Diluar dugaanku, Shasha hanya menunduk. Dia hanya diam saja terpaku dan mematung. Mengatur posisi duduknya bergeser menyandar di kursi sebelahku. Melepaskan seat belt dengan tenang tanpa berkata apapun.
" Sha, aku juga sebelumnya tidak tahu bahwa permainanku dengan Puspa membuat dia sampai hamil. Aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Semua diluar kendali."
Shasha diam. Wajahnya berubah merah padam. Tapi, tidak ada reaksi apapun saat aku utarakan semuanya soal kehamilan Puspa dan pernikahan kami yang sudah menginjak usia 7bulan.
" Aku tidak melakukan hal itu berkali - kali bahkan setiap hari atau setiap bertemu pun tidak. Hanya sekali dan itupun karena keadaan dan suasananya yang tiba - tiba membuat aku bisa melakukan itu. Berbeda dengan yang biasa kulakukan denganmu Sha. Aku sangat menikmatinya. Sangat menanti setiap sentuhan dan kehangatan aroma tubuhmu. Itu seperti candu yang ingin kulakukan setiap kali kita bertemu."
Shasa masih bungkam. Tidak berkata sepatah katapun. Tiba - tiba air matanya mengalir deras. Bendungan pertahanannya sudah jebol. Dia tidak kuat lagi menahan tiap pernyataan yang aku lontarkan. Suara isak tangisnya terdengar sangat parau.
" Lalu sekarang kamu mulai menikmati juga dengan wanita itu? Si Puspa yang katamu tidak sama sekali kamu cintai. Nyatanya, kamu pertama kali melakukan hubungan itu dengan Puspa kan? Bukan denganku. Apa sekarang yang kamu rasakan? Aku pikir kamu sudah benar - benar mencampakkan dia dulu. Benar - benar berpisah darinya dan melupakan permainan konyol kita karena semua sudah kembali normal. Kita sudah bersatu seperti yang selalu kamu harapkan dari dulu. Sekarang, Aku cinta sama kamu dan kamu mencintai aku." Shasha tiba - tiba menuding wajahku memukul dadaku dengan membabi buta.
" Aku pikir kita ini pasangan normal. Nyata - nyatanya aku memacari suami orang yang bahkan sebentar lagi menjadi bapak dari anak wanita itu. Wanita yang katanya tidak dicintai sama sekali. Aku memang wanita terbodoh yang dibutakan dengan cinta. Dibutakam oleh pria yang katanya cintanya tak terbendung hanya untukku."
Aku membiarkan tumpahan amarah Shasha terlampiaskan kepadaku. Membuat dia menangis dan meronta di hadapanku. Ya memang benar aku tidak mencintai wanita itu. Sama sekali tidak mengharapkan menikahi Puspa dan sama sekali tidak pernah membayangkan akan hadirnya seorang anak di tengah - tengah kami. Meski kemudian sekarang perasaanku bergetar tak karuan. Itu pun bukan aku yang mengaturnya.
" Lalu kamu anggap aku juga permainan kamu setelah kamu merasa bosan di rumah dengan istrimu itu? Kamu pikir aku semurahan itu? Setelah Kamu puas bermain denganku lalu sekarang kamu bisa kembali lagi ke pelukan istri kamu? " Shasha mulai meninggikan nada suaranya.
" Bukan begitu yang kumaksud Sha... Aku nggak pernah sepicik itu. Aku nggak pernah anggap kamu murahan. Aku juga nggak pernah berpikiran untuk mainin kamu. Kamu tau kan aku bener - bener tulus sama kamu. Aku nggak pernah mau kehilangan kamu Sha..." Aku menenangkan Shasa. Kupeluk dia erat - erat dan dia masih terus memukuli dadaku. Sampai lama - kelamaan habis sudah tenaganya. Menangis sejadi - jadinya didadaku. Kemeja yang kupakai basah kuyup terkena air mata dan amukan Shasha.
" Aku ini kamu jadikan permainan kamu juga Satria.. Kenapa kamu sejahat itu sama aku. Aku udah berharap banyak soal kita. Soal hubungan kita. Aku nggak pernah nyangka kamu udah nikahin Puspa tanpa sepengatahuanku...Kamu udah khianatin aku..Kamu tegaa..." Suara Shasha berubah parau. Dia tersedu di pelukanku.
Aku merasa bersalah pada gadis cinta pertamaku. Merasa bersalah pada gadis yang selalu hadir di tiap mimpiku. Impian ku selama ini. Yang selalu memberikan kehangatan setiap kali pertemuan kami.
" Sha, bahkan setelah menikahpun aku tidak pernah menyentuhnya. Sama sekali. Kami terpisah kamar. Mamaku menyuruh kami tidur terpisah. Aku pun nggak tau apa yang akan mamaku rencanakan setelah kelahiran anak itu. Tapi, aku pun tidak menikah secara hukum. Kami hanya menikah secara agama. Kamu nggak perlu khawatir soal hubungan kita. Aku juga bimbang soal langkah selanjutnya yang harus kuambil. Biar waktu yang menjawab semuanya.." Kuusap lembut rambut Shasha yang masih terisak di dadaku. Shasha mendekapku erat. Berusaha menenangkan dirinya. Aku membiarkan dia menangis sejadi - jadinya.
" Sha, tenanglah. Sekarang ini hanya kamu wanita yang aku cintai. Menikahi Puspa hanyalah bentuk dan rasa tanggung jawabku terhadap anak itu. Keluarga kami tidak mau sampai wartawan tau akan kehamilan Puspa."
" Lantas nasibku bagaimana? Apakah aku harus menunggu anak itu lahir baru aku bisa memilikimu seutuhnya.." Shasha memandangi wajahku. Menatap lembut kearahku. Matanya memerah tertutup air mata.
Kuusap lembut pipinya. Rambutnya yang sudah acak acakan. Lalu bibir kami bertemu dan berpagut lembut.
" Sha, maafkan kekacauan yang sudah terjadi ini. Kekacauan yang benar - benar aku tak mau. Aku bimbang Sha. Aku mohon kamu mengerti. "
Setelah situasinya agak tenang kembali kulajukan kendaraanku. Kuantar dia ke apartemennya.
***
Di rumah besarku
" Darimana saja kamu baru pulang jam segini? " Nada bicaranya meninggi. Raut wajahnya tampak gusar.
" Sudahlah. Kamu tidak berhak mengucapkan itu padaku. Atau pun mengatur hidupku. Kamu tidak berhak. " Aku membalas ucapannya dengan lebih keras lagi.
" Tapi, aku ini istri kamu Satria. Aku kelak akan menjadi ibu dari anak mu ini. " Puspa menunjuk ke arah perutnya. Wajahnya dengan tegas berkata seolah - olah aku ini orang yang paling tidak patuh di muka bumi.
" Istri macam apa yang kamu bicarakan. Hah?? Istri yang keluyuran malam - malam di cafe bersama kakak iparnya tertawa bersenda gurau ke sana kemari. Istri macam apa yang tanpa peduli dengan keadaan sekitar?? Istri macam apa yang tidak diam di rumah saat suami nya belum pulang. Itu yang kamu sebut istri?? " Nada bicaraku meninggi. Sudah muak rasanya berada di situasi seperti ini. Muak dengan segala problem yang aku rasakan seharian ini. Bahkan bertambah muak melihat istri yang sama sekali tidak aku cintai tapi berkata seenaknya.
"Padahal baru saja kemarin kamu menyodorkan espresso dan red velvet terenak untukku. Aku tau itu hanyalah alasan. Sebenarnya kamu membuat itu semua untuk kak Reno. "
" Kamu dari cafe mas? Kenapa kamu nggak menghampiri aku. Aku sama kak Reno mas. Kakak kamu sendiri. Aku ngidam makanan yang dulu sering kita makan di sana saat pacaran mas. Setiap malam minggu kita habiskan berdua disana. Aku kangen mie godok di sana mas. Apa kamu lupa.. kamu juga suka banget kan sama mi godok di cafe itu?" Nada suaranya melembut. Menjelaskan semuanya panjang lebar. Tapi, aku tidak bergeming tetap saja keluyuran ya keluyuran.
" Kan aku sudah bilang. Kamu kalau ngidam lain kali kamu telpon aku. Chat aku. Biar aku pulang aku bawain. Kamu tuli atau pura - pura lupa?! Kamu nggak sadar kamu bawa perut besar malam - malam? Atau kamu masih berasa kalau kamu belum bersuami?" Nada bicaraku masih tinggi.
" Mas, kamu kok kasar banget ngomongnya sama aku? Kamu kenapa mas? Kamu udah nggak sayang lagi sama aku?? Aku udah telpon kamu loh mas? Aku telpon kamu berkali - kali tapi ga kamu angkat. Trus aku chat kamu sama sekali nggak read mas. Lantas sekarang kamu nyalahin aku mas?"
Aku malas meladeni ocehannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Alea Wahyudi
hancur hatiku.......
2020-11-16
1