Puspa masih terus meracau.
Mengoceh kesana kemari padahal aku sudah lelah menanggapinya.
Sejam yang lalu aku menenangkan Shasha. Berkecamuk perasaan ku. Sekarang ini dan saat ini pula aku harus kembali berhadapan dengan Puspa yang sepertinya akan mengamuk juga.
' Ya Tuhan! Apalagi ini? Seharian ini hatiku sudah porak poranda. 'Pekikku dalam hati.
Puspa masih menatapku tajam. Berusaha agar aku mendengarkan ocehannya. " Seharusnya kamu berterimakasih sama kak Reno. Dia yang selalu ada saat aku butuh. Seharusnya kamu mas yang ada. Kamu yang jadi suami aku. Bukan kak Reno. Aku hamil besar begini, di usiaku yang masih sangat muda. Sembilan belas mas. Sembilan belas tahun. Bukan cuma kamu yang masih muda dan bisa keluyuran seenaknya. Kamu inget nggak mas aku masih sembilan belas tahun. Ini beban berat buat aku. Kamu nggak tau perasaan aku gimana mas? Aku pengen keluar mas. Kayak cewek - cewek lain seusiaku. Keluar dari rumah yang kayak neraka ini. Aku nggak punya temen buat diajak curhat. Aku nggak punya siapa - siapa mas.. Apalagi curhat kehamilan, sama siapa aku harus ceritain kalau kaki aku udah bengkak - bengkak. Aku nahan sakit karena perut aku kadang kram. Kadang susah untuk makan karena mual. Kadang susah tidur dan sulit untuk bernafas. Aku harus ceritain sama siapa mas..Ayah nggak ada ibu nggak ada. Apalagi kamu mas.." Puspa terisak. Suaranya parau..makin makin parau sampai hampir tak terdengar.
" Kamu bayangin dong mas, cewek seaktif aku pas dulu masih sekolah. Banyak kegiatan dari pagi sampai sore yang aku kerjain sampai lupa waktu. Sekarang, aku kayak tahanan di rumah ini seharian nggak bisa kemana - mana, malahan aku nggak bisa keluar rumah sama sekali karena orang tua kamu takut kalau sampai ada wartawan tau mereka menyimpan wanita hamil di rumah ini. Aku harus mengendap - endap kayak maling cuma untuk sekedar jajan ke minimarket. Meskipun aku tau mereka ngawasin aku dari cctv. Tapi, aku lakuin semua demi nikmatin es krim kesukaan aku atau bahkan makan jajanan kesukaan aku. Aku nggak bisa ketemu siapa - siapa. Bahkan ketemu sahabat aku juga nggak bisa. Kamu tau mas, berapa orang yang udah aku bohongi karena alasan aku menghilang nggak ada yang tau? Stella juga berkali kali telepon nanyain aku dimana dan aku ngga pernah jujur kasih tau dia bahwa aku masih di Indonesia. Temenku yang lain berpikir aku dapet beasiswa ke luar negri sampai pas ada event sekolah pun aku nggak bisa ikutan sebagai alumni. "
" Mas, katanya dulu kamu cinta sama aku. Hampir setahun loh mas kita pacaran. Banyak banget waktu yang udah kita lewatin sama - sama. Apa kamu lupa mas sama semua yang udah kita lakuin bareng Berapa lama kita sama - sama saling mengenal satu sama lain. Sekarang, kamu itu udah jadi bagian hidup aku. Udah jadi suami aku. Bahkan sebentar lagi kamu jadi bagian hidup dari anak aku. Kamu pernah nggak mas semenit aja dalam sehari mikirin aku di rumah, minimal kamu mikirin anak kamulah... Pernah nggak mas? Sekarang aku seolah nggak kenal kamu sama sekali. Aku nggak tau sekarang sebenarnya Satria suamiku yang dulu aku cintai itu siapa.. Aku sekarang nggak kenal sama kamu. Kamu... " Puspa menghentikan perkataan nya.
Sepertinya dia menungguku untuk membuka mulut dan berkata sesuatu padanya. Dia sepertinya menunggu reaksi dariku. Tapi aku tak tau harus menjawab apa.
Karena memang benar adanya. Sedetik pun terkadang aku tak pernah memikirkan perasaannya, apalagi saat sedang berada di luar rumah. Aku seharian asyik dan sibuk dengan kegiatan kampus. Hari lainnya aku sibuk menemani Shasha berkeliling mall, jalan - jalan, nyalon, atau sekedar shopping dan makan di restoran.
Sama sekali aku lupa waktu dan tak pernah menanyakan keadaan Puspa bahkan keadaan anakku pun aku tak tau. Aku memang tak berperasaan sama sekali dan tak pernah memikirkan hal - hal yang menyangkut mereka berdua. Tidak pernah berusaha menjalankan tugas sebagai seorang suami.
" Sudahlah mas, aku jelasin panjang lebar pun kamu nggak akan paham. Kamu nggak akan ngerti perasaan aku. Kamu juga nggak akan tau apa yang aku rasain selama mengandung anak ini. Tanpa siapapun disisi aku. Awalnya aku mau menikah dan tidak nekad menggugurkan janin ini adalah karena kamu mas. Karena kamu mencintai aku. Aku tau kamu bakalan selalu ada buat jagain aku. Buat ngelindungin aku. Bakalan ada saat aku butuh kamu. Tapi, semuanya terbalik. Kamu nggak pernah ada buat aku atau anakmu. Kamu selalu ngehindar, membuang wajah kamu saat pulang. Menghindar saat aku deketin. Menghindar saat aku butuh kamu. Kamu egois mas. Kamu nggak punya perasaan. Meskipun kita tidak sekamar. Seharusnya kamu masih merhatiin kami atau sekedar menyapaku. Menyodorkan susu atau perhatian kecil lainnya...". Puspa menatap wajahku. Sorotan matanya tajam. Dia seolah ingin menegaskan semuanya. Nafas nya seolah memburu.
" Aku minta kita bercerai setelah anak ini lahir."
Tiba - tiba perkataan itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Aku tidak menyangka ujung dari semua percakapan tadi adalah dia minta perceraian. Sambil menangis terisak. Puspa berlari kecil ke arah kamar. Gerakkannya tidak begitu cepat menahan perutnya yang besar. Dia masuk ke kamarnya, membanting pintu kamar dan tak bersuara.
Aku terdiam terpaku menatap kosong ke arah pintu kamar Puspa. Dia pasti sedang menangis di dalam kamar. Batinku menjerit. Terlalu banyak dosa dan kesalahan yang aku lakukan padanya. Dari mulai membohongi bahwa aku mencintainya. Membohongi surat - surat cinta yang sering aku kasih dulu bukan hasil karyaku. Membohongi bahwa aku sudah berpacaran dengan wanita lain di luar sana. Menghabiskan banyak waktu dengan wanita itu. Membagi bukan hanya perasaanku tapi juga tubuhku dengan wanita lain. Aku sadar aku memang lelaki egois. Dan aku sadar aku memang seorang suami.
' Ya, aku seorang suami. Meskipun usiaku masih terlalu muda untuk menerima semuanya. Aku seorang suami. ' Gumamku dalam hati. Tapi apa yang harus kulakukan dengan permintaan Puspa barusan. Aku bertambah bimbang.
***
Dengan pikiran yang makin kacau dan bimbang. Kulangkahkan kaki dengan berat ke kamarku dilantai atas. Disana kulihat kak Reno sedang berdiri mematung. Berdiri tepat di depan pintu kamarku. Karena kamarnya bersebelahan dengan kamarku. Sepertinya kak Reno sengaja menungguku di sana. Dia menatapku seolah ingin protes tentang apa yang telah terjadi barusan padaku dan Puspa.
Kak Reno sepertinya sudah dari tadi memperhatikan pembicaraanku dengan Puspa. Dia melepaskan lipatan tangannya di dadanya. Meraih tanganku yang hendak melewatinya.
" Satria, kita bicara di luar. " Dia menarikku dengan cepat. Lebih tepatnya menyeretku ke luar rumah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Alea Wahyudi
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭...sungguh TDK berpri kemanusiaan kamu satria.....ku menangiiiiiiss membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku ......
2020-11-16
2