"Jadi itu alasannya?" Darma mengangguk pelan.
Alisa pun mengangguk. Lalu mengambil baby nya yang bangun dan menangis.
Viona bersandar di bahu sofa. Menyandarkan kepalanya di sana. Tiada yang berbicara lagi selain suara televisi dan celotehan baby Azam.
"Dari pada bete, gimana kita ke tempat Fatir yu? kita makan mie ayam di sana." ajak Alisa. Dan langsung di sambut senang oleh Darma.
"Makan mie ayam? ih ... gak level kali ah ..." ucap Viona sambil mengangkat kedua bahunya.
"Ih, Nona tajir. Jangan komen dulu, sebelum ngerasain. Jangan mentang-mentang kaya gitu ah, sayang tuh kecantikan mu. Kalau tak dibarengi dengan hati mu." Gerutu Alisa pada sahabatnya, Viona.
Viona memajukan bibirnya. Kemudian menegakkan duduknya di sofa.
"Siapa tahu nanti ketemu pria yang membuatmu kesambet dan jatuh cinta," timpal Darma sambil menunjukkan senyumnya.
"Bener tuh, bener. Siapa tahu ada ketemu seseorang yang bersedia jadi suami bayaran mu." Alisa mengangguk-anggukkan kepalanya. Menyetujui omongan suaminya.
"Iih, kalian tuh. Tapi ... boleh lah. Aku ikut aja," sahut Viona menegakkan duduknya dan merapikan pakaian yang kusut itu.
"Baiklah, aku mau mandi dulu, Mas pegang dulu Azam nya." Alisa segera berdiri dan masuk hendak mandi.
"Kau belum mandi juga? Ish-ish." Viona menggeleng.
"Jangan bawel, nanti seperti nenek ku." Pekik Alisa sambil terus meninggalkan tempat tersebut.
Darma menggendong dede Azam. Sesekali dibawanya berdiri. Anak itu berceloteh di pangkuan sang ayah.
Netra mata Viona sesekali bergantian melihat anak itu dan acara televisi. Lalu netra matanya bergerak, tertuju ke lantai yang ia lihat tergeletak sebuah KTP. Tangan Viona meraihnya, kemudian ia lihat fotonya orang yang tadi duduk di situ. "Fatir Anggara."
"KTP siapa tuh?" selidik Darma menatap penasaran pada Viona yang sedang membolak-balik kartu tanda pengenal itu.
Viona menyodorkan kartu tersebut pada Darma. Darma langsung mengambil dan menelitinya.
"Oh, punya Fatir. Pasti tadi jatuh, ceroboh tuh anak. Simpan aja Vi, nanti kita ketemu, kasikan. Dia pasti mencari kartu itu," ungkap Darma dan mengembalikan kartu tersebut.
Viona dengan malasnya menyimpan kartu itu di dompetnya. Lalu berdiri hendak ke dapur mengambil minum. Sebelumnya menoleh ke arah Darma. "Aku mau ke dapur, apa Mas Darma mau aku ambilkan sesuatu?"
"Em, gak ah. Vi, gak ada."
"Oke." Viona berlalu, mengayunkan langkahnya itu ke dapur.
Detik kemudian, Viona kembali dengan membawa segelas air putih di tangan. Ia minum dan sisanya di simpan di meja. Kemudian ia duduk manis kembali di tempat semula.
Alisa datang dengan penampilan rapi dan segar. "Mas sini, Azam sama Mama. Mas mandi sana?"
Darma memberikan Azam pada sang istri. "Mas mandi dulu. Tapi ...."
"Tapi apa, Mas?" Alisa mengernyitkan keningnya.
"Mandiin dong, malas mandi sendiri," ucap Darma menyeringai nakal.
"Mas ... gak malu apa? di sini ada jomblo akut. Nanti dia iri, kasian loh ... mau menumpahkannya ke mana hi hi hi ..." sembari melirik sahabatnya itu.
"Apaan, silahkan aja. Kenapa gak mandi bareng aja sekalian, ngapain aku iri sama kalian? iih ..." Viona menggeleng.
Dengan nakalnya Darma mencium pipi Alisa yang wangi. Dan bergegas berlalu dengan niat mau mandi.
Membuat Alisa memekik dan tertahan. "Mas ...."
Viona yang melihat itu malah menggeleng dan tatapan datar-datar saja. "Kenapa kamu? santai aja kali."
"Oya, Vi. Apa kamu yakin ingin menuruti kehendak orang tua mu?"
"Ha? kehendak yang mana, ogah aku menikah dengan pilihan mereka, aku ingin cari sendiri. Tapi di mana ya, kira-kira ada yang buang gak ya?" sambil sedikit menarik ujung bibirnya.
"Kamu pikir sampah, di buang? macam-macam saja." Alisa menyela omongan Viona.
"Au ah, pusing. Bisa-bisa kepala ku ini pecah kalau buatan ku sendiri." Viona menggeleng pelan.
Tidak lama, Darma muncul dengan penampilan yang rapi dan wangi. "Ayo siap?"
"Yu," balas Alisa. Menggendong Azam dan meraih tas nya.
"Eh, mau pake mobil siapa?" tanya Alisa melirik suami dan sahabatnya.
"Mobil aku aja lah, tapi Mas Darma yang nyetir ya?" kata Viona sambil memberikan kunci mobilnya.
Setelah berada di luar rumah. Alisa dan Viona memasuki mobil. Viona duduk di belakang. Alisa di depan, tepatnya di samping sang suami yang kini masih mengunci rumah.
Darma masuk dan duduk di belakang kemudi. "KTP masih kau simpan Vi?" menoleh ke belakang.
"Ada di tas kalau gak salah, sahut Viona sambil memasang sabuk pengaman.
"Kartu tanda pengenal siapa, Mas?" tanya Alisa pada suaminya yang sibuk menyalakan mesin mobil.
"Itu," sahutnya sambil fokus pandangannya ke depan.
Alisa menoleh ke belakang, di mana Viona berada. "Punya siapa sih?"
"Punya yang tadi, siapa. Fatir ya? mungkin tadi jatuh di dekat meja," jawab Viona.
"Oh." Alisa mengangguk mengerti.
"Bulat," timpal Viona.
"Panjang lah. Punya suami ku, ha ha ha ..." ucap Alisa nyeleneh.
Viona menggeleng. "Dasar."
Tak lama di jalan, akhirnya mobil berhenti di depan gerobak mie ayam Fatir. Terpampang nama Fatir di gerobaknya. Namun orangnya tak terlihat di sana.
"Kok sepi, Mas. Tapi sepertinya sudah buka sih." Alisa celingukan.
"Iya nih, itu Adam. Adiknya," ucap Darma sambil menunjuk ke arah Adam yang sedang menjinjing ember.
Mereka berdua turun, Viona masih duduk di mobil malas untuk turun.
"Sudah buka, Dam?" tanya Darma dan menghampiri pemuda yang di panggil Adam itu.
Adam mengangguk. "Sudah, Mas. Mas Darma mau pesan?"
"Iya, Fatir nya mana?" selidik Darma, ia dan istri duduk di kursi yang sudah tersedia.
"Oh, Mas Fatir sedang menyiapkan gerobak satu lagi. Singkong dan pisang." Jawabnya Adam menunjuk ke suatu arah.
"Oh, ya sudah bikinin 3 porsi ya? pedasnya samakan aja," pinta Darma.
Alisa pun mengangguk. "Iya. yang satu sayurannya agak banyakan ya, buat teman Mbak di mobil."
"Siap, Mbak. Di tunggu saja," sahut Adam dengan ramahnya.
"Ya, makasih sebelumnya," balas Alisa.
Tiba-tiba Fatir muncul di sana. "Dam, semua sudah siap. Kamu lanjutkan dagangan di sana."
"Oh, ya Mas. Tapi ini Mas, Mas Darma dan mbak Alisa pesan 3 porsi mie ayam. Dan yang satu banyak sayurnya, pedas ya sama," ujar Adam menunjuk tiga mangkuk yang sedang ia siapkan.
"Oke, pergilah. Biar ini Mas yang urus." Fatir mengangguk.
Adam pun pergi hendak ke gerobak satunya lagi yang berada di sebelah sana.
"Kemana Dam?" tanya Darma.
"Oh, ini Mas Darma. Adam mau ngurus jualan yang satu lagi, pesanan Mas Darma akan di tangani oles Mas ku." Adam melanjutkan langkahnya.
"Oke." Darma mengangguk sambil membuang asap rokok nya.
Alisa mendekati mobil. "Nona, sebaiknya anda turun. Gak enak makan di mobil. Sebaiknya makan di tempat biar lebih terasa nikmatnya."
"Egh, ganggu aja sih ketenangan hati orang," gerutu Viona yang merasa terganggu, sebab sedang asik membaca novel.
"Aish. Masalahnya kurang nikmat makan di dalam mobil." Ajak Alisa sambil menggendong putranya.
Viona pun turun. Mengikuti langkah sahabatnya itu, duduk di kursi yang panjang. Dengan Alisa dan Darma.
Mie pun akhirnya siap. Fatir langsung menyajikannya di depan Pembelinya. "Silakan di makan," ucap Fatir. Sekaligus menyediakan teh botolnya.
"Oya, Fatir. Apa kau kehilangan Kartu tanda pengenal?" tanya Darma pada Fatir.
Wajah Fatir sumringah dengan harapan kartu itu ada di Darma. "Iya benar, aku kehilangan itu. Apa kamu menemukannya? Syukurlah. Kalau kamu menemukannya."
"Viona yang menemukannya, tergeletak di lantai bekas kau duduk waktu itu." Tambah Darma.
Alisa melirik Viona. "Mana Vi, kartunya kasihkan."
"Aish. Kamu ganggu aja kenapa sih?" ketusnya sambil mengambil sebuah kartu dari dompetnya.
"Nggak pa-pa Mbak, nanti aja. Silakan makan dulu," ucap Fatir dengan ramahnya.
Namun Viona memberikan kartu milik Fatir. Kemudian melanjutkan makan mie nya.
Sebelum menyimpan di dompet, Fatir melihat kok ada dua kartu. "Loh, kok dua?" setelah di teliti yang satunya kartu milik nama Viona.
"Maaf Mbak, ini mungkin milik Mbak." Fatir mengembalikan kartu milik Viona.
"Oh, iya. Makasih?" ucap Viona, mengambil kartunya. Kemudian menyedot teh botol nya.
"Sama-sama," balas Fatir mengangguk.
Darma dan Alisa saling pandang dan bibirnya melukiskan senyuman. "Huwalah ... tukeran kartu tanda pengenal toh?" goda Alisa pada Viona.
"Apaan sih?" siku tangan Viona menyenggol bahu Alisa.
Alisa dan Darma terkekeh. Sementara Fatir melayani pembeli lainnya. Diam-diam Fatir pun sering mencuri pandang pada Viona, sosok wanita yang terlihat cuek itu.
"Mas, Mas Fatir? Hesya tak berhenti muntah Mas." teriak seorang anak remaja yang berlari menghampiri Fatir.
Fatir terkejut. "Ada apa Sidar?" tanya Fatir sambil mengelap tangannya.
Anak itu napasnya ngos-ngosan. namun akhirnya nyahut juga. "Hesya tak berhenti muntah Mas."
"Apa?" Fatir kian terhentak. "Maaf Mas dan Mbak-Mbak, saya tinggal dulu," Fatir melihat pembelinya bergantian. Di wajahnya tampak ada kecemasan. Kemudian ia berlari sekencangnya ....
****
Hi ... reader ku, semoga kalian suka juga dengan cerita BHS ini. Yuk dukung aku agar tambah semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
tutut puput
lanjutkan
2022-01-26
3
Mariam Marife
Thor up nya ko lama bngt?
2022-01-25
2