"Begini, maksud kami berdua datang ke sini, ya itu untuk melamar Viona untuk sahabat saya ini Fatir."
Beberapa mata memandangi Darma dan Fatir bergantian. Memperhatikan "Mau melamar Viona? dia," telunjuk pak Rusadi menunjuk ke arah Fatir.
Darma mengangguk. "Iya Om, Fatir ini mau melamar putri Om dan Tante," ucap Darma, netra matanya melihat ke arah Fatir dan Viona bergantian.
"Kamu itu sahabatnya bukan, seharusnya dia ke sini itu dibarengi orang tuanya," ujar pak Rusadi. Menatap keduanya.
Fatir bingung, rus jawab apa, karena memang seharusnya ia membawa wali sebagai wakil. Tak ada ayah. Bisa paman atau ibunya yang seharusnya menemani.
"Ayah ... ayah saya--"
"Ayah Fatir sudah tiada 7 tahun yang lalu Om," Jelas Darma.
"Paman, Ibu. Bibi, kan pasti ada?" sela pak pak Rusadi kembali.
"Nak Fatir, kerja di mana?" selidik pak Rusadi. Menatap tajam pada pemuda yang berada di hadapannya itu, dari penampilan saja sudah terlihat kalau pemuda itu orang biasa, bukan dari kalangan pegawai kantoran. Seperti kebanyakan pria lain yang mendekati Viona.
"Saya ... berwira usaha kecil-kecilan. Tepatnya berjualan," sahut Fatir sembari menundukkan kepalanya.
"Berdagang? dagang apa, textile atau sembako atau ... jualan di cafe?" tanya bu Yani penasaran.
Viona dan pasang mata lainnya memandangi Fatir. Yang menunduk, kemudian mengangkat kepalanya dan duduk dengan tegak.
"Saya jualan mie ayam dan singkong keju. Itupun bergantian dengan adik-adik saya, jualan saya di gerobak. Bukan di tempat seperti yang tadi Ibu katakan." Jelas Fatir tanpa ragu mengatakan usahanya.
Manik mata indah Viona tertuju pada Fatir. "Jujur amat nih orang. Kenapa gak bohong aja sih kerja apa gitu. Di kantor atau jualan apa kek?" batin Viona, menatap datar.
Mendengar jawaban dari Fatir pak Rusadi dan istri beserta ibu mertua terkejut. Usaha jualan mie ayam, berani melamar Viona, yang notabene nya anak konglomerat dan dia sendiri merangkap sebagai manager BANK swasta.
"Apa? jualan mie ayam, singkong keju, emang penghasilan sebulan nya berapa?" suara bu Yani dan pak Rusadi berbarengan.
"Apa kira-kira bisa kamu bisa menghidupi cucu saya? berani amat kamu melamar Cucu saya." Bu Yani dengan tegas meragukan kemampuan Fatir akan ekonomi nya.
"Oma ... aku ingin menikah dengan Mas Fatir Oma. Dia baik dan perhatian dia juga sangat bertanggung jawab atas keluarganya. Papah terima lamaran Mas Fatir, aku hanya akan menikah dengan dia." Bela Viona, menatap oma dan papanya bergantian.
"Sayang, apa kamu mau di kasih makan cinta atau angin? kamu itu anak orang ningrat. Bahkan kamu juga manager BANK masa kamu mau di kasih makan mie ayam." Kata pak Rusadi dengan nada sedikit tinggi. Menatap putrinya itu.
Viona, menatap sang ayah sangat lekat. "Papa. Vi gak akan menikah dengan siapapun apalagi dengan laki-pilihan Papah, biar saja aku jadi perawan tua Pah. Kalau Papa tak ijinkan juga Vi menikah dengan Mas Fatir." Tegas Viona.
"Ja-jangan bicara begitu sayang?" cegah bu Asri terkejut mendengar ucapan Viona barusan.
"Aduh sayang ... cucu Oma yang cantik, jangan bicara begitu. Kamu itu cantik, manis. Sempurna, masa tidak menikah? Kalau tidak menikah, bagaimana caranya dapat keturunan? kasian sama Oma. Siapa yang akan meneruskan usaha Oma sayang." Bu Yani mendekat dan merubah tempat duduk ke dekat Viona. Mengelus punggung sang cucu. Sangat khawatir kalau cucunya gak mau menikah.
Dalam hati Viona tersenyum, rencananya akan membawa hasil. "Tapi, Vi tidak mau menikah dengan Dewo oma. Vi sudah punya pilihan sendiri, walau kami tidak pacaran! Vi sudah cukup kok mengenal dia."
Pak Rusadi dan bu Yani berpikir sejenak. Kemudian Rusadi mengernyitkan keningnya. Menatap ke arah Fatir. "Berapa bersaudara kamu?"
Fatir menoleh. "Saya 4 bersaudara dan saya yang paling besar."
"Berapa usia mu?" selidik pak Rusadi.
"Usia saya sekitar 26 tahun." Jelas Fatir.
"Pendapatan berapa? hasil jualan dalam sehari," selidik pak Rusadi.
''Em ... tak tentu!" jawab Fatir.
"Tak tentu? sementara kamu juga harus hidupi keluarga kamu, lah terus, anak saya gimana? mau dikasih makan apa? apa kamu bisa ngasih sandang, pangan. Papan? tidak ada satu pun orang tua yang ingin anaknya susah--"
"InsyAllah, saya akan berusaha bertanggung jawab. Sebagai suami." Jelas Fatir menyela perkataan pak Rusadi. Menatap Viona sekilas.
Viona menatap tajam ke arah sang ayah. "Pah, kalau tak mau terima lamaran Mas Fatir. Aku gak mau nikah sama siapapun. Biar aku jadi perawan tua selamanya."
"Aduh, aduh ... jangan gitu sayang?" sang bunda menatap cemas pada putri semata wayang nya itu. "Papa. Terima saja yang penting putri kita bahagia." Mengalihkan pandangan ke arah sang suami.
Viona mengangguk mendengar perkataan sang bunda pada ayahnya. "Bener tuh." gumamnya pelan.
"Saya sih setuju saja, dari pada cucu saya jadi perawan tua." Kata bu Yani dengan nada pedas. "Tapi ... saya pegang janji kamu itu ya? kamu harus bertanggung jawab sehingga membuat cucu saya bahagia. Tapi jangan juga di kasih makan angin, gak adil juga."
Darma merasa lega. Setidaknya sudah ada sinyal-sinyal baik, dalam urusan ini.
Pak rusadi terdiam sejenak menatap tajam pada putrinya. Kemudian pada istri dan mertuanya. "Saya tidak setuju, yang saya tawarkan adalah pria-pria pengusaha yang hebat bukan--"
"Papa, Mas Fatir pun pengusaha. Namun masih kecil-kecilan, ingat Papa ... yang sekarang sukses. Yang sekarang hebat, itu mulanya dari nol dulu, dari kecil dulu. Barulah menjadi besar. Hidup itu laksana meniti tangga Pah ... tidak mungkin langsung ke tangga sepuluh, ya ... biarpun ada, itu keberuntungan, dan tidak semua bisa dapatkan keberuntungan itu," ujar Viona sebagai protes pada sang ayah.
Semua mata memandangi ke arah Viona yang bicara lantang dan panjang lebar.
"Sejak kapan kamu berpikir bijak?" Selidik pak Rusadi sambil menatap tajam ke arah Viona.
"Pah, bukan saatnya kita membahas itu. Sekarang yang Vi Inginkan adalah Papah terima Mas Fatir nikahkan kami." Jelas Viona.
Netra mata pak Rusadi mengarah pada Fatir yang saat ini tengah menunduk, menautkan kedua tangan di atas dengkul. Menunggu persetujuan. Memang di terima atau tidak baginya biasa aja, cuma jika di tolak. Justru dampaknya akan menimpa ke pengobatan Hesya, sang adik.
"Sekarang kamu punya uang berapa? untuk menikahi anak saya!" selidik pak Rusadi pada Fatir.
Kepala Fatir mendongak. Lantas saling pandang dengan Viona. "Saya siap uang 50 juta untuk menikahi putri bapak."
Pak Rusadi berdiri, tolak pinggang dengan angkuhnya berkata. "Apa 50 juta? hem cukup buat apa duit segitu! sewa gedung aja gak akan cukup apalagi ini itunya--"
"Jangan di gedung, Pah ... jangan resepsi. Biasa-biasa aja, di masjid aja Pah, Mah. Oma ... sederhana aja yang penting syah. Vi punya suami. Tidak jadi perawan tua seperti yang kalian bilang."
Hening!
Pak Rusadi terduduk kembali. Ia termenung, diterima hati gak ijinkan, di tolak gimana? Viona yang mengancam. Gak mau nikah sama siapapun. Sementara, kalau Viona tak menikah. Penyerahan warisan akan tertunda.
Dalam hening. Semua mata memandangi pak Rusadi, harap-harap cemas tentang jawaban yang akan diberikan.
Pada akhirnya pak Rusadi berkata dengan lesu. "Baiklah, kalau mau Vi seperti itu. Cuma tetap hati kecil Papa gak menyetujui kalian menikah."
Plong!
Hati Darma, Fatir dan Viona merasa lega. Akhirnya rencana mereka akan berjalan dengan baik ....
****
Hi ... BSH hadir lagi nih. Semoga suka ya, jangan lupa like dan komentar yang akan membuat aku tambah semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Papa Yuang Khe
hehehe, dibilang pendapatan ndk menentu ya iya lah jelas takut bapaknya heheheh
2024-02-17
0
Dedew
suka baca novel yg Uda tamat,bisa langsung gaspol bacanya
2022-09-26
1
sryharty
suka sama alurnya,,
2022-02-21
1