumah Alisa baru juga lihat dia.
Keduanya masih berdiri di tempat dan saling diam dengan pikirannya masing-masing.
Alisa dan suami muncul dari belakang Viona. Keduanya melihat Viona dan pria tersebut bergantian. Kemudian Darma menyapa. "Hai. Berdiri aja di situ, masuk yuk?
Pria itu pun masuk melintasi Viona yang menggeser tubuhnya. Memberikan tamu Darma lewat.
Mereka berjalan beriringan menuju sofa, lalu Darma dan tamunya duduk dan Alisa ngeloyor ke belakang mau ngambil minuman.
Melihat Alisa pergi, Viona pun mengikuti langkah sahabatnya itu. "Aku mau ke kamar ah. Oya ponakan ku di mana?"
"Di kamar Vi. Aku mau buatkan minuman buat Mas Darma dan tamunya." Alisa mengambil dua gelas kosong dan di tuangi air teh manis.
Sementara Viona berjalan ke kamar Alisa yang biasanya anak itu berada. ''Hi ... anak baik yang menggemaskan?" gumam Viona mencubit pipi anak gembul .
Anak Itu merengek minta di gendong oleh seorang Viona. Viona pun merentangkan tangannya dan menyambut anak itu ke dalam pelukannya.
"Kamu anak siapa sih? bau belum mandi pula. Sudah siang nih." Viona mengajak bicara anak itu dengan gemasnya. Anak itu cuma menatap dan sesekali tersenyum memperlihatkan giginya yang baru tumbuh 2 itu.
"Dia namanya Viona," ucap Darma ketika melihat sahabatnya sesekali mencuri pandang pada Viona yang menggendong putranya di ruang lain.
"Oh," gumam pria itu tersipu malu. Kemudian mengisap rokok yang ia jepit dengan jarinya itu.
"Kamu tidak jualan hari ini?" selidik Darma sambil menyalakan rokoknya.
"Jualan, agak siangan," sahutnya lagi.
"Mas. Pintunya di buka dong, biar asapnya keluar. Sudah tahu asap rokok gak baik, apalagi buat anak. Gimana sih, mas?" ungkap Alisa yang sempat melintasi ruang tamu dan menarik handle pintu agar terbuka lebar.
"Maaf sayang, lupa. Lagian siapa tadi yang tutup pintu? oya tadi Viona kali. He he he ..." balas Darma.
"Mas Fatir, gak jualan hari ini?" selidik Alisa sebelum kembali masuk untuk memasak dan mencuci.
"Jualan, agak siangan dikit ah. Lagian gak enak badan, tapi pasti dagang kok. Mau pesan gak? nanti aku kirimkan," ujar Pria yang Alisa panggil Fatir itu.
"Lihat nanti aja, Mas. Gampang lah." Alisa mengayunkan langkahnya ke dalam rumah.
Viona memandikan anak Alisa. Dengan telaten, kemudian ia dandani sampai rapi dan wangi. semua pakaian yang mau di pakaikan juga pilihan Viona sendiri. Selayaknya seorang ibu.
"Sudah pantas tuh jadi Ibu." Suara Alisa dari arah belakang.
"Jangan banyak ngomong, lagi mood nih. Kalau aku gak mood sekalipun anak nangis darah, ogah aku merawatnya." Ketus Viona sambil memangku balita itu.
"Ih, seram amat omongan mu itu Vi? sampai nangis darah segala, Ya udah, titip dulu ya Vi? aku mau nyuci dulu. Terus masak, lanjut mandi, apa lagi ya?" ucap Alisa sambil menarik sudut bibirnya ke atas melengkung.
"Emangnya kau pikir aku pembokat apa? ogah, sebentar lagi aku pulang. Malas, aku ke sini itu untuk menenangkan pikiran, bukan untuk jadi asisten mu Nyonya Alisa Darmaniyasa ..." tegas Viona penuh penekanan dengan menyebut nama lengkap sahabatnya itu.
Alisa menggoyangkan bahunya. "Bodo ah, aku mau nyuci dulu. By by ..." Alisa berlalu sembari melambaikan tangan.
Viona yang memeluk dede Azam mengerucutkan bibirnya ke depan. "Dasar ... main suruh-suruh aja." Dede Azam merengek rupanya dia lapar minta mimi. Viona pun membuatkan susu Azam tanpa rasa canggung. Meski ia merasa kerepotan untuk membuatkan susu, sementara anak itu terus menangis.
Anak itu akhirnya tertidur di atas kasurnya, setelah kekenyangan dan enaknya setelah mandi.
"Fatir, gimana keadaan adik mu yang di rumah sakit apa sudah membaik?" Selidik Darma menatap ke arah Fatir yang sedang asyik membuang asap rokok sampai menggelembung putih dan melayang.
"Masih, masih begitu saja. Tapi sekarang sudah berada di rumah," sahutnya Fatir dengan pandangan kosong dan tampak bingung.
Sebagai orang biasa, dan mengandalkan hasil dari berniaga jelas uang Fatir tidak mencukupi bila harus membiayai adiknya di rawat di Rumah Sakit. Yang disebabkan sakit kangker otak yang terbilang sudah parah itu.
"Kenapa gak lanjut pengobatan di Rumah Sakit?" selidik Darma.
Fatir mematikan rokok yang tinggal sepotong lagi itu. "Biaya nya, Dar. Aku tak sanggup, dua usaha jualan ku tidak cukup buat itu. Apalagi dua adik ku mau daftar ulang dan yang satu selesai ujian serta daftar ke perguruan tinggi, aku juga yang harus pikirkan itu, Dar." Keluh Fatir.
Darma terdiam sambil masih menikmati sebatang rokok nya. "Gimana calon istri mu?"
"Nggak tau, orang tuanya menuntut agar aku secepatnya menikahi Soraya. Tapi aku butuh waktu, aku butuh waktu untuk fokus membiayai adik-adik ku jangan sampai nasibnya seperti aku yang cuma tamatan SMA saja," ujar Fatir lagi sambil meneguk kopinya.
"Yu wes, jodoh tidak akan kemana bro." Darma menepuk bahu Fatir.
"Sudah siang, aku mau balik. Kerjaan ku sudah menunggu, bilang sama istri mu aku pulang." Fatir beranjak dari duduknya dan berpamitan.
"Oke, semoga jualan mu selalu laris manis bro." Darma mengantar Fatir sampai depan pintu, dia baru masuk kembali setelah Fatir melarikan sepeda motornya. Meninggalkan kediaman Alisa dan Darma.
"Loh, Fatir mana? katanya mau jualan nya siang, kok sudah pulang." Suara Alisa yang berpapasan dengan Darma di ruang tamu.
"Nggak tahu. Katanya mau buka warungnya, kasian dia," ucap Darma.
"Kenapa emang?" tanya Alisa sambil menyapu lantai di sana.
"Ya, seperti yang kita tahu. Adik bungsunya sakit parah yang seharusnya di rawat di Rumah Sakit, yeng satu mau daftar ulang, yang satu lagi selesai ujian dan daftar kuliah. Aku salut sama dia sih, hebat dia. Aku aja belum tentu mampu memikul tanggung jawab seberat itu," ujar Darma sambil menghela napasnya panjang.
"Iya benar, Mas. Aku juga kagum sama dia, dia itu sosok yang gigih dan pantang menyerah. Hebat."
Viona yang mendengarkan obrolan mereka berdua, sedikit penasaran. "Ngomongin apa sih?"
"Itu, Fatir. Seorang laki-laki yang baik dan tanggung jawab. Kagum aku sama dia!" ungkap Alisa.
"Kenapa kamu tidak menikah sama dia saja?" ucap Viona menatap lekat pada sahabatnya itu.
"Huus, apaan sih kau ini? aku itu mengagumi bukan apa-apa. Lagian aku tuh sudah jelas-jelas punya suami dan anak." Alisa menggeleng. "Atau ... mau gak aku comblangin dia sama kamu, mau?"
"Ogah, maaf gak berminat." Viona terdiam seolah memikirkan sesuatu.
"Kenapa kamu? mikirin apa," tanya Alisa sambil mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Orang tua ku, kekeh ingin aku segera menikah. Dan aku gak mau di jodohkan! aku minta waktu untuk bisa mencari sendiri. Tapi aku bingung, emangnya gampang mencari calon suami?"
"Tuh, kamu tahu. Gak gampang, kenapa sok-sok'an mau cari sendiri, udah terima aja pilihan orang tua mu itu Vi." Timpal Alisa.
Darma yang sedang menikmati rokoknya hanya mendengarkan perbincangan istri dan sahabatnya itu.
"Al, aku gak mau ya. Kalau seandainya aku menikah dengan pilihan mereka, terus rumah tanggaku ada masalah. Otomatis aku nyalahin mereka, dan aku gak mau itu terjadi. Kalau saja pilihan sendiri, di kala ada apa-apa juga akan ditelan sendiri gak akan nyalahin orang, kecuali diri sendiri," ujar Viona menatap Alisa sang sahabat karibnya itu.
Alisa dan Darma mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju. "Tapi pada kenyataannya kamu itu tidak punya kekasih. Gimana caranya? orang di deketin cowok aja dinginnya bukan main, sedingin beruang kutub." Tambah Alisa sambil mengulas senyumnya.
"Apa ... cari laki-laki yang mau menikah kontrak aja kali ya, atau yang mau di bayar gitu. Yang penting aku bisa menikah dan bukan dengan pilihan ortu." Sambung Viona nyeleneh.
"Astagfirullah Vi ... itu malah kamu permainkan pernikahan dong, jangan Vi. Aku tidak setuju itu, pernikahan suatu yang suci, sakral. Jangan kau permainkan." Alisa menggeleng.
"Lah, kalau menurut mu seperti itu. Kenapa selalu bilang aku perawan tua?" Viona menatap tajam ke arah Alisa.
"Bu-bukan gitu Vi ... maksud aku buka hati kamu itu, tak sedikit pria yang naksir kamu. Kamu nya malah selalu menghindar, dan sekarang ingin dapat calon suami dalam waktu singkat. Sulit tahu." Alisa menambahkan pendapatnya.
Darma menatap ke arah Viona. "Sebenarnya, tujuan ingin cepat menikah itu untuk apa sih? aku tanya sama kamu Vi."
"Em, orang tua ku terus mendesak aku supaya cepat menikah. Dengan alasan ini lah, itu lah. Bikin pusing kepala," keluh Viona. Menggeleng.
Omanya Viona. Hanya punya satu putri, ya itu Asri. Dan Asri cuma mempunyai anak satu-satunya, adalah Viona. Oma Yani, akan mewariskan semua hartanya pada Viona. Jika Viona sudah menikah. Semua perusahaan yang kini di pegang oleh anak buahnya oma Yani, semuanya akan menjadi atas nama Viona. Sebagai hak waris tunggal ....
****
Hi ... BSH kembali nih. Ayo mana dukungannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments