Di sebuah villa terpencil
Balutan gaun putih mewah dan hiasan mahkota perak menghiasi tatanan rambutku hari ini. Tapi, seperti nya Satria tidak merasa istimewa dengan penampilan dan riasanku kali ini. Tak ada senyum manis yang mengembang diwajahnya, begitupun tak ada lesung pipi yang terlihat saat dia menatapku. Aku merasa ada yang salah dengan semua ini. Tatapan matanya pun seolah mengatakan bahwa ada yang tak beres. Meskipun beberapa kali aku memandang pantulan wajahku di cermin, aku merasa diriku menjadi pengantin tercantik di negri ini.
Sebenarnya apa yang sedang dia pikirkan saat ini.
' Ya, Tuhan. Apa yang terjadi dengan hidupku. Kenapa pernikahanku seperti ini. Meskipun aku menikah dengan pria yang kucintai tapi bukan seperti ini yang kumau.' Aku bergumam dalam hati. Menyadari semuanya begitu terasa berat untukku.
***
Akhirnya waktu ijab kabul pun tiba. Tempat pernikahan ini sengaja dipilih untuk menghindari awak media. Untuk bersembunyi pula dari keluarga besar. Pak Surya Wirajaya tidak mau sampai berita pernikahan ini keluar ke media.
Tanpa menggunakan pengeras suara, terdengar sayup - sayup pak penghulu berbisik di telinga ayahku, lalu dilanjutkan dengan suara Satria yang terdengar begitu berat.
Beberapa menit kemudian, Ijab kabul yang menandakan sah nya hubungan pernikahan ini telah di ikrarkan. Satria bisa melewatinya dengan cepat dan lancar. Semua orang saling menatap, tak ada raut wajah bahagia sedikitpun di wajah sang ayah mertua atau pun ibu mertua, hanya tatapan tegang dari kedua belah pihak. Begitupun di raut wajah ayahku, hanya ketegangan yang ditampakkan olehnya. Berbeda dengan wajah ibuku yang sudah penuh dengan linangan air mata.
***
Pernikahan yang dipersiapkan dengan sangat cepat pun akhirnya selesai. Tidak ada suara lantunan musik dari artis ibu kota seperti layaknya pernikahan anak konglomerat pada umum nya, tidak ada hiruk pikuk orang yang sibuk mempersiapkan hidangan pesta ataupun deretan makanan mewah. Ini semua atas kesepakatan antara keluarga Satria dan keluargaku. Lebih tepatnya atas aturan sang kakek. Mengingat Satria adalah putra mahkota penerus tahta Wirajaya dan dia harus melanjutkan study nya. Pernikahan kami pun harus dilakukan dengan sembunyi - sembunyi. Tapi, mau tidak mau inilah yang harus kami terima. Buah dari perbuatanku di masa lalu.
'Maafkan aku ayah. Aku putri sulungmu yang tak tau diri. Aku membuat keluarga ini menjadi terhina seperti ini. Sekarang ini,mungkin saja mereka menganggapku hanya sampah. Hanya perempuan hina yang berharap masuk ke dalam kerajaan mereka dan berubah menjadi Cinderella. Tidak seharusnya pernikahanku jadi seperti ini ayah. Maafkan aku ayah, ibu dan Raka. Aku memang anak bodoh! ' , aku menjerit dalam hati. Aku bersujud di kaki ayah dan ibu. Ibu hanya menangis tak berani melontarkan sepatah katapun. Tatapannya kosong dan wajahnya memerah menandakan dia sedang menahan beban berat yang ditanggung dalam dadanya.
Lagi - lagi aku merasa sedih. Sesak rasanya dada ini melihat suasanan pernikahanku. Pernikahan ini sepertinya tidak layak di sebut sebuah pernikahan. Semua serba sepi. Semua serba diam dan hening. Tanpa kehadiran kerabat, teman bahkan kolega. Hanya kedua orang tua ku, adikku Raka, dan beberapa keluarga dari Satria yang aku tak hafal satu persatu. Syahdu dan khusyuk memang, tapi hanya sesaat. Sesaat itu pula, aku pun menyadari ada gelagat aneh yang ditunjukkan Satria, tidak seperti biasanya. Dia hanya memandangku dengan tatapan kecut. Penuh arti dan misteri. Tanpa suara, tanpa kata - kata romantis yang sering dia lontarkan dimanapun. Di setiap tulisan tangan dan puisi - puisinya. Ah..Entahlah, mungkin ini hanyalah prasangka burukku saja. Mungkin dia hanya kaget harus menerima kenyataan akan pernikahan kami yang terlalu cepat, dan kenyataan akan kandungan dalam perutku.
Kutarik napas panjang, menundukkan kepalaku dan mengelus perutku dengan lembut. Berharap semua keadaan ini segera membaik.
***
Di kediaman Wirajaya
Acara prosesi pernikahan kami telah usai. Malam ini adalah malam pertama kami sebagai pasangan suami istri. Setelah berpamitan dengan ayah, ibu dan Raka. Aku pun harus pindah dan tinggal dengan keluarga besar Satria. Kubawa pakaian ku seperlunya, dan beberapa perlengkapan pribadiku.
Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah Satria. Halamannya luas hampir sebesar lapangan bola di kampungku, ditanami berbagai macam bunga dan ditengahnya terdapat kolam ikan dengan pancuran air dengan suara gemericik nan membuat hati tenang ketika melihatnya. Disampingnya terdapat sebuah pohon mangga yang rimbun dan terdapat sebuah bangku taman putih cantik. Dengan lampu taman yang redup dan romantis.
'Rumah ini sungguh mewah bak istana'. Pikirku takjub. Mataku tak berhenti berkedip memandangi rumah yang mungkin pos satpamnya saja sebesar kamar tidurku.
Di sudut sebelah kiri rumah ada beberapa kendaraan roda empat model terbaru sampai mobil klasik terparkir di garasi. Entahlah, menurutku itu bukan garasi tapi lebih mirip dealer mobil.
Setelah memasuki pintu utama rumah, dua orang asisten rumah tangga dengan sigap membawa koper dan barang bawaanku. Membungkukkan badannya dan tersenyum ramah kepadaku. Mereka pun mengenalkan dirinya kepadaku, yang satu perempuan paruh baya bernama Atin dan satu nya lagi berambut ikal bernama Inah.
Setiba di ruang tengah dengan sofa besar berwarna emas pak Surya memanggilku , " Puspa. "
" Ya, pak. " Jawabku sopan dan cepat sambil menghampiri beliau.
" Jangan panggil saya pak. Panggil saja kakek ya..
Sekarang kamu kan cucu menantu. Nah, berusahalah beradaptasi dengan keluarga kami. Jangan lupa kamu juga harus tetap belajar dengan baik. Setelah kamu melahirkan anak kamu. Kamu harus kuliah dan melanjutkan studimu. Saya tidak mau kalau menantu saya hanya tamatan SMA dan tanpa gelar apapun. Barulah nanti kita pikirkan apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Oke. Apa kamu mengerti, Puspa ? ", Jelas pak Surya panjang lebar.
" Baik kek, aku mengerti. " Aku mengangguk tanda mengerti ucapan pak Surya. Aku belum tau situasi keluarga ini, baiknya aku menurut saja dan seperti yang Satria pernah ceritakan bahwa kakeknya lah yang paling berkuasa dan menentukan apapun di keluarga ini. Jadi, lebih baik aku patuh saja.
" Oh ya, kamu juga dilarang keluar rumah ini tanpa seijinku ataupun seijin dari mertuamu. Ingat, keberadaanmu disini adalah rahasia dan aib bagi keluarga kami. Jadi, jangan sampai kamu salah langkah". Ucap kakek menambahkan. Aku hanya mengangguk cepat.
***
Di dalam kamar yang super besar
Sedari tadi aku tak melihat batang hidungnya, setelah ijab kabul sepertinya dia selalu berusaha menghindar dari pandanganku. Entah apa yang terjadi dengan suamiku ini. Ya, sekarang aku harus terbiasa bahwa Satria kini adalah suamiku. Ayah dari calon anak yang sedang aku kandung.
'Ah, sepertinya aku mandi dulu', badanku rasanya pegal dan perutku seperti kram. Kuambil handuk dan menuju kamar mandi yang letaknya di dalam kamar.
Gemercik air hangat melalui shower mengalir membasuh tubuhku, penat rasanya seharian menggunakan riasan dan gaun ketat pernikahan. Aku lebih menyukai tidur dengan kaos longgar, itu akan terasa lebih nyaman.
Setelah beres mandi dan rebahan di atas tempat tidur yang super besar dan super empuk. Kupandangi sekeliling kamar Satria. Takjub. Ternyata sekaya inikah mereka. Aku sebelumnya tidak pernah menyangka. Karena pembawaan Satria yang membumi tidak pernah menunjukkan kalau dia cucu konglomerat dari keluarga super kaya.
'Tapi, dimana Satria? Inikan sudah jam 11 malam. Apa yang terjadi dengannya? Dia kok belum pulang? Aku juga baru sadar, tadi juga dia nggak semobil denganku saat pulang ke rumah. Aku cuma diantar oleh pak Supri, sopir pribadi keluarga ini. Lantas, kemana Satria pergi? Dimana dia sekarang? Apa yang sedang dia lakukan selarut ini? .' Dengan sigap aku mengambil handphone ku. Kukirimkan beberapa kalimat ke pesan whatsapp nya.
'Ah..kok cuma di read.' Ucapku kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments