Beberapa hari ini Satria sulit sekali untuk ditemui. Pesan singkat melalui aplikasi chat pun jarang dia balas. Sekalipun dibalas pasti cukup singkat. Apa gerangan yang sedang dia lakukan di luar sana. Di sekolahpun sudah tidak ada kegiatan, sehingga kami tidak bisa bertemu di sana.
Ya,tapi aku memaklumi karena sekarang kami sama - sama sibuk mempersiapkan diri masuk universitas favorit. Kami sama - sama sedang fokus meniti masa depan kami.
Aku dan Satria mendaftar di tempat yang berbeda. Kampus dan jurusan yang berbeda. Aku mendaftar masuk fakultas seni dan dia harus menuruti keinginan orang tuanya yang harus masuk fakultas ekonomi. Sebagai calon penerus tunggal bisnis keluarga dia harus berlatih keras ilmu - ilmu ekonomi. Meskipun sebenarnya, orang tuanya punya banyak rekan dimanapun dan dia bisa memilih dengan hanya menunjuk jari mau masuk universitas mana. Tapi, dia tidak mau melakukannya.
Sementara itu, aku harus bekerja lebih keras dan fokus mempersiapkan segalanya demi mendapat beasiswa. Aku tidak mungkin mengandalkan orang tuaku, karena ayah ku hanyalah seorang pegawai honorer di kecamatan, gaji nya setiap bulan pas - pas an. Terkadang gajinya hanya cukup untuk makan adikku dan ibuku sehari - hari saja. Meskipun begitu, kami sudah sangat bersuyukur hidup tanpa kekurangan.
Sedangkan, sama halnya dengan ayahku, ibuku tidak bisa banyak membantu, beliau hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang terkadang menerima orderan menjahit dari tetangga itupun hasilnya tidak seberapa.
Selama ini aku bekerja keras untuk menghidupi diriku sendiri di perantauan. Aku berusaha hidup dengan layak seperti teman - temanku pada umumnya. Setiap hari aku mengajar les privat, muridku tidak banyak. Mereka adalah adik - adik temanku yang kaya dan merasa bahwa kepintaranku bermanfaat jika disalurkan. Selain itu, akupun butuh uang. Itulah mengapa aku tidak pernah terpikir untuk berpacaran atau pun memiliki pacar semasa sekolah. Karna hanya akan menguras waktu, tenaga dan pikiran. Itulah pemikiranku saat itu.
Tapi, pemikiranku berubah ketika aku sering bertemu bahkan kenal dekat dengan Satria. Berbeda dengan beberapa lelaki sebelumnya yang pernah mendekatiku. Aku tidak bisa menolak pria berlesung pipi ini. Rasanya jantungku berdegup tak karuan ketika melihatnya tersenyum dan berpapasan di depan mataku.
Aku takjub pada sosok Satria. Dia berasal dari keluarga kaya tapi pintar dan tidak sombong. Meski terkadang, sekilas orang melihat bahwa dia memiliki pembawaan yang ketus. Mungkin karena Satria tidak terlalu banyak berbicara di depan orang lain. Itulah mengapa dia menjadi salah satu idola para gadis di sekolahku. Banyak hati yang patah setelah tau kalau aku memacarinya dan aku bukanlah gadis kaya yang selevel dengan mereka.
Pada Satria, aku sulit mengatakan tidak. Aku seolah terbius pembawaannya yang dingin tapi romantis, dan parasnya yang rupawan.
Lagipula pikirku saat itu, ini adalah semester terakhir aku bersekolah di sekolah menengah atas. Ingin juga rasanya kulalui dengan indah seperti remaja lainnya seusiaku, tanpa melulu berpikir soal uang dan pelajaran di sekolah. Itulah beberapa hal yang aku pikirkan saat akan menerima cinta Satria. Cinta pertamaku di SMA. Cinta yang merenggut mahkotaku.
***
" Beb, aku lulus masuk fakultas ekonomi! " , tiba - tiba pesan singkat masuk ke dalam gawaiku. Membuyarkan lamunanku yang sedang melayang ke saat - saat awal kami berpacaran.
"Kita ketemuan yuk! Aku jemput ketempatmu ya... Udah segalon rindu yang mau aku tumpahkan untukmu...", lanjutnya kemudian.
" Syukurlah. Kalau gitu aku ikut senang ya sayang! Iya, aku tunggu ya ... " , balasku cepat. Rasa - rasanya sudah sebulan lebih berlalu saat terakhir kita bertemu.
'Aku kangen kamu mas!', ucapku dalam hati sambil senyam - senyum sendiri terbayang lesung pipinya saat tersenyum manis menatapku dan aroma khas wangi parfum kesukaanku.
***
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Satria untuk sampai ketempatku. Aku sudah bersiap dari tadi, duduk manis di kursi teras depan kamar kosku.
Mengenakan dress selutut warna pink dengan hiasan ikatan pita di pundak. Kuikat rambutku keatas dan kusematkan hairpin kupu - kupu favoritku. Tidak lupa sepatu dengan highheels putih menambah sempurna penampilanku hari ini.
" Hai cantik ! ", sapanya saat turun dari motor hijau kesayangannya. Membuka helmnya dan memegangnya di pinggang sebelah kiri. Satria memakai celana jeans hitam yang cocok dengan kaos warna putih, di padukan jaket coklat kulit sapi asli menambah sempurna penampilannya saat ini.
Kutatap wajah nya lekat - lekat, di kejauhan dia tampak sangat tampan. Pantas saja sahabatku Stella pun iri ketika tahu bahwa aku berpacaran dengan dia.
" Hai juga ! Gimana kabar kamu mas?", kataku sambil tersipu malu - malu.
" Baik dong! Apalagi sekarang bisa ketemu kamu. Ih, Kok jadi canggung gini sih. Oia, beb aku punya ide. Gimana kalau kita main ke taman rekreasi? Disana kita bisa naik bianglala atau naik apa itu yang keatas kebawah. Apa tuh beb, namanya ya aku kok tiba - tiba jadi lupa gini ya? " , katanya sambil mengingat - ingat sesuatu. Dia mengetuk - ngetuk dahinya dengan telunjuk.
" Apa sih? Tornado ?", jawabku cepat. " Ih, mas. Masa kamu ajakin aku naik tornado dengan penampilan seperti ini ? Aku kira kita cuma mau nonton atau kemana gitu. Yaudah deh! Aku ganti sepatu sebentar ya.. ", dengan cepat aku menarik sepatu kets putih tanpa tali dari rak nya.
" Iya, boleh lah! Aku tunggu sebentar sambil liatin kamu. Aku rasanya ingin melepas kepenatan karena sebulan kemarin sibuk dengan soal - soal dan ujian masuk Universitas. Stres berat! Kamu juga pasti tahu kan kalau papa juga maksa suruh aku benar - benar mempersiapkan ini semua dengan baik. Maaf ya beb, kamu jadi di nomor duakan. " Satria menjelaskan panjang lebar alasan kenapa dia jarang membalas pesanku.
Sambil mendengarkan dia berkata - kata, dengan cepat aku melepas sepatu tali berhak tinggiku lalu menggantinya dengan sepatu kets warna putih, senada dengan tas selempang kecil dan jam tangan ku. Aku memang ingin semuanya terlihat sempurna. Cantik!
***
Di taman rekreasi
Kepalaku pusing. Rasanya seperti melayang dan tidak menapak di tanah. Tubuhku bergetar tak karuan. Dadaku sesak dan nafasku tersengal - sengal. Mataku berputar - putar. Aku berusaha meraih apapun yang ada di sekitarku.
" Mas, mas Satria ..." ucapku lirih sambil menarik lengannya cepat.
Bruukkkk....
Aku limbung dan hampir jatuh tersungkur ke tanah. Satria menarikku dengan cepat ke pelukannya. Menahan dan menopang tubuhku dengan kedua tangannya. Membawanya ke ruangan pertolongan pertama di taman rekreasi ini, diatas punggungnya yang kekar aku tak sadarkan diri dan dengan sigap serta cekatan dia berlari sambil menggendongku. Setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi.
Sampai akhirnya aku tersadar.
" Mas, aku pusing. Aku mau pulang. "
Satria menatapku lekat - lekat, dengan cepat dia memegang tanganku erat. " Maafin aku ya, beb! Aku nggak tau kamu sampai begini setelah naik bianglala. Gimana kalau tadi naik tornado juga. Aku gak tau sampai kamu seperti ini. ", tatapan wajahnya terlihat amat bersalah. Dia memegangi pipiku dengan kedua tangannya. Mendekatkan hidungnya dan tersenyum manis. Lalu mengecup keningku.
Mataku rasanya berat. Perutku rasanya seperti telah menelan batu besar. Nyeri. " Nggak apa - apa sayang yuk kita pulang! ", jawabku masih sedikit agak lemas.
Aku merasa sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhku. Naik permainan semacam ini bukanlah yang pertama kali bagiku, rasanya aneh. Tidak seperti biasanya naik bianglala sampai terjadi hal seperti ini. Apalagi sampai pusing dan pingsan begini.
' Ah... Aneh! Apa yang terjadi dengan tubuhku '.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Bude Wyanti
lanjut
2020-11-17
2
Dewi Adiba
ada debay kayantmya thor
2020-11-16
1
Mamahna Ayu
waaah kayanya hamil tuh
2020-11-16
1