Beberapa minggu berlalu
Satria sudah semakin sibuk dengan kegiatan barunya di luar rumah, apalagi dia sudah mulai banyak kegiatan kampus. Kami jarang bertemu untuk sekedar saling menyapa atau bertukar kabar. Padahal kami tinggal di atap yang sama, rumah yang sama, meskipun dengan kamar yang berbeda.
Sedikit demi sedikit, aku sudah mulai menerima semuanya dengan jauh lebih baik. Aku hanya berusaha menata hidupku kembali dan mencoba membuat semuanya berjalan lebih mudah, tanpa memikirkan hal - hal yang berat. Dengan berusaha berpikir lebih positif, membuat segalanya jauh lebih indah itulah pikirku saat ini.
Kedua orang tua Satria awalnya memaksa Satria untuk melanjutkan kuliahnya ke luar negri. Selain menghindari gosip dan gunjingan dari orang. Mereka ingin Satria tetap fokus pada study nya dan mengabaikan gangguan kecil berupa kehamilanku. Tapi Satria menolaknya dengan alasan kuliah di mana pun sama saja dan dia sudah terlanjur menikmati kehidupan kampusnya saat ini.
Lagipula, mereka telah dengan baik menyembunyikanku di rumahnya. Ya, tentu saja. Karena aku hanya berdiam diri di dalam rumah. Tanpa berpikir untuk melihat dunia luar sedikitpun.
Sementara itu, semakin hari perutku semakin membesar. Sudah memasuki trimester kedua. Rasanya semakin berat menjalani hari - hari sebagai ibu muda. Menghadapi perubahan demi perubahan dalam tubuhku. Menerima kenyataan bahwa semua nya tidak semudah yang aku bayangkan saat sebelum pernikahan ini terjadi. Ternyata cukup sulit menerima perubahan hormon kehamilan ku. Apalagi kuhadapi semuanya sendiri. Meski terkadang ada bi Inah dan bi Atin, asisten rumah tangga yang dengan sigap menyediakan semua kebutuhanku. Tapi, batinku tetap terasa kosong.
Dulu, saat awal mengetahui kehamilanku. Satria mengatakan dia akan tetap bertanggung jawab dan tetap menemaniku sampai anak ini lahir. Akan dengan sigap dan setia menjagaku. Karena itulah aku tidak ada pikiran sedikit pun untuk menghilangkan anak ini dari rahimku. Karena dia pulalah aku mengumpulkan keberanianku mengungkapkan semua nya di depan keluargaku. Tapi, nyatanya, sekarang ini kami bagai orang asing yang tidak saling kenal. Tinggal seatap dengannya malah membuat kami semakin jauh. Tidak ada lagi kata cinta, kata sayang bahkan senda gurau seperti saat - saat kami di sekolah dulu. Tidak ada lagi belaian - belaian lembut dari jemarinya yang mengusap rambutku. Ah, ya sudahlah! Mungkin ini sudah guratan nasibku. Aku harus terima dan jalani.
***
Di sisi lain, Aku kini memiliki hobby baru untuk mengisi hari - hariku. Memasak dan mencoba berbagai macam resep baru di dapur. Dapur yang luas, perlengkapan yang memadai dan segala macam bahan dapur yang komplit membuatku makin menggila di dapur. Lagipula ibu mertuaku jarang ada di rumah. Ayah mertua pun sama saja, mereka sering sibuk aktivitas di luar sana. Kakek Surya pun lebih banyak menghabiskan waktu nya di luar. Meski usia nya sudah senja beliau masih aktif di organisasi sosial dan sibuk mengurusi semua bisnisnya.
Seperti biasanya, hari ini aku sudah memakai apron dan bersiap menuju dapur. Perutku yang besar karena kehamilanku membuatku berasa semakin lucu mengenakan nya. Seperti Doraemon, si robot kucing ajaib dengan kantong besar di perut, tokoh kartun jepang yang bisa mengeluarkan peralatan ajaib dan menyelesaikan semua masalah yang sedang dihadapi. Ah, mungkin senang sekali kalau seandainya aku bisa memiliki kantong seperti itu. Akan kukeluarkan pintu ajaib dan kembali lagi ke masa lalu dan membuat semuanya tidak pernah terjadi. Kembali ke saat aku tak pernah menghiraukan surat - surat dari Satria. Tapi, Lagi - lagi itu hanyalah khayalan semata.
***
Di dapur yang luas
Kukeluarkan ponselku dari saku apronku. Berbekal ponsel pintarku, kubuka halaman demi halaman video memasak. Hari ini aku mau mencoba resep baru. Bi Inah dan bi Atin pun dengan sigap akan membantuku saat diperlukan.
"Ehm.. sibuk banget nih kayaknya. " Suara deheman nya membuyarkan konsentrasi ku mencari resep yang pas menurutku.
" Eh kak Reno. Udah pulang ngampus kak? Kok cepet banget! " Tanyaku cepat sambil tetap sibuk memainkan ponselku.
" Iya, cuma ada 2 sks hari ini jadi cepet kelar deh kuliahnya. " ucap kak Reno sambil meletakkan tas ranselnya di meja.
" Wah, bagus dong kalau gitu. Jadi, kak Reno bisa nemenin aku disini sampe selesai. Kalau suatu saat nanti aku jadi celebrity chef kak Reno bakalan susah buat ketemu aku. Hahaha.." Aku terkekeh dan tertawa geli mengeluarkan kata - kataku barusan. Tidak terbayang apa jadinya kalau aku jadi seleb.
Akhir - akhir ini memang kak Reno lah yang paling sering mengajakku mengobrol dan bersenda gurau. Kami jadi semakin dekat, kami sering berdiskusi banyak hal dan terutama dialah yang menjadi komentatorku soal memasak. Aku senang masih ada orang baik yang peduli terhadapku di rumah ini.
" Berati aku mesti minta foto bareng sekarang ya. Terus minta tanda tangan juga daripada ntar pas kamu terkenal makin susah dapetnya. Haha.. " Dia terpingkal - pingkal membayangkan aku menjadi seorang selebriti.
" Oh. boleh banget. Bahaya kalau nggak kesampaian tar kebawa mimpi mau ketemu aku. " Kami kembali tertawa geli.
" Udah..udah.. Becanda mulu ni ah. Kak Reno udah siap belum nemenin chef masak hari ini ?". Ucapku sambil tersenyum nakal dan mengerjapkan mataku sekejap.
" Iya dong! Kemarin kan aku udah janji mau pulang cepet, nemenin chef masak. Kan hari ini ada yang janji mau buatin aku Red Velvet . Ayo. Ada yang lupa nih kayaknya? ".
Kak Reno memang manis, sikapnya baik terhadapku dan dia selalu menyemangatiku dalam hal apa pun. Aku senang sekali di rumah ini masih ada orang yang memperlakukanku dengan baik dan manis. Membuatku tetap kuat dan betah tinggal di rumah ini.
" Oke. Sebentar ya... Penonton silahkan ambil kursi di depan. Perhatikan chef memasak ya.. " ucapku sambil menirukan gaya - gaya chef di tivi.
Kak Reno tersenyum geli menarik kursi dari mini bar. Melipat tangannya kedagu nya dan dengan cermat memperhatikanku beraksi di dapur.
Sebelumnya Aku sudah menyiapkan resep andalan yang aku dapat dari mbah google. Beberapa menit searching, resep cake yang sudah aku janjikan sebelumnya pun ketemu. Kemudian dengan sigap aku mulai memasukkan bahan - bahan kue, kak Reno duduk diam dengan manis , sesekali dia mengamati ku dari kursinya dan memberikan komentar akan aksiku yang dilihatnya bak komentator chef ala tv.
***
Setelah beberapa menit berlalu, cake buatanku pun selesai, kukeluarkan dari oven listrik dan dengan cepat aku menghias nya dengan meniru gaya ala - ala chef peserta audisi memasak.
" Done, cheff! Sekarang giliran chef komentator untuk mencobanya! " Ucapku sambil tersenyum sumringah dan bergaya menirukan acara memasak di tv yang sedang booming saat ini. Menyodorkan sepotong kue cantik di depan kak Reno. Menaruh sendok kecil di atasnya. Memotongnya perlahan dan...
" Aaaaa...", ucap kak Reno sambil membuka mulutnya lebar - lebar. Berharap sesendok kue ini mendarat manis di mulutnya. Matanya berkedip cantik. Aku seolah terhipnotis dengan raut wajahnya yang manis.
Dengan refleks, aku menyodorkan sendok dan hendak menyuapinya. Sampai akhirnya aku tersadar dengan suara hentakan kaki seseorang memasuki dapur tempat kami berada.
" Lagi ngapain kalian? ", Suara itu mengagetkan kami berdua. Sendok yang kupegang otomatis terlempar ke atas meja pantry.
" Asik banget kayaknya. Mumpung sepi nggak ada yang perhatiin kalian yaa.. " Ucapnya kemudian..
Kaget dengan kedatangannya tiba - tiba. Aku dan kak Reno tersentak lalu saling bertatapan kaget. Cepat - cepat kami membuang muka masing - masing. Gelagapan tak karuan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mamahna Ayu
terusin aja Puspa pingin tau ada rasa cemburunya ga tuh
2020-11-17
1
Alea Wahyudi
satria ????
2020-11-16
1